Gambar ilustrasi pengobatan dengan ayat Qur’an |
Pada saat ini, berkembang sebuah spesialisasi yang
belum pernah dikenal pada masa sebelumnya dalam sejarah Islam yaitu pengobatan
dengan Al-Qur’an. Orang yang mengklaim bisa mengobati penyakit apapun,
mengobati pasiennya dengan cara membacakan beberapa ayat tertentu dari Al-Qur’an.
Ada orang yang cocok dengan pengobatan ini dan penyakitnya sembuh sementara ada
yang juga sama sekali tidak berubah penyakitnya dengan pengobatan ini.
Sebenarnya apa hakikat masalah ini dan apa pendapat Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi
dari segi syarat Islam terhadap masalah ini ?
Jawaban Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi
Segala puji bagi Allah. Tentu ini adalah fenomena yang
merebak di banyak tempat, dibicarakan oleh banyak penceramah dan penulis, serta
diangkat oleh radio dan siaran TV. Bahkan, ada saluran TV internasional yang
menyiarkan pengobatan semacam ini dalam salah satu siarannya. Fenomena ini
adalah fenomena pengobatan dengan Al-Qur’an.
Ada orang yang mengklaim sebagai spesialis dalam
pengobatan dengan Al-Qur’an, bahkan membuka klinik umum yang didatangi oleh
banyak orang yang berobat kepadanya. Kita mengimani bahwa Al-Qur’an adalah
petunjuk dan penyembuh seperti yang dijelaskan dalam firman Allah:
“Katakanlah,
Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan,
orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedangkan
Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah seperti
orang-orang dipanggil dari tempat yang jauh” (Q.S Fushshilat ayat 44).
Allah berfirman : “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang orang yang beriman dan Al-qur’an
itu tidaklah menambah kepada orang yang zalim selain kerugian” (Q.S
al-Israa ayat 82).
Namun, Apakah makna penyembuh dalam ayat tersebut ? Apakah
penyembuhan fisik, dengan pengertian, apa yang harus dilakukan seseorang jika
mengalami sakit perut, mata atau nyeri ditubuhnya ? Apakah pergi ke klinik
pengobatan dengan Alquran ataukah datang ke Dokter spesialis yang menguasai
penyakit jenis ini ?
Yang kami (Yusuf al-Qaradhawi) lihat dari Sirah (sejarah)
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan petunjuk beliau adalah
beliau memerintahkan untuk berobat ke Dokter dan menggunakan obat. Seperti
sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam : “kesembuhan terdapat
dalam tiga hal yaitu minum madu, operasi, dan dichos dengan api”.
Di situ Nabi menyebutkan tiga macam obat yaitu yang
digunakan lewat mulut, operasi dan pemanasan yang merupakan pengobatan
tradisional saat itu. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam juga memerintahkan sahabat Nabi untuk berobat, seperti sabda
Nabi kepada beberapa sahabat : “Berobatlah kepada Al-Harits bin
Kaldah ats-Tsaqafi”.
Al-Harits bin Kaldah ats Tsaqafi adalah dokter yang
terkenal semenjak masa jahiliyah yang dikenal oleh orang Arab. Nabi menasihati
untuk berobat kepada Al-Harits bin Kaldah ats Tsaqafi. Pada suatu hari datang
dua orang dari Bani Ammar yang menguasai kedokteran, beliau kemudian bertanya :
“Siapakah yang lebih pandai kedokterannya ?”. Orang-orang menunjuk
kepada salah seorang dari keduanya. Setelah itu, Nabi memerintahkan orang itu
untuk menjadi petugas yang mengobati orang sakit. Di situ dipahami bahwa
hendaknya sedapat mungkin orang mencari Dokter yang paling pandai dan paling
bagus.
Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda
: “Allah tidak hanya menurunkan penyakit namun juga menurunkan obatnya.Yang
diketahui oleh orang yang mempelajari dan tidak diketahui oleh orang yang tidak
mempelajarinya”.
