Oleh: Sofia Habibaturrahmania*
Secara historis, perjalanan pembukuan Al-Qur’an tidak serumit pembukuan hadist. Namun, bukan berarti bahwa proses kodifikasi Al-Qur’an tidak menarik untuk dikaji.
Mushaf Al-Qur’an yang ada di tangan kita sekarang ini ternyata telah melalui perjalanan panjang selama kurun waktu lebih dari 1400 silam dan mempunyai latar belakang serta sejarah yang sangat unik dan menarik untuk di kaji lebih dalam lagi.
Tidak hanya itu, jaminan atas keotentikan Al-Qur’an langsung diberikan oleh Allah Awt yang termaktub dalam firman-Nya:
”Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. al-Hijr:9. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan memaparkan sebuah sejarah dan proses kodifikasi Al-Qur’an pada masa Abu Bakar.
Pada tahun pertama pemerintahannya, Abu Bakar ra dihadapkan pada sekelompok orang murtad yang melakukan kerisuhan yang mengantarkan pada perpecahan peperangan yamamah yang terjadi pada tahun 12 H yang dimenangkan oleh kaum muslimin.
Meskipun tetap menimbulkan dampak negatif yang melibatkan sejumlah besar para sahabat penghafal Qur’an gugur sebanyak lebih dari 70 orang dan mengakibatkan sebagaian Al-Qur’an musnah.
Padahal sebelumnya, serangkaian perang pun terjadi dan mengakibatkan hal yang sama yaitu dalam peristiwa pertempuran di Bi’ru Ma’unah. Umar bin Khattab merasa khawatir melihat realita ini, kemudian ia mengarahkan kepada Abu Bakar RA, serta mengajukan ide kepadanya supaya mencatat Al-Qur’an sebab takut terjadi kemusnahan pada Al-Qur’an karena wafatnya para penghafal Al-Qur’an.
Kodifikasi Al-Qur’an pertama diusulkan oleh khalifah umar bin khattab pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Karena khawatir akan kepunahan Al-Qur’an jika tidak segera dilakukan kodifikasi, meskipun pada masa itu terjadi perdebatan mengenai proses kodifikasi Al-Qur’an.
Pada awalnya khalifah Abu Bakar ragu untuk melakukan kodifikasi Al-Qur’an dikarenkan nabi tidak pernah memerintahnya. Namun, Umar bin Khattab terus meyakinkan Abu Bakar agar menerima usulannya. Namun, kecintaannya terhadap Al-Qur’an yang menghapus keraguannya sehingga menyuruh zaid untuk melacak dan menghimpun lembaran-lembaran Al-Qur’an yang berserakan.
Kemudian setelah musyawarah kembali akhirnya Khalifah Abu Bakar menyetujui usulan Umar bin Khattab untuk melakukan proses kodifikasi Al-Qur’an, lalu Khalifah memerintahkan Zaid bin Tsabit mengumpulkan Al-Qur’an serta menulisnya dalam satu mushaf.
Kaum muslimin saat itu juga setuju dengan adanya pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan oleh Abu Bakar karena menganggap hal dilakukannya yaitu perbuatan positif dan tidak merugikan siapapun.
Dengan begitupun pengumpulan Al-Qur’an dilakukan oleh Zaid bin Tsabit pada rentang waktu ini terdiri dari 4 perihal yaitu:
- Ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis dihadapkan kepada rosul dan ditaruh dirumah beliau
- Ayat-ayat yang ditulis merupakan ayat yang dihafal oleh para penghafal Al-Qur’an
- Tidak menerima bagian yang hanya ada pada catatan ataupun hafalan saja, melainkan wajib terdapat bukti kalau sudah tercatat dan menghafal
- Penyusun disaksikan pada 2 orang sahabat jika ayat ayat itu benar-benar ditulis dihadapan rosul pada saat rosul masih hidup.
Kemudian Abu Bakar memerintahkan agar catatan-catatan tersebut dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surah yang tersusun serta ditulis dengan sangat berhati-hati dan mencakup tujuh huruf yang dengan itu Al-Qur’an diturunkan.
Sebuah riwayat menyebutkan bahwasannya untuk kegiatan yang dimaksud yaitu pengumpulan dan pembukuan Al-Qur’an, Abu Bakar mengangkat semacam panitia yang terdiri dari 4 orang yaitu: Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Ustman bin Affan, Ali bin Abu Thalib dan Ubay bin Ka’ab.
Penyusunan Al-Qur’an dilaksanakan oleh Zaid bin Tsabit dalam kurun waktu satu tahun sejak berakhirnya perang yamamah hingga saat sebelum Abu Bakar meninggal. Lembaran-lembaran ini disimpan oleh Abu Bakar hingga wafat, setelah itu disimpan oleh Umar bin Khattab, kemudian dibawa dan disimpan oleh Hafsah bin Umar.
Dengan demikian Abu Bakar adalah orang pertama yang mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan cara seperti ini, adapula mushaf pribadi milik para sahabat seperti mushaf Ali RA, Ubai dan Ibnu Mas’ud RA tetapi mushaf-mushaf ini tidak ditulis dengan cara cara seperti diatas dan tidak pula dikerjakan dengan penuh ketelitian dan kecermatan.
*) Mahasiswa semester 2 Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan