Pemikiran dan Gerakan Pembaruan Islamisasi Pengetahuan Prof. Ismail Raji Al Faruqi
KULIAHALISLAM.COM – Prof.
Ismail Raji Al Faruqi lahir di Jaffa, Palestina 1 Januari dan wafat 27 Mei 1986
di Philadelphia, Amerika Serikat. Ia merupakan Ilmuwan muslim terkemuka dan
pendiri pengkajian pusat Pengkajian Islam di Temple University, Philadelphia,
Amerika Serikat.
Ismail Raji Al Faruqi merupakan tokoh pembaruan Islam dan
tokoh PAN Islamisme. Ia dilahirkan di Jaffa, Palestina ketika Palestina masih
merupakan bagian dari Arab sebelum dijajah Zionis.
Pendidikan awalnya dilaluinya
di College des Freres di Libanon sejak tahun 1926 sampai 1936. Dia kuliah
pertama kali di American University di Beirut sampai mencapai gelar sarjana muda.
Ia pernah menjabat sebagai Gubernur Galilea yang terakhir sebelum jatuh ke
tangan Zionis. Selanjutnya, ia pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1948.
Dan pada tahun 1949, Ismail Raji Al Faruqi
meraih gelar MA dalam bidang filsafat di Indiana University dan mendapat gelar kedua
kalinya di Harvard University dengan judul Tesis : On Justifiying the Good: Metaphysic and Epistemology of
Value (Tentang Pembenaran Kebaikan: Metafisika dan Epistimologi
Nilai).
Selanjutnya ia mendapatkan gelar
Doktor di Indiana University. Setelah itu, ia memperdalam ilmu pengetahuan Keislaman di Universitas Al Azhar, Mesir selama empat tahun.
Setelah
selesai studi di Kairo, ia memberi kuliah di McGill University, Montreal, Kanada pada tahun 1959. Pada tahun 1961, ia pindah ke Karachi, Pakistan karena
terlibat dalam kegiatan Central Institute for Islamic Research dengan jurnalnya
Islamic Studies.
Pada tahun 1963, ia kembali ke Amerika Serikat dan memeberi
kuliah di Fakultas Agama di University of Chicago dan selanjutnya pindah ke
program pengkajian Islam di Syracus University, New York.
Pada
tahun 1968 ia pindah ke Temple University sebagai Guru Besar Agama dan
mendirikan Pusat Pengkajian Islam. Ia terus memberi kuliah di Temple University
sampai ia terbunuh.
Di samping itu ia juga menjadi Dosen luar biasa di Mindanao
State University, Marawi City di Filipina dan Universitas Islam di Qom, Iran.
Dia adalah perancang utama kurikulum The American Islamic College Chicago,
Amerika Serikat.
Prof.
Ismail Raji Al Faruqi banyak terlibat dalam perencanaan program pengkajian
Islam di berbagai negara di dunia seperti Libya, Arab Saudi, Pakistan, Afrika
Selatan, India, Malaysia, dan Mesir. Ia juga duduk di delapan jurnal ilmiah
sebagai anggota Dewan Redaksi.
Dia banyak menerima penghargaan karena prestasi
ilmiahnya itu. Ia menulis lebih dari dua puluh buku dan seratus artikel.
Diantara bukunya yang terkenal adalah Christian Ethics (Etika Kristen), A
Historical Atlas of the Religion of the World (Atlas Historis Agama Dunia),
Trialogue of Abrahamic Faiths (Trilogi Agama-Agama Abrahamis), The Culturtal
Atlas of Islam (Atlas Budaya Islam), Tauhid yang sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh penerbit Mizan.
Ketidakadilan
dan kezaliman yang dilakukan Zionis menurutnya begitu rumit, begitu majemuk dan
begitu gawat sehingga tidak ada cara menghentikannya tanpa suatu kekerasan
peperangan. Dalam hal ini negara Zionisme harus dihancurkan dan orang Yahudi
tetap diberi hak untuk bermukim dimanapun. Ismail Raji Al Faruqi sangat anti
Zionisme. Hal ini membuat Amerika dan Isarel dan Yahudi membencinya.
Di
Amerika tersebar gerakan Anti-Arab yang dilakukan kelompok Liga Pembebasan
Yahudi dan Organisasi Pembela yahudi. Dalam suasana meningkatnya anti Arab,
Prof. Ismail Raji Al Faruqi dan isterinya yang bernama Prof. Dr. Louis Lamya Al Faruqi terbunuh dirumahnya karena diserang oleh kelompok misterius pada
tengah malam 27 Mei 1986.