Hadis ini memberikan harapan kepada semua orang sakit
untuk mendapatkan pengobatan yang menyembuhkan penyakitnya, juga memberikan
harapan kepada para Dokter untuk mendapatkan obat terhadap segala macam
penyakit. Tidak ada penyakit yang tidak tersembuhkan, pada saat ini atau nanti.
Semua penyakit ada obatnya Namun kita belum
menemukannya. Jika suatu penyakit diberikan obat yang cocok, penyakit itu insya
Allah akan segera sembuh. Ketika Rasulullah ditanya : “Wahai Rasulullah apakah
menurut engkau berobat dengan mengkonsumsi obat dan melakukan pencegahan
penyakit itu akan mengubah takdir Allah ?” Beliau menjawab : “
berobatlah dan pencegahan penyakit itu juga takdir Allah”.
Artinya, penyakit adalah takdir Allah dan pengobatan
juga adalah takdir Allah. Oleh karena itu mengapa kita hanya menganggap
penyakit sebagai takdir Allah sementara tidak menganggap berobat sebagai takdir
Allah ? Ini takdir Allah dan itu juga takdir Allah. Kita menolak takdir dengan
takdir. Ini adalah sunnah Allah, terjadinya penolakan takdir satu sama lain.
Kita menolak takdir lapar dengan makan dan menolak takdir haus dengan takdir
minum dan takdir penyakit dengan takdir obat.
Ini adalah ajaran Islam. Oleh karena itu, kedokteran
tersebar di kalangan kaum muslimin dan berkembang pesat dalam peradaban Islam. Kaum
muslimin adalah para pionir dalam bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran. Dari
mereka terlahir beberapa nama yang amat terkenal secara internasional seperti
Abu Bakar ar-Razi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, az-Zahrawi dan ilmuwan Islam lainnya.
Buku-buku kalangan mereka juga tersebar di seluruh
dunia seperti al-Hawwi karya ar-Razi, al-Qaanun karya Ibnu Sina, al-kulliyat
karya Ibnu Rusyd dan at-Tashriif liman Ajaza ‘anit-Ta’liif karya
Az-Zahraawi. Bahkan kita dapat pada ulama Fiqih yang menguasai ilmu kedokteran.
Ibnu Rusyd adalah ulama Fiqih yang mengarang kitab Bidayatul Mujtahid wa
Nihaayatul Muqtashid dalam fiqih perbandingan.
Fakhruddin ar-Raazi adalah ulama terkenal yang menulis
kitab-kitab terkenal dalam bidang Tafsir Al-Qur’an, Ushul Fiqih dan ilmu Kalam.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa kepopuleran mereka bidang kedokteran
tidak kurang besarnya dengan kepopuleran mereka dalam bidang agama Islam.Ibnu Nafis
penemu aliran darah kecil termasuk seorang Ulama fiqih Mazhab Syafi’i.
Karena kaum muslim menggunakan sunnah Allah dalam
semesta ini maka mereka menggunakan kedokteran untuk mengobati penyakit
penyakit mereka dan tidak menggunakan mantra-mantra yang dikenal oleh
bangsa-bangsa sebelum mereka juga tidak menggunakan jimat, pengasih, dan
sebagainya yang dinilai oleh Nabi sebagai salah satu bentuk kemusyrikan.
Benar Islam mengajarkan kita obat rohani seperti
membaca isti’adzah, membaca doa kesembuhan dan doa. Orang bisa
membacakan doa kesembuhan bagi dirinya atau orang sakit dengan mengucapkan : “
Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkanlah rasa sakit ini dan sembuhkanlah karena
Engkaulah yang Maha penyembuh. Tidak ada kesembuhan selain kesembuhan-Mu,
kesembuhan yang tidak tidak menyisakan penyakit”.
Atau juga seperti Rasulullah Muhammad Shallallahu
alaihi wasallam yang membacakan dua penjaga bagi anak-anak kecil seperti Hasan
dan Husein : aku lindungkan engkau dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna
dari setiap setan, binatang yang berbisa dan matanya tajam”.
