KeislamanTokoh

Pemikiran Syekh Nuruddin Ar-Raniri

3 Mins read

Kuliahalislam. Syekh Nuruddin ar-Raniri wafat 22 Zulhijah 1069/21 Sepetember 1658 M. Dia adalah seorang ulama besar, penulis, ahli fiqih, dan syekh Tarekat Rifaiah di India yang menetap di Aceh. Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad bin Hamid ar-Raniri al-Quraisyi asy-Syafi’i.

Ia lahir sekitar pertengahan kedua abad ke-16 di Ranir ( sekarang Rander) dekat Surat, Gujarat, India. Pendidikan awal dalam masalah keislaman, ia peroleh di tempat kelahirannya sendiri. Kemudian dia melanjutkan pendidikan ke Tarim, Arab Selatan. Kota ini adalah pusat studi ilmu keislaman pada masa itu.

Sebelum kembali ke India, dia menunaikan ibadah haji dan ziarah ke makam Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada tahun 1621 M (1030 H). Setelah beberapa tahun mengajar agama Islam dan diangkat sebagai seorang syekh Tarekat Rifaiah di India, dia mulai merantau ke Nusantara dengan memilih Aceh sebagai tempat menetap. Dia tiba di Aceh pada tanggal 31 Mei 1637 M bertepatan dengan 6 Muharram 1047 H.

Belum tahu pasti sebab-sebab yang mendorong dia merantau ke Aceh. Diduga kedatangannya ke Aceh adalah karena Aceh ketika itu sedang berkembang menjadi pusat perdagangan, kebudayaan dan politik serta pusat studi Agama Islam di kawasan Asia Tenggara, menggantikan Malaka yang telah jatuh ke dalam kekuasaan Portugis; mungkin juga karena dia mau mengikuti jejak pamannya yaitu Syekh Muhammad Jailani bin Hasan bin Muhammad Hamid ar-Raniri, yang telah tiba di Aceh pada tahun 1588 M.

Sebelum menetap di Aceh Ia dikenal sebagai seorang ulama dan penulis yang produktif. Dia banyak menulis kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu keislaman seperti fiqih, hadis, aqidah, sejarah, mistik, filsafat perbandingan agama dan lainnya.

Baca...  Menguak Kontroversi Wali dalam Islam: Perspektif Rasional Rashid Ridha

Yang menonjol dalam tulisan-tulisannya adalah dia selalu menyebutkan sumber kutipan untuk memperkuat argumen yang ia kemukakan. Sebagai ahli fiqih, buku tulisannya yang terkenal adalah “As-Sirat al-Mustaqim (Jalan Lurus)”. Buku ini membicarakan berbagai masalah ibadah antara lain salat, puasa dan zakat.

Syekh Nuruddin ar-Raniri adalah salah satu seorang ulama yang berjasa dalam menyebarluaskan bahasa Melayu di kawasan Asia Tenggara. Karya-karya yang ditulis dalam bahasa Melayu membuat bahasa ini semakin populer dan menjadi bahasa Islam kedua setelah bahasa Arab.

Bahkan, ketika itu, jalan yang paling mudah bagi setiap orang Islam untuk mengetahui ajaran agamanya adalah dengan mempelajari bahasa Melayu agar dapat membaca kitab-kitab agama yang tertulis dalam bahasa tersebut. Kitab yang ditulis oleh Syekh Nuruddin ar-Raniri sangat terkenal dan dikenal luas oleh umat Islam di kawasan Asia Tenggara.

Bersama dengan itu pula, bahasa Melayu tersebar luas sebagai “Lingua Franca”. Hubungan baik Syekh ar-Raniri dengan Sultan Iskandar Sani di Aceh memberi peluang kepadanya untuk mengembangkan ajaran dan paham mistik yang dibawanya.

