(Sumber Gambar: Desain Grafis, Redaksi Kuliah Al-Islam) |
(Menguraikan Filosofi dan Implementasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Karakter Pendidikan Nasional)
Biografi Singkat Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantar memiliki nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, kemudian pada tahun 1922 beliau mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara seperti yang kita kenal sekarang. Beliau dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dari keluarga bangsawan Yogyakarta beliau merupakan cucu Pakualam III. Ayah Ki Hadjar dewantara bernama K.P.H. Suryaningrat dan Ibunya bernama Raden Ayu Sandiyah.
Pada masa lingkungan hidup Ki Hajar Dewantara kecil sangat mempengaruhi jiwanya yang sangat peka dan tertarik terhadap kesenian dan nilai-nilai kultur maupun keagamaan. Setelah mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara, beliau dapat leluasa bergaul dengan rakyat. Sehingga dengan demikian perjuangan beliay menjadi lebih mudah diterima pada masa itu.
Ki Hadjar Dewantaara dan R.A. Soetartinah melangsungkan “Nikah Gantung” tanggal 4 November 1907. Akhir Agustus 1913 tepatnya beberapa hari sebelum berangkat ke tempat pengasingan di negeri Belanda. Pernikahannya diresmikan secara sederhana di Puri Suryaningratan Yogyakarta. Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia pada usia 69 tahun pada tanggal 26 Apri 1959, di rumahnya Mujamuju Yogyakarta.
Penetapan Hari Pendidikan Nasional
Pada Tanggal 28 November 1959, Ki Hadjar Dewantara ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional”. Tanggal 16 Desember 1959, pemerintah menetapkan tanggal 2 Mei sebagai “Hari Pendidikan Nasional” yang merupakan tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor: 316 tahun 1959. Semasa hidupnya, Ki Hadjar Dewantara sangat kreatif, dinamis, jujur, sederhana, konsisten, dan berani. Beliau memiliki wawasan yang luas dan tidak gentar berjuang untuk bangsa hingga akhir hayatnya. Perjuangan beliau dilandasi dengan rasa ikhlas, sertai pengabdian dan pengorbanan yang tinggi dalam usaha merebut kemerdekaan bangsanya. (Mariyah dkk, 2019: 1517).
Ki Hajar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Nasional. Hal itu karena beliau merupakan seorang tokoh yang tanpa jasa memerdekakan Indonesia. Pengabdian yang ia berikan begitu besar terhadap bangsanya. Banyaknya karya yang membuat Indonesia menjadi bangga pun sering ia lakukan.
Bahkan saking begitu banyak membuat Indonesia bangga, tanggal lahir Ki Hajar Dewantara menjadi hari Pendidikan Nasional. Hari yang dikenal seluruh warga Indonesia. Hari seseorang yang dilahirkan untuk memerdekakan pendidikan di Indonesia. Dengan kepintaran, kebijaksanaan, tekun dan berani memerdekakan hak dari orang lain dan bangsanya melawan penjajah. Ki Hajar Dewantara berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di usia 69 tahun di Yogyakarta, 26 April 1959. Dengan nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat) setelah itu sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara (EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro).
Beliau merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia saat zaman penjajahan Belanda. ELS merupakan sekolah dasar di Eropa, Belanda yang menjadi lulusan Ki Hajar Dewantara. Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.
Banyak karya-karya yang dimiliki beliau. Berbagai macam cara yang dilakukan Ki Hajar dewantara demi memperjuangkan kemerdekaan pendidikan Indonesia. Salah satunya dengan seringnya mengubah namanya sediri. Hal tersebut dimasudkan untuk menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. (Sugiata dkk. 2019; 127).
Cita-cita Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan itu termasuk (pengajaran) bagi tiap bangsa termasuk pemeliharaan guna mengembangkan generasi penerus bangsa, agar dapat berkembang dengan sehat lahir batin. Untuk itu manusia-Individu harus di kembangkan jiwa raganya dengan memanfaatkan segala upaya dan media pendidikan yang berdasarkan adat istiadat rakyat.
