Penulis: Aulia Safitri, Mahasiswa IAIN Pontianak
Alqur’an dan Hadis. Dua kata yang tidak asing, dua kata yang selalu berdampingan, sebuah petunjuk, pemandu, pedoman, serta pegangan bagi manusia yang ingin menuju jalan sebenarnya (jalan yang benar) dari tujuan terciptanya dunia dan akhirat oleh Allah yang Maha Esa.
Akan terlintas pertanyaan-pertanyaan di benak kita mengenai di mana letak Alqur’an bagi hidupku? Seberapa jauh Alqur’an mengubahku? Apakah aku sudah mencintai sesosok Rasulullah SAW yang dimuliakan oleh Allah? Mengapa Alqur’an dan Hadis ini selalu berkaitan?”
Membahas sedikit mengenai apa yang saya ketahui mengenai Alqur’an dan Hadis dari pengalaman saya sendiri. Bagi saya, dari yang telah saya pelajari sejak dini mengenai kitab Alqur’an ini, bahwa Alqur’an merupakan kitab Allah, yang diturunkan (secara berangsur-angsur) kepada nabi terakhir kita, yakni Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat yang diutus (Jibril) sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya (Taurat, Zabur, dan Injil).
Allah menurunkan Alqur’an kepada nabi kita itu sebagai Wahyu, di mana isi di dalam Alqur’an merupakan sebuah petunjuk atau pedoman yang lurus bagi umat manusia, karena di dalamnya sudah Allah cantumkan tentang bagaimana kehidupan di dunia, di akhirat, tentang tanda-tanda hari akhir, dan lain-lain, bahkan sesuatu yang sulit diterima oleh akal manusia, contoh pasti kalian tahu dengan dua air laut yang berbeda tapi tidak tercampur.
Penjelasan ini sudah Allah terangkan dalam Alqur’an, dari yang saya kutip yaitu: surah Ar-Rahman ayat 19-21 artinya, ayat 19.”Dia membiarkan dua laut (asin dan tawar) bertemu “. Ayat 20.” Di antara keduanya ada pembatas yang tidak dilampaui oleh masing-masing “. Ayat 21.”Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan (wahai jin dan manusia)?”. (www.detik.com – oleh Rahmah Ambar Nabilah – Kamis, 07 Sep 2023).
Sungguh itu kekuasaan Allah yang Maha Besar, dan banyak lagi, yang mustahil bagi kita tapi tidak bagi Allah. Jika Allah katakan Kun Fayakun, maka jadilah.
Untuk Hadis sendiri yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan Nabi Muhammad dan pengikut-pengikut Rasulullah. Sering terlintas di benak saya. Mengapa ya Alquran ini selalu dikaitkan dengan Hadis? Nah dari yang telah saya pelajari dan pahami, Alqur’an merupakan sebuah wahyu yang diturunkan pada Rasulullah (nabi terakhir kita).
Di dalam Alqur’an itu hanya membahas yang global saja (umum) terkadang membuat para pengikutnya nabi itu tidak paham, sehingga perilaku dan ucapan nabi ini banyak memberikan penjelasan terkait ayat-ayat Alqur’an yang masih samar-samar, maka disebutlah sabda, perilaku nabi ini sebagai Hadis.
Dari jurnal yang saya kutip: menurut Sulidar, “sebab, keduanya sama-sama sebagai sumber ajaran Islam”. (Urgensi Kedudukan Hadis Terhadap Al-Qur’an, dan Kehujjahannya Dalam Ajaran Islam- Sulidar – Vol. 2, No. 2, 2013).
Dari sedikit penjelasan Alqur’an di atas saya akan membagikan pengalaman saya dalam bentuk esai ini, saya ingin para pembaca mengetahui pengalaman saya dalam mempelajari Alqur’an Hadis dari kecil hingga saat ini. Dari pengalaman-pengalaman yang sudah saya lalui banyak sekali keajaiban yang tidak terduga yang Allah berikan kepada saya, dan akan saya ceritakan di sini dengan tujuan memberikan motivasi bagi teman-teman yang membacanya serta mengambil hikmah di baliknya.
Saya lahir di lingkungan keluarga yang muslim dengan keluarga saya yang telah menerapkan Alqur’an dan Hadis dalam kehidupan sehari-hari agar mendarah daging. Sejak dini sudah dibiasakan oleh orang tua agar tertanam dalam diri saya agar selalu mengingat bahwa Allah itu ada, firman-firman Allah itu benar adanya, Sunnah Rasulullah itu banyak manfaatnya.
Diajarkan juga untuk mengenal huruf hijaiyah oleh orang tua di rumah, maupun guru di sekolah TK. TK (taman kanak-kanak) tempat saya bersekolah itu namanya TK Nurul Muslimin, di situ diajarkanlah cara mengenal huruf hijaiyah, tata cara salat, membaca surah-surah pendek dan sejenisnya.
