KULIAHALISLAM.COM – Muhammad Husain Haekal merupakan salah satu intelektual Muslim yang berpengaruh di dunia. Muhammad Husain Haekal terkenal di timur dan barat setelah ia berhasil menyelesaikan buku berjudul “Hayatu Muhammad” (Sejarah Hidup Nabi Muhammad).
Muhammad Husain Haekal dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1888 di desa Kafr Ghannam, wilayah Mesir Hilir. Haekal lahir dari keluarga yang berada, terpandang dan berpengaruh.
Muhammad Husain Haekal lulus dari Sekolah Tinggi Hukum Kairo pada tahun 1909. Kemudian ia pergi ke Paris dan mengikuti pendidikan pasca sarjana di Universitas Sarbone, Prancis. Pada tahun 1912, dia meraih gelar Doktor dalam bidang ilmu hukum di Sarbone.
Haekal adalah seorang penulis yang sangat produktif dalam banyak bidang, sastra, politik, hukum, sejarah, dan Islam. Munawir Sjadzali dalam bukunya “Islam dan Tata Negara” menyebutkan bahwa “Tidak berlebihan dikatakan bahwa di antara para pemikir politik Islam kontemporer, Haekal-lah yang pengalamannya paling lengkap serta paling bervarisai.”
Dalam memandang pemerintahan Islam, Muhammad Husain Haekal berpandangan bahwa, tidak terdapat satu sistem pemerintahan yang baku, umat Islam bebas menganut sistem pemerintahan yang bagaimanapun asalkan sistem tersebut menjamin persamaan antara para warga negaranya baik hak maupun kewajiban dan juga di muka umum dan pengelolaan urusan negara diselenggarakan atas syura atau musyawarah dengan berpegang pada tata nilai moral dan etika yang diajarakan Islam bagi peradaban manusia.
Atau dengan perkataan lain menurut Haekal, sistem yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam adalah sistem yang menjamin kebebasan dan berasaskan prinsip bahwa pengangkatan kepala negara dan kebijaksanaanya harus persetujuan rakyat, bahwa rakyat berhak mengawasi pelaksanaan pemerintahan dan meminta pertanggungjawaban.
Islam menghimbau kepada umat manusia, khususnya umat Islam agar berusaha melaksanakan prinsip-prinsip tersebut sejauh mungkin (Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. Penerbit Universitas Indonesia. 1993).
Hayatu Muhammad dalam Pandangan Buya Hamka
Menurut Prof. Dr. Buya Hamka, buku Hayatu Muhammad telah dijadikan pedoman oleh pengarang-pengarang Islam di seluruh dunia dalam angkatan 1935 ke atas sebagai sambungan dari pengaruh Farid Wajdi, Thanthawi Jauhari, Rasyid Ridha dan lainnya.
Dengan kepandaiannya yang luas, pengetahuannya dalam bahasa-bahasa barat dan terutamanya sekali cintanya pada Islam dikaranglah dua buku yaitu Hayatu Muhammad dan Fi Manzil Wahyi (Di Lembah Wahyu).
Ada suatu masa Perpustakaan Islam laksana “kecurian” oleh masuknya pengaruh kaum orientalis ke dalam kalangan intelektual beragama yang mendapat pendidikan Barat sehingga karangan-karangan mereka itu adalah gambaran belaka daripada didikan yang mereka terima dari orientalis.
Merekapun turut dengan sadar atau tidak sadar, menganalisa Islam tetapi dengan kacamata orientalis. Waktu itu timbulah Thaha Husein, Ph.D dengan bukunya Fi Syi’ril Jahili yang seakan-akan menilik Islam dari luar bukan sebagai orang dalam.
Dengan tampilnya Husain Haekal, membawa gaya yang baru, membicarakan sejarah Nabi Muhammad SAW dengan penuh cinta dan penyelidikan dan membandingkan juga yang dikemukakan orientalis itu. Selain dari sejarah hidup Nabi yang dikupas secara modern dan ilmiah, Haekal menulis panjang lebar tentang sikap beliau tentang kaum orientalis dalam menguraikan sejarah hidup Nabi .
Hayatu Muhammad Menurut Imam Mustafa al Maraghi
Imam Mustafa al Marghi merupakan Ulama internasional yang pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Al-Azhar, Mesir dan ia menulis tafsir terkenal yang berjudul “Tafsir Al Maraghi”.
Berkaitan dengan Hayatu Muhammad, Imam Mustafa al Maraghi berpendapat, Dr. Muhammad Husain Haekal telah menyelesaikan karyanya Hayatu Muhammad, dengan senang hati sekali saya membaca sebagian buku itu sebelum seluruhnya dicetak.
Muhammad Husein Haekal merangkaikan peristiwa-peristiwa itu satu sama lain dengan tepat sekali. Bukunya inipun ternyata disusun dalam komposisi gaya teratur dan kuat. Diterangkannya alasan-alasan, maksud dan pertimbangannya dengan keterangan-keterangannya yang jelas dan kuat sekali, membuat para pembaca puas dan lega.
Menerjemahkan Hayatu Muhammad di Indonesia
Hayatu Muhammad diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ali Audah dengan persetujuan ahli waris yaitu Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal dan izin penerbit yaitu Dar al-Maaref 119 Corniche El-Nil, Cairo, Egypt. Ali Audah adalah salah satu sastrawan terkemuka di Indonesia yang menguasai banyak bahasa di dunia walau ia tidak tamat sekolah dasar. Kegemarannya waktu kecil adalah membaca.
Ali Audah banyak menerjemahkan buku-buku terkenal seperti Tasir Holy Quran yang ditulis Abdulah Yusuf dan Hayatu Muhammad karya Muhammad Husain Haekal.
Di Indonesia buku Hayatu Muhammad ini cetakan pertama diterbitkan oleh P.T Tinta Mas Indonesia tahun 1972 dan 1974. Kemudian cetakan ketiga hingga ketujuh dilakukan oleh P.T Dunia Pustaka Jaya, dan cetakan kesepuluh dilakukan oleh P.T Pustaka Litera Antar Nusa. Hingga saat ini buku ini telah dicetak lebih dari 32 kali.
Selain Hayatu Muhammad, karya besar Haekal yang diterjemahkan Ali Audah adalah Abu Bakar Assidiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Sayangya sejarah Utsman bin Affan tidak sampai selesai ditulis karena beliau wafat. Penulisan Utsman bin Affan dilanjutkan oleh Ulama dari Mesir atas restu ahli waris dan sejarah Ali bin Abi Thalib ditulis Ali Audah atas restu ahli waris dari Muhammad Husain Haekal.
Banyak sejarah Nabi Muhammad SAW ditulis oleh pakar sejarah Islam namun Muhammad Husain Haekal adalah yang pertama menulis sejarah Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Siddiq, dan Umar bin Khattab dengan menggunakan metode ilmiah modern sehingga tidak seperti sejarah Nabi Muhammad SAW lainnya yang hanya berdasarkan Alquran, Hadis dan riwayat dari para sahabat semata.
Mengakhiri tulisan ini, saya mengutip Buya Hamka “Tidak mungkin orang dapat mengenal Islam dengan baik jika tidak mengenal sejarah orang yang membawa Islam itu”, apakah anda telah mengenal sejarah orang yang membawa Islam itu ?
Oleh : Rabiul Rahman Purba, S.H