Kuliahalislam.Nizam al-Muluk (Radkan, Tus, 10 April 1018-wafat di Sihna, 14 Oktober 1092). Nizam al-Muluk merupakan perdana menteri Dinasti Salajikah (Bani Seljuk) pada masa pemerintahan Sultan Alp Arslan dan Sultan Malik Syah. Nama aslinya adalah Abu Ali Al Hasan bin Ali bin Ishaq at-Tusi.
Dia pernah ke Nisabur dan menuntut ilmu pada ulama Mazhab Syafi’i, Hibatullah al-Muwaffaq. Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintah Gaznawi di Tus, Khurasan. Ketika sebagian besar Khurasan jatuh ke tangan pasukan Dinasti Seljuk, ayahnya dengan membawa Nizam al-Mulk lari ke Khusrawjird dan seterusnya ke Gazna. Di Gazna, Nizam al-Muluk bekerja pada sebuah kantor pemerintahan Mahmud Gaznawi.
Namun tiga atau empat tahun kemudian ia meninggalkan Gazna dan menuju ke daerah kekuasaan Bani Seljuk. Pada mulanya dia bekerja di Balkh yang dikuasai Bani Seljuk ( tahun 432 H/1040-1041 M), kemudian pindah ke Marw. Karirnya meningkat dengan cepat sehingga dia ditarik ke istana Sultan Alp Arslan dengan perdana menterinya Abu Ali Ahmad bin Syazan.
Ketika perdana menteri ini meninggal dunia, Nizam al-Muluk ditunjuk oleh Sultan sebagai perdana menterinya. Dalam jabatannya sebagai Perdana Menteri ini dia menunjukkan kecakapannya sebagai negarawan yang terpercaya. Untuk memelihara stabilitas negara dia menasihatkan Sultan agar memberi lapangan pekerjaan kepada para pengungsi-pengungsi Turki yang datang ke Persia (Iran) akibat kemenangan Dinasti Seljuk, dan meningkatkan kekuatan tempur angkatan bersenjata Dinasti Seljuk dan gerak cepatnya untuk menumpas pemberontakan tetapi pemberontak yang menyerah harus diampuni.
Kemudian dinasti juga harus mempertahankan penguasa-penguasa lokal baik Syiah maupun Sunni dan menunjuk keluarga Bani Seljuk sebagai gubernur-gubernur. Nizam al-Muluk juga bertindak menghindari perebutan kekuasaan dengan cara mengumumkan dan menunjuk Maliksyah sebagai putra mahkota yang akan menggantikan Sultan.
Hubungannya dengan Khalifah Abbasiyah sebagai penguasa tertinggi di dunia Islam ketika itu dijalin dengan baik oleh Nizam al-Muluk sehingga dia mendapat penghargaan dari Khalifah al-Qa’im dari Dinasti Abbasiyah berupa gelar Qiwam ad-Din (Pendukung Agama), dan Radi Amir al-Mu’mimin ( yang meridhai dan memimpin orang-orang beriman).
Nizam al-Muluk tetap menjadi perdana menteri Dinasti Seljuk bahkan setelah Alp Arslan terbunuh pada tahun 165 H/1072 M dan digantikan oleh Maliksyah. Peranannya pada masa Sultan Maliksyah bertambah besar dibandingkan sebelumnya. Ia dipercaya oleh Sultan Maliksyah yang ketika naik tahta baru berusia 18 tahun untuk mengatur pemerintahan dan menjadikan keputusan politik.
Oleh sultan ia diberi gelar Ata Beq yang artinya Amir yang dianggap ayah. Dia tetap menjalankan politik kerjasama dan taat kepada Khalifah Abbasiyah di antaranya dengan mengawinkan seorang putrinya kepada Khalifah Abbasiyah yaitu al-Muqtadi bin Amr Allah.
Nizam al-Muluk juga dikenal sebagai perdana menteri yang berpaham Asy’ariyah dan mengusahakan penyebarannya melalui madrasah-madrasah di beberapa kota dalam wilayah Dinasti Seljuk. Madrasah terkenal yang didirikannya adalah Nizamiyah di Baghdad yang diresmikan pada tahun 459 H/1067 M.