Membaca doa kesembuhan, isti’adzah dan doa
adalah dibolehkan dalam Islam. Namun, hal itu dilakukan bersamaan dengan upaya
pengobatan secara fisik yang diperkuat dengan faktor rohani.
Namun apakah seorang muslim cukup pergi ke seseorang
untuk kemudian dibacakan sepotong ayat tertentu dari Al-qur’an atau ayat kursi
dan cukup seperti itu saja tanpa usaha lain ? Bagaimana jika ia juga mempunyai
penyakit fisik ? Penyakit fisik itu harus diobati dengan metode kedokteran seperti yang saya kena virus misalnya.
Inilah yang diajarkan oleh Islam dan dilakukan oleh
kaum muslimin. Kita tidak pernah mendapati seorang sahabat Nabi yang membuka
praktik di rumahnya dan mengatakan : “ saya adalah ahli pengobatan dengan
Al-Qur’an”. Karena Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri yang
merupakan pemimpin para dokter rohani tidak hanya berdoa tapi juga menganjurkan
bahwa dengan dokter dan menggunakan metode pengobatan yang berlaku secara umum.
Adapun orang-orang yang membuka praktik pengobatan dan
mengklaim bahwa metode yang mereka gunakan adalah pengobatan dengan Alquran
yang kemudian didatangi oleh orang-orang awam yang berobat yang menerima apa
yang mereka ucapkan tanpa meneliti lebih mendalam.
Prof. Yusuf al-Qaradhawi melihat mereka
datang secara rombongan maupun sendirian dan tidak segan-segan mengeluarkan
uang untuk si syekh yang mengobati juga untuk keberkahan syekh yang mengklaim
telah mengobati mereka dengan Al-qur’an atau mengeluarkan Jin dari tubuh
mereka.
Bahkan saya (Yusuf al-Qaradhawi) pernah mendapat kasus
yang mengerikan seperti yang diberitakan oleh berbagai media massa yaitu orang
yang dipukul keras oleh si penyembuh
sehingga ada yang mati ditangannya. Sipenyembuh itu kemudian diajukan ke
Pengadilan. Semua itu menurut Yusuf al-Qaradhawi tidak dapat dinilai sebagai
bagian dari Islam sama sekali.
Islam memerintahkan kita untuk menyalahkan segala hal
kepada ahlinya dan menanyakannya kepada malaikat baik dalam masalah agama
maupun dunia. Dalam masalah-masalah teknik kita bertanya kepada para Insinyur
teknik dan dalam masalah kedokteran dan pengobatan kita bertanya kepada dokter
dan apoteker. Dan dalam masalah agama
kita bertanya kepada para ulama agama yang terpercaya.
Jika Demikian Apa Makna Bahwa Al-Qur’an Adalah Penyembuh ?
Al-Qur’an sendiri yang menjelaskan pengertian
penyembuhan yang disebutkan secara mutlak dalam beberapa ayat dan kemudian
diikat dalam ayat lain yaitu firman Allah : “Hai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dengan penyembuh bagi penyakit-penyakit
yang berada dalam adanya dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang zalim”(Q.S
Yunus 57).
Hal tersebut menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah
penyembuh bagi penyakit hati seperti keraguan, kebingungan kebutaan mata hati,
kegelisahan, kesedihan, ketakutan dan goncangan jiwa. Oleh karena itu di antara
doa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah : “ Ya Allah,
jadikanlah Al-qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dadaku, penawar kesedihanku dan penghilang kegelisahan serta kesulitanku ”.
Semua perkara yang diduakan itu mempunyai makna
maknawi yang immateri mengubah hubungan dengan hati dan dada bukan tubuh dan
anggota tubuh. Al-Qur’an tidak diturunkan Allah untuk mengobati penyakit fisik,
namun manusia mengobati penyakit fisik mereka sesuai dengan ilmu pengetahuan
yang diletakkan oleh Allah dalam semesta yang dikatakan oleh Al-qur’an sebagai
sunnah atau aturan yang berlaku dalam makna yang tidak mungkin berubah atau
digantikan. Terima kasih