KULIAHALISLAM Imam Abu Hasan Al-Asy’ari adalah
Ulama besar Dunia Islam hingga kini. Nama aslinya adalah Abu Al-Hasan Ali bin
Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Amir
Al-Basrah Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa Abdullah bin Qais bin Hadhari
Al-Asy’ari Al-Yamani Al-Mishr (sahabat Rasulullah Muhammad Shallallahu alahi
wasallam). Sedangkan Al-Asy’ari adalah anak cucu dari seorang sahabat
Rasulullah ternama Abu Musa Al-Asy’ari. Imam Abu Hasan Al-Asy’ari lahir di
Al-Basrah dan bergabung dengan Mutazilah sehingga ia meninggalkan tanah
kelahirannya dan menetap di Baghdad.
Gambar Ilustrasi oleh Deutsch Ludwig
Imam Abu Al-Hasan al-Asy’ari
merupakan Ulama yang mengusung bendera ilmu pengetahuan dalam setiap medan dan
tulisan-tulisannya dan termasuk Ulama yang mampu mengomparasikan antara
berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan seni. Al-Khatib Al-Baghdadi mengatakan “
Abu Al-Hasan Al-Asy’ari merupakan ahli ilmu kalam yang memiliki beberapa
karya tulis dalam membantah dan menyerang kaum Atheis dan golongan Mu’tazilah,
Syiah, Jahmiyah, Khawarij dan semua golongan Bid’ah”.
Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa :
“ Al-Allamah Abu Al-Hasan adalah pemimpin Ulama ilmu kalam. Ia sangat cerdas
dan memiliki pemahaman yang kuat dan baik. Ketika melepaskan diri dari kelompok
Muktazilah dan mengetahui jati diri mereka, maka beliau memebencinya dan
melepaskan diri darinya. Ia berdakwah kepada masyarakat dan bertaubat kepada
Allah darinya. Lalu giat menyerang dan melawan pemikiran Mutazilah dan
menghancurkan prinsip-prinsip mereka”.
Al-Qadhi mengatakan bahwanya “ Abu
Hasan mempersembahkan beberapa karya tulis kepada Ahlusunnah, membangun
Hujjah-Hujjah untuk meneguhkan pokok-pokok pikiran Ahlusunnah dan yang
ditentang dan ditolak orang-orang Bid’ah mengenai sifat-sifat Allah,
ru’yatullah, firman-Nya yang qadim, kekusaann-Nya dan berbagai perkara yang
hanya bisa diketahui melalui Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah seperti tentang
Shiratul Mustaqim, timbangan amal, Syafa’ah, cobaan dalam alam kubur yang
ditolak kaum Mu’tazilah dan kelo kelmpok bidah lainnya”.’Adapaun Ibnu
Asakir menulis buku tentangnya dan membela dan memujinya. Ia menobatkan Imam
Al-Asy’ari sebagai salah seorang reformis Islam.
Fase-Fase Pembaharuan Islam Imam Abu
Al-Hasan Al-Asy’ari
Fase pertama dilaluinya dalam
lingkungan Mutazilah dan berpegang teguh pada keyakinan dan pemikiran
Mutazilah. Dia senantiasa mendampingi gurunya Al-Juba’I hingga berusia empat
puluh tahun. Fase kedua, setelah keluar dari Mutazilah, maka ia bergabung dengan
kelompok Abdullah bin Sa’id bin Kilab al-Bashri dan menggunakan metode
pemikirannya. Ia menggunakan rumusan pemikiran yang disusun oleh Abdullah bin
Kilab.
