Sumber gambar : UIN Alauddin Makassar |
KULIAHALISLAM.COM – Setelah saya menulis Kiai Abdul Barie Shoim asal Kaliwungu Kabupaten Kendal, yang moncer dengan Bapelurzam-nya dan salah satu pendiri RSI Muhammadiyah Kendal. Saya akan lanjut menulis Hijriyahisasi—proses mengenang tanggal, tahun, kisah tokoh Muhammadiyah yang menginspirasi—yaitu Kiai Abdullah Consoel Muhammadiyah Celebes.
Kiai Abdullah adalah putra dari Abdur Rahman dan Ibunya bernama Halimah. Beliau lahir di Maros pada Tahun 1895. Beliau salah satu Consoel Muhammadiyah Celebes sampai di akhir hayatnya beliau tetap mengabdi untuk Muhammadiyah. Beliau masuk dalam 100 Tokoh Muhammadiyah Yang Menginspirasi.
Berdirinya Muhammadiyah di Sulawesi Selatan
Sebelum Muhammadiyah masuk ke Sulawesi Selatan. Pada abad ke-20 sudah berdiri beberapa organisasi modernis, ada gerakan Al-Jam’iyatul Mardhiyah, Sarekat Islam dan Ash-Shiratal Mustaqim. Namun ke tiga organisasi ini tidak dapat berkembang dengan baik di Sulawesi Selatan.
Berbeda dengan Muhammadiyah yang masuk ke Sulawesi Selatan pada Tahun 1926 mampu berkembang dengan baik. Bahkan Muhammadiyah menarik perhatian Ulama, Bangsawan, Pedagang, dan Keturunan Arab untuk menjadi kadernya, sehingga mampu berkembang ke pedalaman Sulawesi Selatan yang tadinya hanya terpusat di Kota Makassar.
Muhammadiyah Cabang Makassar berhasil berdiri berkat jasa dari Mansyur Al-Yamani, seorang pedagang batik keturunan Arab yang berasal dari Sumenep Madura dan Kiai Haji Abdullah, mantan pengurus Ash-Shiratal Mustaqim. (Sejarah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan 1926-1942— Darmawijaya dan Irwan Abbas. hlm.468)
Selain sebagai pengurus Ash-Shiratal Mustaqim Kiai Abdullah juga mantan Pengurus Sarekat Islam. Ketika Sarekat Islam mulai mengalami kemunduran di Sulawesi Selatan. Tokoh-tokoh Sarekat Islam yang tidak suka dengan gerakan politik praktis menyatakan diri keluar dari Sarekat Islam. Di antaranya adalah Kiai Abdullah dari Sarekat Islam Makassar dan Muhammad Daeng Boko dari Sarekat Islam Selayar.(Ibid. hlm.471)
Sahabat Kiai Abdullah ialah Mansyur Al-Yamani. Dan, atas inisiatif Mansyur Al-Yamanilah diadakan pertemuan di rumah Haji Muhammad Yusuf Daeng Mattiro pada malam tanggal 15 Ramadan yang melahirkan Muhammadiyah Group Makassar yang Kiai Abdullah menjadi salah seorang bestuur-nya, yakni sebagai Vais Vorzitte.
Muhammadiyah juga berhasil mendirikan amal usahanya dalam bentuk pengadaan tabligh-tabligh, pendirian lembaga pendidikan, pendirian rumah yatim dan pendirian poliklinik sebagai lembaga kesehatan. Berkat dukungan masyarakat dan kemampuan Muhammadiyah dalam membangun jaringan organisasi, serta mengembangkan amal usaha sehingga Muhammadiyah mampu berkembang dengan baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.
Consoel Muhammadiyah Celebes
Sekitar satu tahun kemudian, Kiai Abdullah menjadi Voorzitter Muhammadiyah Group Makassar. Dalam masa beliau Muhammadiyah Group Makassar berubah menjadi Cabang pada tahun 1927. Dalam statusnya sebagai Voorsitter Cabang, Kiai Abdullah sekaligus menjadi Koordinator group-group yang terbentuk di beberapa daerah.
Setelah berubah menjadi Cabang Muhammadiyah, berturut-turut di adakanya Konferensi Muhammadiyah agar tidak jadi pimpinan seumur hidup dalam organisasi yang modern.
Konferensi pertama di Makassar (1928); kedua di Sengkang (1929), ketiga di Majene (1930), keempat Bantaeng (1930), kelima di Labbakkang (1931), keenam di Palopo (1932). Pada konferensi ke-6 inilah Kiai Abdullah terpilih menjadi konsul Muhammadiyah Celebes Selatan yang pertama. (100 Tokoh Muhammadiyah Yang Menginspirasi. hlm.69)
Meskipun tidak terpilih lagi sebagai konsul pada Konferensi ke-13, saat itu Haji Andi Sewang Dg Muntu terpilih menggantikannya pada konferensi ke-13 di Selayar tahun 1938. Kiai Abdullah dengan kebesaran jiwanya tetap menjadi komisaris konsul hingga akhir hayatnya.(Ibid.)
Jadi disini bukan komisaris BUMN, yang dikit-dikit netizen upload status foto dengan keterangan “Bismillah jadi Komisaris”. Komisaris apaan upload foto dengan kata Bismillah, dekat sama kekuasaan tidak sampean hehe. Jabatan tanpa bayaran yaitu “Commisaris Konsoel” di Muhammadiyah.
Kiai Abdullah meninggal dunia bertepatan dengan serangan bom oleh serdadu sekutu terhadap kapal-kapal yang sedang berlabuh di pelabuhan pada tanggal 24 April 1944 pukul 12.00 menjelang salat Zuhur.
Beberapa pesan Kiai Abdullah yang sering disampaikan dalam bahasa Bugis, dituturkan kembali oleh Drs. Muhammad Yamin Data, yaitu “Aja muallejjai tauwe mu enre, tanrerei padammu rupa tau nawatakko menreq” (Janganlah engkau injak orang untuk kau naik, junjunglah orang agar engkau ditarik naik).
“Nigi-nigi piarai bere jamaqna risempoangngi dalleqna pole ri Puangnge” (Barang siapa yang memelihara salat jemaahnya, Allah memudahkan rezekinya).