KULIAHALISLAM.COM – Paslon RUM-INNAH berserta tim pemenangan, simpatisan relawan dan warga kontestuen pemilih Paslon Amanah. Bereaksi secara langsung berlebihan dalam melihat proses pemungutan, perhitungan dan penentuan hasil surat suara yang masuk di real count dan quick count. Pendukung paslon RUM-INNAH atau dikenal Amanah, berkoar-koar di media sosial dengan menyatakan bahwa proses penyelenggaraan pilkada dalam tahapan perhitungan suara dinilai tercederai kecurangan, kebohongan, kedzaliman, konspirasi dan tidak taat aturan atau catat administratif dan lainnya. Selain itu, mereka juga menghasut propaganda untuk mengerahkan massa pendukung Amanah untuk senantiasa mengawal, dan mengawasi setiap tahapan proses perhitungan yang berjenjang dari tingkat TPS Kelurahan, lalu tingkat kecamatan, dan KPU kota Bima setempat. Apalagi, meraka pada saat proses perhitungan rekapitulasi hasil suara secara terbuka oleh KPU setempat, menyelenggarakan demonstrasi, tuntutan dan desakan kepada pihak penyelenggara pilkada (dalam hal ini KPU, Bawaslu, pemerintah terkait), untuk menyelenggarakan pemungutan surat suara ulang, perhitungan suara ulang di setiap TPS yang ada di kampung, karena dinilai ada indikasi kecurangan, kecerobohan dan konspirasi antar pihak penyelenggara yang menyalahgunakan perangkat saat proses pemungutan, perhitungan dan penetapan surat suara di tingkat TPS Kelurahan setempat.
Tuntutan Massa
Percuma teman-teman berkoar-koar di media sosial dan menuntut di lembaga penyelenggara pilkada, jika teman-teman sendiri tidak mau ambil bagian peran untuk mengawal, mengawasi dan partisipasi aktif pada saat proses tahapan hari pemilihan, pencoblosan, dan perhitungan suara agar ketahui dinamika atau masalah yang terjadi di sampai selesai.
Percuma teman-teman sekalian sebagai simpatisan atau pendukung kalau hanya berkoar-koar kritikan di media sosial, demonstrasi atau propaganda hasutan, mengerahkan massa untuk menuntut pihak penyelenggara. Kalau tidak punya tugas, kewenangan untuk menuntut problematika sengketa selama proses Pilkada. Dengan kata lain, teman-teman pendukung Amanah hanya berkoar-koar saja, tanpa ada landasan dasar hukum, tuntutan problematika, atau proses penyelenggaraan pemungutan dan perhitungan surat suara di TPS wilayah setempat. Artinya setiap proses tahapan pilkada ada aturan koridor untuk di selesaikan di area TPS masing-masing kalau nampak kejanggalan. Makanya, Pilkada tidak hanya sekadar prosedur memilih paslon, hadir ditengah TPS, dan lainnya secara simbolis legalistik, tetapi perlu ikutin tata aturan, partisipasi aktif untuk mengawal, memberi koreksi agar setiap proses tahapannya tersebut sudah tuntas, selesai yang berlaku dari warga di lokasi TPS itu. Apalagi, ditambah pihak sebelah sering mengklaim didukung rekomendasi pihak pusat, politisi pusat, jaringan penyelenggara, dan klaim kemenangan saat proses blusukan, tatap muka, debat dan kampanye di setiap wilayah.
Lebih-lebih tim mereka sebelah sering menuduh tim MARI Paslon, sakit, gila, miskin, dan lainnya dalam proses kontentasi Pilkada namun akhirnya semua labelisasi buruk itu kembali kepada pihak paslon atau simpatisan amanah, yang tidak mau menerima hasil perhitungan suara pilkada, dengan mengumbar berkoar-koar tuduhan kedzaliman, kecurangan, tidak adil, otoriter dan fitnahan buruk lainnya.
Akhirnya, pihak Tim Paslon atau simpatisan relawan, warga kontestuen sebelah tidak punya dasar pijakan yang jelas kokoh, bukti-bukti, masalah kejanggalan, catatan penyelenggara saat di TPS, keterangan dari saksi-saksi atau warga yang ikutan partisipasi dalam mengawal proses tahapan pemilihan, perhitungan suara dari tingkat TPS, camat dan kota. Saat ini, hanya ini mereka hanya menuntut, mendesak dan menolak semua hasil perhitungan suara atas dasar desas-desus, informasi tidak jelas, catatan dan keterangan yang tidak berdasarkan bukti saksi dan dokumen lainnya. Untuk mendukung tuntutan desakan dari pihak sebelahnya. Dengan kata lain, Meraka tidak mau bekerja secara kualitas di setiap tahapan proses pemilihan di TPS, tidak mau kawal secara tuntas, akhirnya mereka teledor serampangan sendiri dalam pilkada kota Bima itu.
Respon Catatan
Pilkada serentak itu mekanisme demokratis yang dilaksanakan secara konstitusional, sesuai manah undang undang yang berlaku. Pun, setiap peran punya tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing dalam menyukseskan penyelenggara pemilihan kepemimpinan Daerah (Pemilukada) di suatu wilayah setempat. Jadi, setiap warga masyarakat yang terlibat ada kewenangan masing-masing untuk ikut andil partisipasi dalam pilkada. Dan di atur oleh penyelenggara pilkada, yakni KPU, Bawaslu, pemerintah, dan stakeholder terkait.
Makanya, catatan untuk teman-teman kita tim sebelah ke pendukung (amanah) percuma kalian menuntut, berkoar-koar, kritik, tuduhan ada kecurangan, kezaliman, tidak taat asas aturan dan lainnya. Kalau kalian tidak mau ambil peran, kapasitas, kewenangan (saksi, relawan, pengawas, dll) saat proses Pemilukada. Agar suatu saat dalam problematika sengketa yang terjadi bisa langsung di sampai uraiankan di lokasi tempat pemungutan suara (TPS), atau perhitungan secara berjenjang dari Kelurahan, kecamatan dan kota. Demikian juga, jika dengan hasil proses perhitungan suara, tuntutan dirasa tidak puas, janggal, dll. Maka bisa di ajukan ke tahap peradilan lebih tinggi, sengketa ke MK. Meski harus melewati proses tahapan yang sangat panjang, biaya yang besar, dan berkas’ lainnya. Jadi beda pembuktian dalam acara hukum pidana perdata dengan hukum sengketa pemilukada. Pembuktian di ranah hukum pidana hanya menuntut beberapa alat bukti dan memerlukan proses yang ketat sesuai aturan berlaku. Sedangkan pemilukada adalah mekanisme pemilihan seorang pemimpin daerah. Jadi, proses hukum pemilukada berjalan sesuai proses dan tahapan yang berlaku itu sendiri, pemungutan, perhitungan dan penentuan hasil pilkada. Meski ada sengketa, kejanggalan, dan gejolak tapi tidak merubah hasil Pemilukada yang berlangsung di setiap wilayah daerah setempat sejak di rekap di wilayah TPS, camat dan Tingkat kota.