Imam Ibnu Taimiyah mengatakan : “ Abu
Hasan al-Asy’ari ketika kembali dari keyakinan Mu’tazilah maka ia menggunakan
metode pemikiran Abu Muhammad bin Kilab”. Fase ini ditandai dengan bukunya
yang berjudul “ Al-Lam’ fi Ar-Radd Ala Ahl Az-Zaighwa Al-Bida”. Pada
awalnya Ibnu Kilab meyerang dan melawan Mutazilah dan Al-Jahmiah akan tetapi
dalam perkembangannya bid’ah mulai menyelimuti metodenya. Ibnu Kilab membentuk
mazhab baru dimana ia menggabungkan antara metode berhaluan Ahlusunnah dan
Ulama Salaf dengan metode yang berhaluan Mutazilah dan Jahmiyah.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
sebelum munculnya Muhammad bin Kilab, masyarakat Muslim terbagai menjadi dua
golongan yaitu Ahlusunnah wal jamaah yang menetapkan dan mengakui adanya
sifat-sifat dan perbuatan yang dikehendaki-Nya dan menentukannya. Sedangkan
Mutazilah dan Jahmiyah menolak ini dan itu. Lalu Muhammad bin Kilab mengakui
sifat-sifat-Nya akan tetapi menolak kehendak dan kekuasaan Allah.
Fase Ketiga, Imam Abu Hasan
Al-Asy’ari menggunakan metode Muhammad bin Kilab untuk membantah pemikiran
Mutazilah akan tetapi Allah melimpahkan anugerahnya kepadanya dengan menunjukan
kepadanya kebenaran. Allah menistiskan cahaya dan jiwa pada pandangannya yaitu
dengan kembali kepada Mazhab Ahlusunnah secara total. Akhirnya ia menyerukan
kepada jalan ulama Salaf dam mazhab mereka dengan mengindukan kepada Imam Ahmad
bin Hanbal.
Pemikiran Imam Abu Hasan al-Asy’ari
Menurut Para Ulama
Standar pemikiran Imam Abu Hasan
al-Asy’ari jauh lebih tinggi dibandingkan para Ulama pada masanya dan para
sahabatnya. Ia merupakan ulama yang memiliki pemikiran yang inovatif, cerdas
sehingga mampu membantah dengan mudah pemikiran Mutazilah. Imam Abu Hasan
al-Asy’ari merupakan pemimpin dan ahli ijtihad dalam ilmu kalam dan salah satu
pendiri ilmu kalam. Semua ulama ilmu kalam dapat dengan mudah dibantah
pemikirannya olehnya.
Imam Abu Hasan berkata bahwa “ Kami
berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi
wasallam serta apa yang diriwayatkan dari para sahabat, tabiin, para ulama
hadis”. Ia meyakini bahwa sumber keyakinan dan semua permasalahan yang berkaitan
dengan Ketuhanan dan supranatural adalah Al-Qur’an dan Sunnah dan bukan akal
murni, logika dan metafsik Yunani.
Akan tetapi ia tidak bermaksud untuk
menjauhkan diri dari studi dan penelitian yang terus berkembang seiring dengan
perkembangan zaman dan bercampurnya berbagai suku bangsa, agama dan filsafat
dan berinteraksi antara satu dengan yang lain hingga menumbuhkan berbagai
aliran kepercayaan dan Mazhab. Ia menegaskan bahwa berdiam diri dari penelitian
dan studi-studi ini sangat mengancam Islam. Islam akan kerhilangan kewibawannya
bersamaan dengan hilangnya kewibawaan sunnah Rasull dan semua itu akan
melemahkan sunnah secara ilmiah dan rasional.
Para ulama dan tokoh-tokoh agama pun
tidak mampu lagi menghadapi aliran-lairan kepercayaan dan mazhab serta
membandung serangan-serangannya. Para pendukung mazhab sesat akan mudah
menghrembuskan kesesatan pada keyakinan yang benar dari Mazhab Ahlusunnah,
menitiskan racun kepadanya dan menebarkan keraguaan sehingga para pemuda
terpelajar dan kaum intelektual akan masuk pada perangkap mereka.
