Penulis: Nayla Syifa’un Najmi*
Epistimologi dari Bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan Logos (ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungan dengan kebenaran dan keyakinan. (Uruanna, fenomena pemikiran islam, 47.)
Penyelesaian masalah atau pemecahan masalah adalah usaha mencari penjelasan dan jawaban dari setiap masalah yang dihadapi. Upaya penyelesaian masalah melalui pemilihan dari beberapa alternatif atau opsi yang mendekati kebenaran atau dianggap benar untuk suatu tujuan tertentu. (Maulidya, Anita, Berpikir dan Problem Solving.)
Menurut dunia filsafat, peran epistimologi sangat penting terhadap pemecahan suatu masalah, karena masalah epistimologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan, bagaimana cara memperoleh pengetahuan suatu masalah tersebut, dan bagaimana cara membedakan pengetahuan suatu masalah yang benar atau salah. Epistimologi dapat membantu dalam mengidentifikasi asumsi dan keyakinan yang mendasari pemahaman kita tentang suatu masalah, serta memperluas pandangan dan membuka kemungkinan solusi yang lebih kreatif dan inovatif.
Wong, et al. (2008) menunjukkan bahwa epistemologi personal memiliki pengaruh pada pemahaman, strategi belajar, proses belajar dan prestasi akademik suatu masalah. Bråten (2008) juga berpendapat bahwa keyakinan epistemologi bermain dalam memahami berbagai sumber tekstual, serta untuk peran mereka ketika belajar dengan teknologi hypermedia. Fagnant dan Crahay (2010) menemukan bahwa pengaruh komponen prosedural metakognisi (proses regulasi) tampak jelas dalam perspektif epistemologi personal. (Mustakim, “Analisis Epistemologi Personal Mahasiswa dalam Pemecahan Masalah Fisika,” 22.)
Jika dikatakan masalah epistimologi bersangkutan dengan pertanyaan tentang pengetahuan, apakah yang kita maksudkan dengan pengetahuan? Dimisalkan saya berkata “saya mempunyai pengetahuan tentang kenyataan bahwa Caesar telah dibunuh,” atau “saya tahu siapa yang membunuh Cock Robin.” Tepatnya, apakah yang saya maksudkan? Yang pertama diantara kedua pernyataan tersebut dapat disingkat membacanya, “saya tahu bahwa Caesar telah dibunuh.” Dapatlah kiranya dimengerti bahwa kapanpun kita mempunyai pengetahuan, maka pengetahuan itu merupakan pengetahuan mengenai sesuatu. Demikianlah di dalam kedua kalimat tersebut, terdapat fakta-fakta; Caesar telah dibunuh dan Cock Robin dibunuh oleh seseorang yang saya ketahui. (Louis o. Kattsoff, Pengantar Filsafat, 131–32.)
Adapun beberapa metode-metode yang digunakan untuk memperoleh sebuah pengetahuan, yaitu:
1. Empirisme
Seorang penganut empirisme biasanya berpendirian bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman yang diperoleh oleh inderawi. Sifat yang menonjol dari jawaban ini dapat dilihat bila kita memperhatikan pertanyaan seperti yang dikaitkan dengan masalah diatas “Bagaimana orang mengetahui Caesar telah dibunuh?”, maka jawaban kita akan berbunyi, “Karena seseorang yang ada ditempat itu dan melihat kejadian tersebut, telah menerangkannya demikian.”
2. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.
3. Fenonalisme
Immanuel Kant, filsuf Jerman abad XVIII mengatakan, para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
4. Intuisionisme
Salah satu diantara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman, disamping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan, disamping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun intuitif.
5. Positivisme
Dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Tahap Teologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau pengenalan yang mutlak.
2) Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan memikirkan kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta.
3) Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta.
6. Skeptisisme
skeptisisme dapat merujuk pada metode penyelidikan yang menekankan pengawasan kritis, kehati-hatian, dan ketelitian intelektual. Skeptisisme dimulai dengan klaim bahwa seseorang tidak mengetahui proposisi yang biasanya ia pikir telah ketahui.
7. Pragmatisisme
Sering kali, Orang yang mempunyai sifat pragmatis, suatu perbuatan yang yang dilakukan akan diharapkan langsung tercapai tanpa berpikir dengan tanpa proses waktu tertentu, sehingga hasil dari kebenarannya kadang salah atau meleset.
8. Metode ilmiah
Sifat yang menonjol dari metode ilmiah ialah digunkannya akal dan pengalaman yang disertai dengan suatu unsur baru, yaitu hipotesa. Bila suatu hipotesa dikukuhkan kebenarannya oleh contoh-contoh yang banyak jumlahnya, maka hipotesa dikukuhkan kebenarannya oleh contoh-contoh yang banyak jumlahnya, maka hipotesa tersebut kemudian dapat dipandang sebagai hukum. (Ibid, h. 132–145.)
Keseluruhan tahapan ini disebut sebagai sebuah siklus yang berulang. Di mana ketika sudah sampai tahap menentukan pilihan kemudian diimplementasikan dan dilihat kembali solusi tersebut apakah berfungsi atau tidak. Apabila hasilnya tidak maksimal dan masalah tidak terselesaikan dengan baik, maka harus diperhatikan kembali pada tahap 1 yakni identifikasi masalah. Dengan demikian siklus kembali berlanjut hingga sampai pada solusi yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah.
Mempelajari epistemologi memiliki beragam manfaat. Dalam kehidupan, kita dapat mengetahui kebenaran yang sebenar-benarnya dengan mengetahui epistemologi tersebut. Namun, akan ada dampak yang ditimbulkan, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Semua bergantung pada orang yang memgang pengetahuan tersebut dan bagaimana penerapan dan pengembangannya dalam dunianya.
*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Ilmu Hadist E3 Semester 1
Editor: Adis Setiawan
Daftar Pustaka
Kattsoff, 2004 Louis o. Pengantar Filsafat, 2004.
Maulidya, Anita, 2018. Berpikir dan Problem Solving, 2018.
Mustakim, 2019. “Analisis Epistemologi Personal Mahasiswa dalam Pemecahan Masalah Fisika,” 2019.
Uruanna, 2005. fenomena pemikiran islam, t.t.
Widodo, 2014. “Problem Solving, Creativity dan Decision Making Dalam Pembelajaran Matematika,” 2014.