Lois Lamya merupakan Guru Besar di Temple University
dan telah menulis beberapa buku diantaranya adalah “The Cultural Atlas of Islam
(Edisi terjemahan: Atlas dan Budaya Islam)” yang ditulis bersama Prof. Ismail
Raji Al Faruqi, kemudian buku “Status of Women in Islam” dan karya tulis
lainnya.
Kematiannya
misterius samahalnya yang dialami Dr. Ali Syariati sang tokoh besar pembaruan
Islam dari Iran. Untuk mengenang jasa-jasanya dan pemikirannya, maka Organisasi
Masyarakat Islam Amerika Utara (ISNA) mendirikan The Ismail and Lamya Al Faruqi
Memorial Fund yang bermaksud mencetuskan Islamisasi pengetahuan yang
dicetuskannya.
Mengapa Harus Islamisasi
Pengetahuan ?
Prof.
Ismail Raji Al Faruqi menyatakan bahwa kita telah menyaksikan kebangkitan
kesadaran Islam di seluruh dunia, serta perjuangan-perjuangan penting dari sebagian ummat untuk memperoleh
kemerdekaan.
Akan tetapi dalam abad ini juga kita menyaksikan kemunduran besar
yang rata-rata menimpa ummat yakni kecerobohan mereka untuk begitu saja
menerima kebudayaan asing. Hal ini akan membawa kita kepada Deislamisasi
terhadap masyarakat Islam dan demoralisasi terhadap lapisan lainnya.
Pandangan
Islam menjadi kabur karena pandangan-pandangan lain yang kita terima dari
Kolonial. Yang membantu penyebaran pandangan asing ini adalah sistem pendidikan
yang terbelah atas dua cabang yang pertama sistem modern dan yang kedua adalah
sistem Islam.
Dikotomis sistem ini adalah lambang kejatuhan kaum Muslimin. Di
masa lampau banyak tokoh-tokoh Islam yang melakukan reformasi terhadap sistem
pendidikan Islam dengan cara menambahkan ilmu pengetahuan yang dipelajari
Barat.
Tokoh
yang melakukan reformasi ini diantaranya adalah Sayyid Ahmad Khan dari India
dan Muhammad Abduh dari Mesir. Presiden Mesir yaitu Jamal Abd. Nasher
menyempurnakan strategi ini dengan mengubah Al Azhar menjadi sebuah Universitas
Modern.
Usaha-usaha reformasi pendidikan ini menemui kegagalan sebab menurut
Ismail Raji Al Faruqi, mereka hanya asal tiru saja. Ilmu pengetahuan modern
dari Barat dimasukan ke kurikulum pendidikan Islam tetapi pendidikan Islam yang
selama ini buruk dibiarkan begitu saja.
Prof.
Ismail Raji AlFaruqi menyatakan bahwa setiap disiplin ilmu harus ditempa ulang
dengan menggunakan “Sumbu Tauhid”. Sumbu pertama adalah kesatuan pengetahuan.
Berdasarkan kesatuan pengetahuan ini segala disiplin harus mencari obyektif
yang rasional, pengetahuan yang kritis mengenai kebenaran. Dengan demikian
tidak ada lagi pernyataan bahwa beberapa Sains bersifat aqli (rasional) dan
yang lainnya bersifat naqli (tidak rasional).
Sumbu
yang kedua adalah kesatuan hidup. Segala disiplin ilmu harus menyadari dan
mngabdi kepada tujuan penciptaan. Dengan demikian tidak ada lagi pernyataan
bahwa beberapa disiplin ilmu sarat nilai dan yang lainnya bebas nilai.
Sumbu
yang ketiga adalah kesatuan sejarah. Dengan demikian tidak ada lagi pembagian
pengetahuan kedam sains-sains yang bersifat individual dan sains-sains yang
bersifat sosial sehingga semua disiplin tersebut bersifat humanitis dan
ummatis.
Malaise yang Dihadapi
Umat Muslim
Prof.
Ismail Raji Al Faruqi menyatakan bahwa dunia ummah Islam saat ini berada di
anak tangga bangsa terbawah. Di dalam abad ini, tidak ada kaum lain yang
mengalami kekalahan atau kehinaan seperti yang dialami kaum Muslimin. Mereka dibantai,
dijajah, disekulerkan, diwesternisikan dan dideislamisasikan oleh agen-agen
musuh.