Pendidikan yang kita terima dari bangsa barat tidak sesuai dengan tuntutan di atas dikarenakan pendidikan barat tidak sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia. Penndidikan colonial hanya untuk kepentingan colonial saja. Isinya tidak disesuaikan dengan jiwa raga bangsa.
Ki Hadjar Dewantara mengangap bahwa pendidikan colonial tidak dapat mengadaakan peri kehidupan bersama, sehingga selalu kita bergantung pada kaum penjajah. Pendidikaan colonial itu tidak dapat menjadikan kita manusia merdeka. Keadaan ini tidak akan lenyap jika hanya di lawan dengan pergerakan politik saja.
Tetapi juga harus di imbangi juga dengan gerakan pendidikan yang akan menyebarkan benih hidup merdeka di kalangan rakyat dengan jalan pengajaran dan pendidikan nasional. Dengan pendidikan nasional di maksudkan-nya; suatu system pendidikan baru yang berdasarkan atas kebudayaan kita sendiri mengutamakan kepentingan masyarakat.
Pendidikan yang mengutamakan “intelektualisme” harus di jauhi dan di ganti dengan system mengajar yang di namai system Among yang menyokong kodrat alam anak-anak didik bukan dengan” perintah paksaan” tetapi dengan “tuntunan” agar berkembang hidup lahir batin anak menurut kodratnya sendiri dengan subur dan selamat.
System among ini mengemukakan dua dasar yaitu: 1). kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan mengerakan kekuatan lahir dan batin hingga dapay hidup merdeka (dapat berdiri sendiri) 2).kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
Panca darma merupakan dasar segala usaha taman siswa baik dalam bentuk pendidikan dan pengajaran maupun yang berhubungan dengan organisasi ataupun adat istiadat dalam hidup ketamansiswaan. Terdapat lima syarat mutlak yang terkandung dalam panca darma yaitu: 1). Kemerdekaan, 2). Kodrat Alam, 3). Kebudayaan, 4). Kebangsaan, 5). Kemanusiaan.
Pandangan Ki Hadjar Dewantara Tentang Pendidikan
Dalam pandangan beliau upaya untuk mendidik kaum muda merupakan syarat utama dalam membebaskan diri dari jeratan penjajah.
Pendidikan yang mendasarkan kebudayaan nasional dapat menghindarkan dari kebodohan. Pendidikan yang ada pada masa kolonial tidak mencerdaskan, melainkan mendidik manusia untuk tergantung pada nasib dan bersikap pasif. Keinginan untuk merdeka harus dimulai dengan mempersiapkan kaum bumi putra yang bebas, mandiri, dan pekerja keras.
Sehingga generasi muda harus dipersiapkan agar kelak menjadi bangsa yang mandiri, sadar akan kemerdekaan, sehingga kemerdekaan itu dimiliki oleh orang yang terdidik dan memiliki jiwa yang merdeka. Untuk Mewujudkan tekad dan cita-cita tersebut Tanggal 3 Juli 1922 babak baru perjuangan Ki Dewantara dalam bidang pendidikan di mulai yaitu dengan mendirikan Taman Siswa yang mula�mula bernama “ National Onderwijs Instituut Taman Siswa” yang pertama di Jogjakarta, sekolah ini kelak di ubah menjadi “ Perguruan Kebangsaan Taman Siswa”sekolah ini awalnya di peruntukan hanya untuk taman anak dan kursus guru.
Konsep pendidikan ideal menurut Ki Hadjar Dewantara dapat di lihat dari system pendidikan Taman Siswa selalu mengutamakan semboyan-semboyan serta perlambangan dalam pengajaran dan pendidikan. Hal ini di anggap perlu untuk menyempurnakan perkembangan kepribadian anak-anak, bukan hanya pikirannya juga perasaannya. Semboyan-semboyan dan perlambangan di tuangkan dalam bentuk sastra dan juga lukisan maupun wujud kesenian lainnya sehingga peserta didik dapat mudah mengingatnya.