Imam Abu Hasan al-Asy’ari
berkeyakinan bahwa beberapa studi dan penelitian yang berkaitan dengan
rasionalitas dan panca indra pada dasarnya tidak berkaitan dengan keyakinan dan
agama-agama. Akan tetapi Mutazilah dan para filsof mencampurkan antara
pembahasan dan studi tentangnya dengan pembahasan akidah. Bahkan menjadikan
akal itu menjadi ucapan dan kecerdasan mereka sebagai mukaddimah untuk membahas
agama. Dan bahkan sebagai pembeda antara kebenaran dan kebathilan.
Imam Abu Al-Hasan al-Asy’ari
berkeyakinan bahwa menjauhkan diri dan riset dan penelitian dengan alasan bahwa
hal itu tidak berkolerasi dengan agama dan keyakinan tidaklah benar. Orang yang
mendedikasikan hidupnya untuk memperjuangkan Sunnah hendaklah menghadapi mereka
dan memastikan kebenaran Mazhab Ahlusunnah. Ia berkeyakinan bahwa Rasulullah
Muhammad Shallallalahu alaihi wasallam dan para sahabatnya tidak berdiam diri
menghadapi masalah ini karena ketidaktahuan, melainkan masalah-masalah ini
belum muncul pada periode mereka dan tidak membutukan riset dan penelitian
semacam itu.
Akidah Abu al-Hasan al-Asy’ari
Ketika Ia Wafat
Imam Abu Hasan al-Asy’ari mengatakan
bahwa ini adalah persoalan yang ditetapkan ahlu hadis dan ahlu sunnah :
1.
Mengakui dan
beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, utusan-utusan-Nya dan Nabi Muhammad
adalah seorang hamba dan utusan-Nya.
2.
Surga itu benar
adanya, neraka itu benar adanya dan kiamat pastilah datang tanpa diragukan
lagi, serta bahwa Allah membangkitkan orang-orang kubur.
3.
Allah bersemayam
di atas singgasana-Nya. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah
“ (Yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas Arasy” (Q.S Thaha
50).
4.
Kebaikan dan
keburukan di bumi merupakan kehendak Allah.
5.
Allah memiliki
wajah. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an : “Dan tetap kekal
Dzat Tuhanmnu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”*(Q.S Ar-Rahman 27).
Karya Tulis Imam Abu al-Hasan
al-Asy’ari
Imam Abu al-Hasan tidak hanya
berdebat dan berargumentasi melawan orang-orang menyimpang, melainkan juga
mewariskan perpustakaan besar. Dia telah menulis sebuah Tafsir Al-Qur’an yang
mencapai 30 Jilid. Karya tulisnya mencapai tiga ratus kitab. Di antara karyanya
adalah Al-Fushul yang berisi bentahan terhadap para Filosof, kaum Naturalis,
orang-orang kafir, Brahma, Yahudi, Kristen dan Majusi. Al-Fushul
berjumlah 12 jilid.
Ibnu Khalkan menyebutkan sejumlah
karya tulis Imam Al-Asy’ari diantaranya Al-Lam’, Idhah Al-Burhan,
At-Tabyin ‘an Ushul Ad-Din dan Asy-Syarh wa At-Tafshil fi Ar-Radd Ala Ahl
al-Ifk wa At-Tadhil. Selain itu ia juga memiliki karya tulis bidang ilmu
kalam., syariah, dan ilmu logika. Mengenai Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, Ahmad
bin Ali al-Faqih mengatakan : “ Aku mengabdi kepada Imam Abu Hasan al-Asy’ari
di Al-Basrah selama beberapa tahun. Aku juga mengabdi kepadanya di Baghdad
hingga beliau meninggal dunia. Selama itupula aku tidak melihat adanya orang
yang lebih wara’ dibandingkan dengannya, lebih menjaga pandangan mata, tidak
ada merasa malu dibandingkannya dalam masalah dunia, dan tiada lebih aktif
urusan akhirat dibandingkan dengannya”.
Sumber : Prof. Dr. Ali Muhammad
Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Daulah Bani Seljuk, Pustaka Al-Kautsar