Keadaan pendidikan Dunia Islam saat ini
terburuk karena sistem pendidikan yang sekuler memegang proporsi yang sangat
besar dan mencampakan sistem Islam.
Mengenai dunia Islam sendiri yang diketahui
hanyalah pertentangan dan perpecahan, peperangan, kekayaan yang
berlimpah-limpah dan kemiskinannya yang keterlaluan, bencana kelaparan dan
wabah kolera. Di front politik, kondisi umat Muslim terpecah-pecah, kekuatan
kolonial telah berhasil memecahkan ummah. Setiap pemerintahan Islam mempergunakan
kekayaan dan energinya hanya untuk menjaga kekusaannya.
Di
front ekonomi, ummah belum maju dan terbelakang. Di dalam kebutuhan-kebutuhan
hidup yang bersifat strategis, makanan-makanan pokok, pakaian, energi dan
perlengkapan militer, tidak ada negara Islam yang mampu mencukupi dirinya
sendiri. Setiap negara akan mengalami bencana ketika negara kolonial karena
alasan tertentu ingin menghentikan perdagangan yang tidak menguntungkan
dengannya.
Di
dalam kebanyakan kasus, industri-industri baru di dunia Islam tidak
dimaksudkan untuk memenuhi hal-hal yang sangat mereka butuhkan tetapi untuk
memenuhi kebutuhan yang sepele yang diciptakan oleh advertensi yang intensif
pihak kolonial.
Bagi kolonial, pemenuhan kebutuhan agrikultural oleh kaum
Muslimin sendiri adalah musuh nomor satu. Kekayaan minyak yang telah
dianugerahkan Allah kepada beberapa negara Islam ternyata tidak merupakan
nikmat seperti yang seharusnya.
Di front Religio-Kultural, abad-abad kemerotan
kaum Muslimin telah menyebabkan berkembangnya buta huruf, kebodohan dan
takhayul di antara mereka. Hal ini menyebakan seorang muslimin yang awam lari
ke dalam keyakinan yang buta, bersandar pada literalisme dan legalisme atau
mengarahkan jiwanya kepada “Syekhnya”.
Pemimpin-pemimpin muslim yang telah
mengalami westrenisasai tidak mengetahui bahwa cepat atau lambat,
program-program mereka akan merobohkan
agama Islam dan kultur warganya.
Hubungan
di antara manifestasi-manifestasi dari produktifitas dan kekuatan Barat
mengenai Tuhan, manusia, hidup, alam, dunia. Waktu dan sejarah terlampau halus
untuk dapat dinikmati mereka atau untuk mereka perduli.
Suatu sistem pendidikan
yang sekuler dibangun dan disini diajarkan nilai-nilai dan metode Barat. Maka
mengelirlah ke dalam masyarakat generasi lulisan sistem pendidikan yang tidak
mengetahu khazanah keislaman.
Negara-negara
Islam bangga dengan bouleverd baru yang dibuka diibukota-ibukota mereka yang
penuh dengan perkantoran atau apartemen
yang menjulang tinggi ala Barat tetapi mereka tidak merasa malu dengan kejorokan dan kejorokan dari desa-desa dan kota-kota daerah lain. Di kota-kota
besar, arsitektur Islam mati dan perencanaan kota Islam tidak ada.
Di front pendidikan, pendidikan di dunia Islam
terbagi atas bagian yang modern dan bagian klasik. Bagian Kurikulum yang Islam
tetap tidak diubah penyebabnya karena konservatisme dan kepentingan peribadi
atau karena rencana sekularis agar bagian kurikulum tersebut tidak pernah
berhubungan dengan realitas dan modernitas sehingga para lulusannya tidak mampu
bersaing terhadap lulusan dari lembaga-lembaga pendidikan sekuler.
Semua telah
dipikirkan dan direncanakan oleh ahli strategi kolonial. Selain itu masalah
rendahnya mutu lembaga pendidikan di dunia Islam merupakan masalah yang tidak
terpecahkan.
Pendidikan
di Dunia Islam tidak memeiliki ketajaman wawasan saat ini. Pemimpin-pemimpin
pendidikan di dunia Islam adalah orang-orang yang tidak mempunyai wawasan Islam,
tanpa kultur dan tidak didorong cita-cita Islam.
