KULIAHALISLAM.COM – Terdapat banyak kritik yang dilontarkan oleh orientalis sehubungan dengan penulisan Alquran. Mereka mengatakan bahwa dalam proses penulisan Alqur’an terdapat kemungkinan adanya ayat-ayat yang tercecer, yang tidak terakomodasi dalam Alqur’an sebagaimana adanya sekarang ini.
Selain itu terdapat adanya indikasi bahwa ada sementara ayat-ayat Alqur’an dalam mushaf yang ditulis pada masa Khalifah Utsman bin Affan, bukan merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW atau dengan perkataan lain, tidak tergolong kepada Alqur’an. Berikut ini pernyataan serta argumen mereka dan juga bantahan pernyaatan argumen mereka.
Mushaf Ubay Ibnu Ka’ab Berbeda Dengan Mushaf Saat Ini
Di dalam mushaf Ubay Ibnu Ka’ab RA terdapat ayat-ayat Alqur’an berupa doa qunut yang dinamakan Surat Al-Khal’u dan Surat Al-Hafdu yang tidak terdapat dalam Mushaf Utsman ataupun Alqur’an yang ada sekarang.
Surat Al-Khal’u yaitu surat yang berisi doa berikut ini:
اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ونثني عليك الخير كله ونشكرك ولا نكفرك ونخلع ونترك من يفجرك.
Surat Al-Hafdu sebagai berikut:
اللهم إياك نعبد ولك نصلي ونسجد وإليك نسعى ونحفد نرجو رحمتك ونخشى عذابك إن عذابك بالكفار ملحق.
Mereka berkata bahwa hal ini berarti para sahabat yang bertugas sebagai tim penulisan Alqur’an pada masa Khalifah Utsman bin Affan RA telah membuang sebagian ayat-ayat Alqur’an yang semestinya ada dalam Mushaf Utsmani ataupun Alqur’an saat ini.
Apa yang mereka sampaikan itu sama sekali tidak benar. Hal ini dikarenakan para sahabat Nabi sangat berhati-hati dalam penulisan Alqur’an. Mereka tidak mengakui serta memasukannya ke dalam Mushaf sebagai Alqur’an, kecuali yang benar-benar telah diakui tingkat kemutawatirannya.
Dengan demikian, apabila ternyata apa yang termuat dalam Mushaf Utsman atau Alqur’an yang ada sekarang ini, ini berarti bahwa apa yang tidak termuat dalam Mushaf Utsman tersebut tidak tergolong ke dalam Alqur’an.
Jika memang bukan Alqur’an kenapa Ubay bin Ka’ab menulis ayat-ayat dari Surat Al-Khal’u dan Surat Al-Hafdu tersebut dalam mushafnya ?
Jawabanya adalah karena di antara para sahabat Nabi Muhammad SAW ada yang menulis Alqur’an secara peribadi untuk diri mereka sendiri, sehingga ada kalanya mereka menulis dalam mushaf mereka apa yang tidak tergolong kepada Alqur’an seperti keterangan atau penjelasan Nabi Muhammad SAW tertentu yang mereka tulis.
Mereka sendiri tahu betul bahwa apa yang mereka tulis sebagai keterangan atau penjelasan Nabi dalam mushaf mereka bukanlah Alqur’an. Mereka menulisnya hanya untuk kepentingan mereka bukan buat orang lain. Akan tetapi ada orang yang berpandangan sempit mengira bahwa semua yang tertulis dalam mushaf mereka tergolong Alqur’an.
Muhammad Abdul ‘Azhim Al-Zarqani dalam kitabnya “Al-Intishar” menyatakan bahwa: “Sesungguhnya doa qunut yang diberitahukan oleh Ubay Ibn Ka’ab dan memasukannya di dalam mushafnya tidak terdapat hujjah atau dalil yang menyatakan bahwa doa qunut yang dimaksud tergolong Alqur’an. Ia hanya semacam doa karena kalau benar tergolong Alqur’an tentu akan dinukilkan (diriwayatkan secara mutawatir) dan akan diyakini kebenarannya.”
Benarkah Mushaf Ibnu Mas’ud Berbeda Dengan Al-Qur’an Saat Ini ?
Orientalis berpandangan bahwa Ibnu Mas’ud tidak mencantumkan atau memasukan surah Al-Fatihah dan Al-Mu’awwizatayn (surah Al-Falaq dan An-Nas) di dalam mushafnya. Hal ini dikarenakan ia menganggap ketiga surah Alqur’an tersebut bukanlah Alqur’an, ini menunjukan bahwa di dalam mushaf Utsman bin Affan ataupun Alqur’an yang sekarang ada terdapat kalam yang bukan Alqur’an.
Para Ulama membantah komentar orientalis bahwa Mushaf Utsman atapun Alqur’an saat ini terdapat kalam yang bukan Alqur’an. Riwayat yang menyatakan Ibnu Mas’ud mengingkari surah Al-Fatihah dan surah Al-Mu’awwizatyn adalah tidak benar. Hal ini dikarenakan seluruh kaum Muslimin baik pada masa sahabat Nabi Muhammad SAW ataupun sesudahnya telah berijma’ (sepakat) bahwa ketiga surah Alqur’an tersebut diakui dan diriwayatkan secara mutawatir sebagai Alqur’an.
Imam Nawawi dalam kitabnya “Syarah al-Muhazzab” menyatakan bahwa : “Kaum Muslimin telah sepakat bahwa surah Al-Fatihah dan Al-Mu’awwizatayn (surah Al-Falaq dan surah An-Nas) tergolong Alqur’an. Orang yang mengingkari sesuatu yang tergolong Alqur’an adalah kufur hukumnya. Karena itu, riwayat yang menyangkut pendapat atau anggapan Ibnu Mas’ud tersebut sama sekali tidak benar”.
Ada Ulama juga menyatakan bahwa tidak dicantumkannya surah Al-Fatihah dan Al-Mu’awwizatayn bukan karena Ibnu Mas’ud mengingkarinya sebagai bagian dari Alqur’an tetapi karena Ibnu Mas’ud menganggap walau ia tidak menulis ketiga surah tersebut, kaum Muslimin pasti tetap akan mengakuinya sebagai bagian dari Alqur’an dan tidak akan pernah melupakan ketiga surah tadi.
Seandainya kita terima kebenaran riwayat yang menyatakan Ibnu Mas’ud mengingkari Alqur’an surah Al-Fatihah dan Al-Mu’awwizatayn bahkan seanadainya ia mengingkari seluruh Alqur’an sekalipun, hal itu tidak akan mengurangi dan menggoyahkan ke-mutawatira-an Alqur’an yang tertulis dalam Mushaf Utsman bin Affan atau Alqur’an yang sekarang ada.
Hal ini karena tak seorang pun menyatakan bahwa persyaratan mutawatir yang menghasilkan predikat ’ilm al-yaqin dalam suatu pemberitaan, mesti tidak ada seorang pun yang menyalahinya. Predikat mutawatir bukan berarti tidak boleh ada yang menyalahinya karena kalau demikian halnya maka istilah atau peredikat mutawatir tidak ada.
Sumber : Desertasi Doktor di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta yang ditulis Dr. Hasanuddin AF dengan judul “Anatomi Al-Qur’an : Perbedaan Qira’at Dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam Al-Qur’an.