Penulis: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.*
Seorang anak melihat dengan seksama, sebuah postingan berita internet berisi makanan, “ini (menunjuk gambar di postingan) seperti buatan ibuku, makanan ini enak banget. Bagaimana ya ibu dulu bisa buat makanan seenak itu.” Gumamnya. Kemudian dia melanjutkan, “di surga ada tidak ya (makanan itu)?” Ditutupnya situs tersebut secara begitu saja.
Secuil cerita di atas adalah potongan ungkapan perasaan seorang anak yang tidak tahu, dan penasaran tentang suatu pengalaman di masa lalunya. Ia ingin apa yang dirasakan berdasar pengalaman masa lalunya akan ia rasakan di masa depan. Artikel ini tidak sedang membahas keabsahan keinginan anak tersebut, ataupun membahas realita dan surga yang sedang dipertanyakan, namun sedang menelusuri munculnya keinginan dalam diri yang kemudian tidak ingin kehilangannya.
Manusia itu unik adanya. Tanpa memiliki sesuatu apa, sebongkah pun dari emas tidak dibawa manusia tatkala lahir, kemudian ia hidup dan berkembang, beserta pengalaman, pengetahuan dan kekayaan khas keduniawian seperti anak, istri, dan harta kesemuanya seolah dimilikinya sehingga tidak ingin kehilangan atau lepas darinya. Lebih dari itu, manusia dalam kehidupan menginginkan dunia dengan segala isinya, bahkan kalau bisa melebihi atau dua kali dari yang ada tidak jua mencukupinya.
Hadits Nabi mengungkapkan, “setiap manusia pasti akan menjadi tua. Namun jiwanya tetap muda mengenai dua perkara, yaitu ambisius (tamak) akan harta benda dan selalu ingin panjang umur.” (H. R. Muslim).
Kemudian ada lagi sabda Nabi, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048).
Keunikan demikian kiranya menjadi isyarat yang disampaikan berikut dalam Qur’an Surat at-Tiin Ayat 4 “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Ayat 5 “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).”
Hakikatnya manusia tidak memiliki apa-apa. Bukankah manusia lahir tidak membawa apa-apa, kemudian dapat menikmati dunia dengan segala keindahannya hingga tenggat waktu datang menjemputnya ke tempat kembali yang sesungguhnya berupa kematian?! Sekembalinya manusia dapat membawa apa saja, berupa hasil semasa hidupnya berupa panen pahala atau sebaliknya.
Ini juga yang disampaikan dalam al-Qur’an Surat al-Hajj Ayat 5, “hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.”
Kemudian pertanyaannya, apakah kita dapat merasakan kembali nikmat yang pernah kita rasakan sebagaimana yang dipertanyakan anak dalam kisah di atas? Jawabannya adalah “iya, bagi penghuni surga. Difirmankan: “setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, “Inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu di dunia.” Mereka diberi (buah-buahan) yang serupa. (QS. Al-Baqarah : 25).
Demikian jawaban atas berbagai kegelisahan eksistensial manusia. Al-Qur’an menjawab bahkan sebelum dipertanyakan. Berikut keunikan yang ada pada manusia, lahir bukan sesiapa yang membawa apa namun dengan karunia dan rahmat Allah, menjadi tahu, memahami dan menikmati segalanya, namun jangan jadikan apa yang Allah limpahkan berupa kebaikan menjelma ancaman dan adzab yang mengerikan, wa a’udzubillah.
*Penulis Lepas Yogyakarta
1 Comment