Di setiap negara Islam, mahasiswa yang memasuki perguruan tinggi memiliki pengetahuan yang sedikit
mengenai Islam. Di sisi lain, banyak Muslim yang hanya puas dan merasa cukup
ketika telah lulus dan meraih gelar sarjana serta mendapatkan posisi penting
dan menguntungkan padahal mereka tidak memiliki ketajaman wawasan Islam.
Pendidikan
Barat di Dunia Islam telah berubah
menjadi sebuah karikatur dan prototipe Barat. Materi-materi dan metodologi yang
kini diajarkan di Dunia Islam adalah jiplakan dari materi-materi dan
metodologi Barat namun tidak mengandung wawasan Keislaman yang tajam.
Tanpa
disadari, materi-materi dan metodologi yang hampa ini memberi pengaruh jelek
mendeislamisasikan siswa. Materi dan metodologi tersebut membuat para lulusan Universitas dunia Islam sebagai mahasiswa yang menginjak tahap sophomore, mereka mengira tahu
tetapi sesungguhnya yang mereka ketahui hanya sedikit sekali.
Tugas
berat yang dihadapi ummat adalah memecahkan masalah pendidikan. Tidak ada
harapan akan kebangkitan umat Muslim kecuali sistem pendidikan diubah dan
kesalahan-kesalahannya diperbaiki.
Dualisme pengetahuan terjadi dalam umat
Islam saat ini. Umat Muslim membagi ilmu
pengetahuan menjadi sistem Islam dan sistem sekuler. Padahal sejatinya kedua
sistem itu harus dipadukan secara integral dan sistem yang ditimbulkannya harus
diisi dengan semangat Islam. Sistem pendidikan Islam yang terdiri dari madrasah-madrasah, jami’ah-jami’ah harus dipadukan dengan sistem sekuler.
Perpaduan
ini harus merupakan kesempatan yang tepat untuk menghilangkan
keburukan-keburukan masing-msing sistem seperti tidak memadainya buku-buku,
guru-guru yang tidak berpengalaman di dalam sistem yang tradisional dan
peniruan metode-metode dan ideal-ideal Barat sekuler di dalam sistem yang sekuler.
Dengan perpaduan kedua sistem pendidikan ini, pengetahuan Islam akan menjadi
pengetahuan tentang sesuatu yang langsung berhubungan dengan kehidupan kita
sehari-hari di dunia ini, sementara pengetahuan modern akan bisa kita bawa
dalam kerangka sistem Islam.
Kekurangan Metodologi Tradisional
Setelah
serangan pasukan Tartar dan Paukan Salib dari Barat, pemimpin-pemimpin Muslim
banyak yang kehilangan akal dan tidak mempunyai keyakinan pada diri sendiri
karena berpikir bahwa dunia mereka telah mengalami bencana sehingga mereka
menjaga identitas mereka sebagai “Islam”.
Namun mereka melarang segala bentuk inovasi
dan mengemukakan ketaatan fanatik secara harfiah kepada Syariah. Mereka
mencanangkan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Mereka memperlakukan Syariah
sebagai hasil karya yang sempurna dari para leluhur dan menayatakan bahwa
penyimpangan terhadap syariah adalah inovasi dan setiap inovasi terkutuk.
Akibat
ditutupnya pintu ijtihad, syariah menjadi beku. Mereka membatasi orang
yang boleh berijtihad hanya orang yang memenuhi syarat yaitu
penguasaan bahasa Arab, penguasaan ayat-ayat hukum di dalam Alquran dan Sunnah
seperti Sahabat-sahabat Nabi, Imam-imam
pendiri Mazhab dan faqih-faqih di zaman klasik secara parktisnya juga
menguasai semua disiplin kesusasteraan, hukum, astronomi dan pengobatan.
Mereka adalah tokoh-tokoh yang mengetahui
bahwa Islam tidak hanya merupakan hukum tetapi juga sebagai ideal dan teori,
sebagai sebuah sistem pemikiran dan kehidupan yang dihayati oleh berjuta-juta
manusia di dalam praktik yang aktual. Sudah pasti jika syarat-syarat itu harus
terpenuhi untuk menjadi seorang Mujtahid maka tidak ada yang cukup untuk
memenuhi tanggung jawab itu saat ini.