Kesimpulan
Dalam pelaksanaan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara menggunakan “Sistem Among” sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Dalam Sistem Among, maka setiap pamong sebagai pemimpin dalam proses pendidikan diwajibkan bersikap: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri handayani (MLPTS, 1992: 19-20).
a. Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman dan atau lebih berpengetahuan. Sedangkan tuladha berarti memberi contoh, memberi teladan (Ki Muchammad Said Reksohadiprodjo, 1989: 47). Jadi ing ngarsa sung tuladha mengandung makna, sebagai pendidik adalah orang yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman, hendaknya mampu menjadi contoh yang baik atau dapat dijadikan sebagai “central figure” bagi siswa (Among).
b. Ing Madya Mangun Karsa
Mangun karsa berarti membina kehendak, kemauan dan hasrat untuk mengabdikan diri kepada kepentingan umum, kepada cita-cita yang luhur. Sedangkan ing madya berarti di tengah�tengah, yang berarti dalam pergaulan dan hubungannya sehari-hari secara harmonis dan terbuka. Jadi ing madya mangun karsa mengandung makna bahwa pamong atau pendidik sebagai pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan minat, hasrat dan kemauan anak didik untuk dapat kreatif dan berkarya, guna mengabdikan diri kepada cita-cita yang luhur dan ideal (Momong)
c. Tutwuri Handayani
Tutwuri berarti mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan penuh tanggung jawab berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas dari pamrih dan jauh dari sifat authoritative, possessive, protective dan permissive yang sewenang-wenang. Sedangkan handayani berarti memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodrat pribadinya (Ngemong).
Cara mendidik menurut Ki Hadjar Dewantara disebutnya sebagai “peralatan pendidikan”. Menurut Ki Hadjar Dewantara cara mendidik itu amat banyak, tetapi terdapat beberapa cara yang patut diperhatikan, yaitu (a). Memberi contoh (voorbeelt), (b). Pembiasaan (pakulinan, gewoontevorming), (c). Pengajaran (wulang-wuruk), (d). Laku (zelfbeheersching), (e). Pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa).(Ki Hadjar Dewantara dalam Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1977: 28).
Bertolak dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
(1) Dilatarbelakangi oleh dorongan heroik terlepas dari pusaran tirani penjajahan Belanda, telah mendorong Ki Hajar Dewantara untuk memaknai pendidikan secara filosofi sebagai upaya memerdekakan manusia dalam aspek lahiriah (kemiskinan dan kebodohan), dan batiniah (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
(2) Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara bersendikan pada tiga pilar pemikiran pendidikan, yakni Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri handayani, kemudian diejawantahkan dalam sistem among, momong, ngemong dalam proses pembelajaran; dan
(3) Bertolak dari filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara maka pendidikan harus menjamin terjadinya proses transformasi knowledge menuju proses transformasi nilai (value). Berkaitan dengan hal ini, maka disarankan kepada penulis lainya untuk menggali lebih mendalam lagi mengenai tokoh Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan yang sangat berjasa mengembangkan pendidikan di Indonesia pada zamannya.
Referensi:
FILSAFAT PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA (TOKOH TIMUR). I Made Sugiarta1, Ida Bagus Putu Mardana 2, Agus Adiarta3, I Wayan Artanayasa4. Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 2 No 3 Tahun 2019.
Pandangan Dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara Dalam Memajukan Pendidikan Nasional. Zuriatin1,*, Nurhasanah2, Nurlaila3. 1STKIP Taman Siswa Bima, 2STKIP Bima, 3STISIP Mbojo Bima. Jurnal Pendidikan IPS. Vol. 11, No. 1, Juni 2021. Diterbitkan Oleh: LPPM STKIP Taman Siswa Bima.
Kontributor: Fitratul Akbar