Menurut Philip K. Hitti, madrasah Nizamiyah merupakan contoh awal dari perguruan tinggi yang menyediakan sarana belajar yang memadai bagi para pencari ilmu. Di antara ulama yang mengajar di Madrasah Nizamiyah adalah Syekh Abu Ishaw asy-Syirazi, Syekh Abu Nasr bin as-Sabbag, Imam Al Ghazali, dan Syekh Abu Mansur bin Yusuf bin Abdul Malik. Cabang-cabang Nizamiyah kemudian juga didirikan hampir di setiap kota dia Irak dan Khurasan.
Usaha Nizam al-Muluk mendirikan madrasah dan lembaga keagamaan lainnya mendapat dukungan dari ulama-ulama pemahaman Syafi’i dan dalam teologi beraliran Asy’ariyah. Para ulama tersebut gembira dengan naiknya Nizam al-Muluk dan kebijaksanaannya mengembalikan nama baik ulama-ulama Asy’ariyah yang dikutuk oleh perdana menteri al-Khudri pada masa Sultan Tugril Beg.
Pada masa al-Khudri aliran Asy’ariyah bersama dengan Rafidah dikutuk melalui mimbar-mimbar masjid sehingga banyak ulama melarikan diri seperti Imam al-Haramain Abu Ma’ali al-Juwaini dan al-Qusyairi. Ulama-ulama baru kembali ke negara mereka setelah Nizam al-Muluk menjadi perdana menteri dan melarang pengutukan aliran Asy’ariyah di mimbar-mimbar masjid.
Sebutkan dalam al-Kamil fi at-Tarikh (Sejarah Lengkap), Nizam al-Muluk adalah seorang Alim, agamawan, dermawan, adil, penyantun, suka memaafkan orang yang bersalah, banyak diam, majelisnya ramai didatangi oleh para qari, ulama dan orang-orang yang suka kebajikan dan kebaikan.
Dia juga dikatakan menyampaikan hadis di Baghdad, Khurasan dan kota lainnya dengan alasan ikut berpartisipasi menyebarkan hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, sekalipun dia mengakui bukan ahli hadits. Dikatakan bahwa ia senang menjamu fakir miskin.
Pada tahun 479 H/1086-1087 M, dia menghapuskan Khumus ( pajak yang tidak dikenakan sanksi syariat) dan meningkatkan sarana prasarana bagi mereka menggunakan ibadah haji. Setelah Hedzjaz kembali kepada kekuasaan dinasti Abbasiyah dari kekuasaan Fatimiyah pada tahun 468 H/1076 M, dia mengamankan jalur perjalanan haji dari Irak ke tanah suci dengan memberantas perampok-perampok yang mengancam jamaah haji.
Selain itu memprakarsai perluasan Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah, serta pendirian tempat-tempat khusus bagi para ahli ibadah, zuhud dan faqih dan pendirian rumah sakit di Nisabur. Tahun sebelum meninggal, pada tahun 484 H/1091 M, dia menulis Kitab “Siyaset-Name ( buku mengenai politik)”, tentang siasat pemerintah, berisi 50 bab Asia yang digambarkan melalui anekdot- anekdot sejarah.
Pada tahun berikutnya dia menambah 11 bab tentang bahaya yang mengancam negara utamanya dari kaum Qaramitah Isma’iliah. Dia mengingatkan bahwa mengancam keutuhan Bani saljuk yang datang dari kaum Syiah Qaramitah pada tahun 483 H (1090-1091) menyerang wilayah Basra dan bermarkas di benteng kokoh di Almut.
Kaum ini mempunyai pasukan pembunuh yang disebut Hasyasyin yang dipimpin oleh Hasan bin Sabbah yang bertujuan menghidupkan Fatimah. Seorang pasukan Hasan bin Sabbah menyamar sebagai seorang Sufi dan berhasil membunuh Nizam al-Muluk di Sinha, Nahawand, ketika dalam perjalanan dari Isfahan ke Baghdad. Nizam al-Muluk terbunuh pada tanggal 10 Ramadan 485/14 Oktober 1092.