Di
dalam sistem tradisional itu sendiri, telah dilakukan beberapa usaha
reformasi. Yang berani di antara usaha-usaha ini dilakukan oleh Muhammad Abduh
dan gurunya Jamaluddin Al Afghani.
Mereka berdua menyerukan kembali pintu ijtihad namun usaha ini masih gagal karena syarat tradisional yang harus
dipenuhi oleh para Mujtahid tidak berubah dengan demikian mempersempitkan
praktik ijtihad kepada lulusan madrasah tradisional saja yang kedua adanya
pemahaman bahwa seorang Mujtahid hanya orang yang menerjemahkan semua masalah
ke dalam tema hukum.
Usaha
reformasi membuka ijtihad ini dipersempit lagi dengan kenyataan bahwa para
Mujtahid itu hanya mengkonsentrasikan usahanya kepada keputusan ahli-ahli hukum
sehubungan dengan adanya aksi-aksi spesifik yang telah dilakukan kaum Muslimin
atau yang hendak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana
masa lampau, ahli fikih atau Mujtahid tradisional tidak dapat melihat suatu
masalah secara utuh, ia hanya dapat menentukan kesesuaian yang eksak dari
perbuatan-perbuatan tertentu dengan norma-norma yang telah dispesifikasikan
di dalam suatu Mazhab.
Situasi yang seperti ini memerlukan metodologi baru
untuk membuka pengetahuan kita tentang ushul atau sumber-sumber pengetahuan
Islam. Para Mujtahid tradisional tidak sanggup menyusun metodologi yang
demikian ini.
Prinsip-Prinsip Keesaan Allah dalam Metodologi Islam Menurut Prof. Ismail Raji’Al Faruqi
Ismail
Al Faruqi menyatakan bahwa Keesaan Allah adalah prinsip pertama dari agama
Islam dan setiap sesuatu yang Islamiah. Itulah prinsip bahwa Allah adalah Allah
dan bahwa Dia adalah tunggal secara mutlak, trasenden secara mutlak dan secara
metafisis dan axialogis tertinggi.
Bahwa setiap sesuatu yang selain daripada Dia adalah terpisah dan
berbeda dari Dia. Dia adalah sang pencipta dengan perintah-Nya semua bisa
terjadi. Segala kebaikan dan kebahagian seperti hanya segala kehidupan dan
energi adalah kerunia-karunia-Nya.
Di
dalam kehidupan Islam, hal-hal ini diakui dan dipergunakan dengan cara demikian
sementara di dalam pemikiran Islam, Dialah sebab (cause) yang pertama dan
terakhir dari setiap sesuatu.
Dengan demikian sifat dan aktivitas-Nya adalah
prinsip-prinsip konstitutif dan regulatif yang pertama dari semua pengetahuan. Pengetahuan
Islam memandang setiap obyek pengetahuan sebagai penyempurnaan tujuan yang
dikehendaki Allah.
Langkah-langkah yang Diperlukan Untuk Mencapai Proses
Islamisasi Pengetahuan
1. Penguasaan
Disiplin Ilmu Modern : Penguaraian Kategoris
Prof. Ismail Al Faruqi menyatakan bahwa sebagai
langkah pertama untuk mencapai proses Islamisasi dengan menguasai berbagai
disipin ilmu modern yang berasal dari Barat. Disiplin ilmu modern harus
dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip,
metodologi-metodologi, problem-problem dan tema-tema.
Penguraian tersebut
harus mencerminkan daftar isi sebuah buku pelajaran dalam bidang metodologi
disipilin ilmu yang bersangkutan atau silabus-silabus kuliah disiplin ilmu
tersebut seperti yang harus dikuasai Mahasiswa.
Penguraian tersebut tidaklah berbentuk judul-judul,
bab dan tidak pula ditulis dalam istilah teknis. Hasil uraian tersebut harus
berbentuk kalimat-kalimat yang memperjelas istilah teknis, menerangkan
ketegori, prinsip, problema dan tema pokok disiplin ilmu Barat dalam puncaknya.
2. Survei
Disiplin Ilmu
Setiap
disiplin ilmu harus disurvei dan esai-esai harus ditulis dalam bentuk bagan
mengenai asal-usul dan perkembangannya beserta pertumbuhan metodologinya,
perluasaan cakrawala wawasannya dan tak lupa sumbangan-sumbangan pemikiran yang
diberikan oleh para tokoh utamanya.