Peluang itu lebih berkembang lagi, terutama setelah ia diangkat sebagai Mufti Kerajaan Aceh. Dia menentang paham Wujudiyyah yang berkembang di Aceh pada saat itu, suatu paham yang dikembangkan oleh Hamzah Fansuri bin Syamsudin as Sumartani, yang keduanya mengikut pemikiran dan ajaran Ibnu Arabi.

Untuk menyanggah pendapat dan paham Wujudiyyah Hamzah Fansuri, dia menulis beberapa kitab antara lain Asrar al-‘Arifin (Rahasia Orang yang Mencapai Pengetahuan Sanubari), Syarab al-‘Asyiqin (Minuman Para Kekekasih), dan al-Muntahi (Pencapai Puncak).

Di samping itu dia juga menyanggah ajaran Hamzah Fansuri melalui polemik-polemik terbuka dengan para pengikut paham Wujudiyyah. Ar-Raniri menentang ajaran Wujudiyyah karena dia menganggap ajaran tersebut berasal dari ajaran Pantheisme Ibnu Arabi yang kemudian dianut dan dikembangkan oleh Hamzah Fansuri dan Syamsudin as-Sumatrani, yaitu paham : kesatuan wujud Tuhan dengan makhluk dan perbedaan antara syariat dan hakikat.

Baca...  Gus Ulil Teologi Asy'ariyah (1): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

Terhadap masalah pertama yang menyatakan keesaan Tuhan dengan makhluk, Syekh Nuruddin menjelaskan bahwa jika Tuhan dan makhluk, hakikatnya adalah satu maka jadilah semua makhluk itu adalah Tuhan dan dengan sifat-sifat ketuhanannya dia akan dapat mengetahui segala yang ada di langit dan di bumi dan berbuat apa saja yang dikehendakinya.

Menurutnya, hal ini mustahil terjadi pada manusia. Lebih lanjut, dia mengemukakan bahwa ajaran yang menyatakan : ” Wujud Allah itu adalah wujud makhluk dan wujud makhluk adalah wujud Allah”, mengandung empat kemungkinan yang mustahil terjadi pada Allah yaitu pertama, Intiqal artinya wujud Allah berpindah kepada makhluk seperti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain.

Kedua, Ittihad artinya dua wujud menjadi satu seperti bersatunya emas dengan tembaga. Ketiga, Hulul artinya wujud Allah masuk ke dalam makhluk seperti air masuk ke dalam kendi. Keempat, Ittisal yaitu wujud Allah berhubungan dengan makhluk seperti manusia dengan anggotanya.

Mengenai masalah kedua yaitu bahwa syariat berbeda dengan hakikat dan karena itu perbedaan Tuhan dengan makhluk hanya dari segi syariat, bukan dari segi hakikat, Syekh Nuruddin menolaknya dengan mengemukakan sejumlah pandangan dari para ulama yang menyatakan kaitan yang sangat erat antara syariat dengan hakikat

Pengetahuan Syekh Nuruddin ar-Raniri sangat luas dan tidak terbatas hanya dalam pengetahuan keislaman. Ilmunya juga mencakup berbagai pengetahuan umum seperti filsafat, sejarah dan perbandingan agama.

132 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
EsaiFilsafatKeislaman

Dakwah, Pilar Esensial dalam Menjaga Keutuhan Sosial

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM- Kewajiban berdakwah amar maruf nahi munkar (menyeru kebaikan, mencegah keburukan) bukan sekadar ritual normatif dalam Islam, melainkan merupakan manifestasi nyata dari…
KeislamanPendidikanSejarah

Kejayaan Dan Keruntuhan Kesultanan Malaka

6 Mins read
Kuliahalislam.Kesultanan Malaka merupakan Kesultanan yang terletak di Semenanjung Malaka ( sekarang Malaysia). Kesultanan ini menjadi pusat perniagaan terbesar di Asia Tenggara pada…
KeislamanTokoh

Kisah Hidup Abu Hurairah

4 Mins read
Kuliahalislam.Abu Hurairah wafat di Madinah tahun 57 H/675 Masehi. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Sakhradalah. Sahabat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights