KULIAHALISLAM.COM – Masyarakat pada umumnya menilai santri pondok pesantren hanya berkegiatan mengaji dan memperdalam ilmu agama saja. Namun faktanya, santri pondok pesantren tidak hanya sekedar mengaji dan memperdalam ilmu agama yang dilakukannya.
Contohnya saja kegiatan Panggung Gembira atau yang biasa disebut PG. PG ini biasanya terdapat di Pondok Pesantren yang berbasis pesantren modern. Dan umumnya digelar di berbagai pondok pesantren.
Sumber: https://www.google.com/daarululuumlido.com |
Pentas panggung gembira ini pada umumnya ditampilkan setiap satu tahun sekali dan menampilkan berbagai macam kesenian yang ada di Nusantara seperti misalnya tari-tarian, seni musik, seni lukis, dan masih banyak kesenian lainnya yang tentunya dipadukan dengan corak Keislaman, dan penampilan yang dibawakan sudah pasti memenuhi syariat Islam.
Pelaksanaan panggung gembira selama satu malam ini biasanya akan disajikan 10 sampai 15 penampilan yang akan memanjakan mata, karena kostum yang dipakai oleh para penampil begitu meriah, dan didukung oleh panggung yang berkilau oleh cahaya lampu sorot.
Penampilan yang di bawakan, semuanya dilakukan oleh para santri yang notabene sudah menduduki kelas akhir sebagai persembahan dan rasa terimakasih kepada pesantren yang telah mendidik mereka selama enam tahun.
Tidak hanya itu, panggung gembira juga memberikan kenangan dan pelajaran yang berharga. Bagaimana tidak, para santri ini mempersiapkan PG sudah dari jauh-jauh hari.
Sejak mereka masih duduk di kelas 3 (kelas 9 tingkat SMP) para santri sudah mulai menabung dengan diadakannya uang kas bulanan dari satu angkatan.
Selanjutnya, pada kelas 5 (11 tingkat SMA) mereka mulai membentuk panitia acara yang akan mengurus dan membicarakan terkait penampilan yang akan ditampilkan.
Lalu pada tahun berikutnya tepatnya di kelas akhir, para santri kelas akhir ini mulai membagikan penampilan kepada setiap orang sesuai dengan keahliannya masing-masing. Dan sejak saat itu mereka memulai latihan-latihan penampilannya.
Karena dana yang dikeluarkan sampai ratusan juta, maka dana yang sudah terkumpul kemudian dihitung anggaran pengeluarannya. Apabila belum cukup para santri kelas akhir ini mengajukan proposal bantuan kepada perusahaan-perusahaan komersil yang nantinya akan dijadikan sebagai sponsorship.
Setelah dana sudah cukup terkumpul, latar panggung atau background kemudian dibuat oleh santri yang berkeahlian dalam seni lukis. Latar tersebut dibuat dengan desain yang cantik dan biasanya berbentuk seperti sebuah istana. Latar ini dibuat berbeda setiap tahunnya. Latar ini menjadi simbol betapa megahnya panggung gembira ini.
Setelah melakukan berbagai latihan yang setiap harinya dilakukan, pada pertengahan bulan pelaksanaan PG, maka akan dilaksanakan gladi kotor yang nantinya penampilan akan diseleksi kelayakannya oleh guru pembimbing yang bertanggung jawab atas penampilan PG.
Apabila terdapat penampilan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Islam maka konsep penampilan tersebut akan dirubah sedikit agar memenuhi kaidah-kaidah tersebut. Setelah diadakannya gladi kotor dan penampilan sudah disetujui, maka menjelang hari-H akan dilaksanakan gladi bersih demi memantapkan penampilan para santri nantinya.
Malam pagelaran Panggung Gembira pun tiba, penontonnya dari berbagai golongan yaitu santri junior, ustadz/ustadzah, para pimpinan pesantren, hingga para wali santri yang ingin melihat penampilan anak-anak mereka.
Kemudian penonton lainnya yaitu para tamu undangan seperti tokoh setempat, atau kadang pejabat pemerintah yang memiliki kedekatan dengan pesantren.
Pentas pun dimulai dengan pembukaan dari para santri yang menggunakan berbagai bahasa daerah, kemudian sambutan oleh pimpinan pesantren, barulah setelah itu para santri mulai menampilkan hasil karya dan latihannya selama ini.
Panggung gembira ini merupakan sebuah ajang yang menjadi acuan para santri untuk mengembangkan bakatnya serta mengembangkan kesadaran atas kesenian bangsa Indonesia yang beragam.
Dengan begitu, kesenian yang begitu beragam tidak luntur dan ditinggalkan oleh para santri. Adanya panggung gembira ini pula, memberikan pelajaran terhadap para santri untuk saling bergotong-royong sebagai salah satu budaya Indonesia.
Panggung gembira juga menjadikan tradisi pendidikan atau keilmuan kita memberi semacam kesenangan sendiri. Karena, terkadang kegiatan pendidikan yang formal di dalam kelas terasa jenuh bagi sebagian siswa.
Penulis: Gilang Adityo (Mahasiswa Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Bandung)
Editor: Adis Setiawan