Bibliografi dengan keterangan singkat
daripada karya-karya terpenting di bidang itu harus dicantumkan sebagai penutup
dari masing-masing disiplin ilmu. Tulisan itu juga harus mengandung daftar
berkategori dan berurutan dari buku dan
artikel utama yang dibaca seorang calon Sarjana dalam rangka pengusaan disiplin
ilmu tersebut secara tuntas.
Langkah ini bertujuan untuk
memantapkan pemahaman Muslim akan didiplin ilmu yang dikembangkan dunia Barat. Ilmu-ilmu
di Barat dewasa ini telah menjadi beraneka sisi sebagai akibat adanya ledakan
pengetahuan maka kini sudah saatnya bagi ilmuwan-ilmuwan Islam untuk menyelami
disiplin ilmu dari Barat itu sampai pada dasarnya dan kemudian bersepakat
mengenai identitas, sejarah, topografi dan garis depan daripada obyek yang akan
diislamkan.
3. Pengusaan
Khazanah Islam
Sebelum menyalami seluk-beluk
relevansi Islam bagi suatu disiplin ilmu modern, perlu ditemukan sampai berapa
jauh khazanah ilmiah Islam menyentuh dan membahas obyek didplin ilmu tersebut.
Warisan ilmiah para ilmuwan Islam kita terdahulu perlu dipakai sebagai titik
awal usaha untuk mengIslamisasikan ilmu-ilmu modern. Proses Islamisasi
ilmu-ilmu modern akan menjadi miskin jika kita tidak menghiraukan khazanah dan
memanfaatkan pandangan-pandangan tajam para ilmuwan terdahulu.
Ilmuwan Muslim yang terdidik dalam dunia
pendidikan Barat sering kali gagal karena ketidakmampuan memahami khazanah
ilmiah Islam hal ini karena ia tidak mengenal ketegori-kategori khazanah ilmiah
Islam yang digunakan oleh Ilmuwan Muslim tradisional untuk mengklasifikasi
obyek disiplin ilmu yang ditekuninya itu.
Lagipula, Ilmuwan Muslim didikan gaya
Barat biasanya tidak mempunyai waktu ataupun energi yang dibutuhkan untuk penjajakan
khazanah ilmiah Islam yang begitu kaya dan luas itu dengan berhasil.
4. Pengusaan
Khazanah Ilmiah Islam Tahap Analisa
Untuk dapat mendekatkan karya-karya
hasil khazanah ilmiah Islam dengan para Ilmuwan Muslim yang terdidik dalam cara
Barat, kita perlu melakukan sesuatu yang lebih besar daripada sekadar
menyajikan berhalam-halaman bahan dalam bentuk antalogi.
Para ilmuwan tradisional pendahulu
kita telah bekerja menyoroti permasalahan yang dihadapinya dengan khazanah
Islam. Untuk dapat memahami kristalisasi wawasan Islam mereka, karya mereka
perlu dianalisa dengan latar belakang sejarah dan kaitan antara masalah yang
dibahas dengan berbagai bidang kehidupan manusia perlu diidentifikasi dan
diperjelas.
5. Survei
Masalah yang Dihadapi Umat Islam
Dibangunkan dari tidurnya, umat Islam sekarang
dihadapkan pada setumpuk permasalahan di semua bidang kehidupan. Masalah-masalah
ekonomi, sosial, politik yang dihadapinya sekarang tak lebih dari puncak gunung es yang berupa semua perangkat sebab,
manifestasi, dialektika dengan fenomena dari akibat permasalahan yang dihadapi
ummat, membutukan survei empiris dan analisa kritis.
Kearifan yang dikandung setiap disiplin ilmu harus
dihadapkan dan dimanfaatkan untuk menanggulangi permasalahan umat Islam agar
kaum Muslimin dapat memahaminya dengan benar, menilai dengan tepat pengaruhnya
pada kehidupan umat serta memetakan dengan teliti semua pengaruh yang dapat
diberikannya pada tujuan dunia Islam.
Tak seorang Ilmuwan Muslim pun boleh
membatasi ilmunya dalam suatu menara gading kemurnian yang hanya memuaskan keinginan intelektualnya lepas dari
kenyataan dan harapan serta aspirasi ummat Islam secara keseluruhan.
Doa pada Allah untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat
harus diterapkan dalam upaya menuntut ilmu dengan memalingkan pandangan kita
pada masalah-masalah uang ada di tangan ummat.
Editor: Adis Setiawan