Jadi di TK tersebut kami sudah diperkenalkan dengan namanya Iqra (buku pembelajaran dasar mengaji bagi pemula), dan Alqur’an, bagi yang sudah lancar dan mengkhatamkan iqra. Saat itu saya mengalami keterlambatan dalam memahami pelajaran, sehingga dalam mengaji Iqra belum dapat khatam.
Iqra sendiri dari artikel yang saya kutip: Menurut Menteri Agama RI (1991) Metode IQ’RO ada lah cara cepat belajar membaca Alquran. (Arif, Z. dan Z. (2022). Penerapan Metode IQ’RO Sebagai Kemampuan Dasar Membaca Alqur’an Di TK Hiama Kids. Universitas Muhammadiyah Jakarta Dan Universitas Muhammadiyah Tangerang, 8, 14–20).
Masuk masa SD saya sudah membaca Alqur’an walaupun saya belum pernah khatam Iqra ini, karena tuntutan keadaan sekitar sekolah dimana anak-anak sudah rata-rata mengaji menggunakan Alquran bukan Iqra lagi.
Bagi saya untuk sekadar membaca saya bisa, namun untuk pendalaman mengenai tajwidnya belum terlalu memahami, ditambah saya memiliki rasa cemas yang sedikit berlebihan membuat pelafalan saat membaca menjadi tidak jelas dan cepat yang memungkinkan kesalahan dalam pembacaan harakat juga besar.
Saya sempat mendapat teguran dari guru sebab hal tersebut, namun sangat disayangkan teguran yang diberikan seperti sedikit memalukan saya di depan temannya (guru lain), dan sambil bercanda kecil dengan guru yang satunya itu.
Pada saat kalimat yang kurang baik dilontarkan kepada saya, saya tidak terlalu bawa serius karena saya pikir sambil bercanda, jadi saya menjawab apa yang guru tanyakan dengan biasa saja seperti guru yang lainnya dan tetap mendengarkan nasihat yang disampaikan.
Tamat SD, masuklah saya ke pesantren, masuk pesantren adalah salah satu keinginan yang sudah saya tunggu-tunggu sejak dari kelas lima SD. Lolos tes dengan hasil yang terbilang masih cukup dalam segi lisan (seperti mengaji, wawancara), juga tulisan (baik akademik, serta imla’ surah al-Fatihah) dan saya dianggap mampu jika dikelompokkan dalam mengaji Alqur’an (terdapat dua kelompok dalam mengaji, yaitu kelompok Alqur’an, dan kelompok untuk pemula).
Saya mendapat kelompok mengaji berjumlah tiga orang, dan kakak tingkat sebagai mentor atau pendamping dalam belajar mengaji ini. Singkat cerita, di suatu waktu ketika saat mengaji, kejadian yang pernah saya alami saat SD terulang kembali, yaitu berupa teguran (jadi saat SMP rasa cemas yang saya miliki itu menjadi trauma yang berakibat pelafalan saat mengaji terburu-buru dan cepat sehingga membuat kesalahan dalam membaca kemungkinan besar terjadi).
Namun bedanya kali ini saya diberikan dua kali teguran, kesalahan yang pertama diingatkan dengan nada yang sedikit tegas, dan untuk kesalahan kedua kalinya saya dibentak, hingga membuat saya menangis, sebab kejadian ini saya pun sedih dan juga kesal terhadap diri saya sendiri, untuk beberapa waktu saya tidak mengaji dengan beliau saya mengaji sendiri, menyendiri sedih sambil belajar ngaji untuk pelan-pelan dan memperhatikan tajwid (saat SD pun saya sudah mulai paham dengan tajwid yang dasar-dasar, memudahkan saya saat memperhatikan tajwid yang ada), mengingat-ingat materi tajwid yang diajarkan di kelas saat Pelajaran Alqur’an Hadis juga hasil dari mencatat, dan pindah ke guru ngaji yang lain (di guru ngaji ini kita lebih ke ngaji bersama-sama, tidak personal), serta bertanya kepada kakak atau teman yang lain. Alhamdulillah berjalannya waktu ke waktu ngaji saya semakin baik, tajwid juga saya semakin ingat dan hafal.
Masuk SMA, proses mengaji saya yang sudah semakin baik dan lancar, menjadikan saya orang yang dipilih menjadi guru mengaji untuk santri lainnya di awal-awal masuk pesantren yang baru. Pengalaman yang menyenangkan, dan membuat saya ingin sekali mempelajari lebih dalam tentang tajwid, agar dapat membantu mengaji orang lain, terutama untuk diri saya sendiri.
Saya sangat bersyukur kepada kuasa Allah yang telah mempermudah saat saya ingin mempelajari kalam-Nya, dan saya juga bersyukur kepada orang-orang yang menegur walaupun mungkin cara yang mereka gunakan belum tepat, sebab karena itu juga yang membuat motivasi ingin mengenal dan memperbaiki bacaan Alqur’an saya semakin baik.
Jika ditanya, apakah kamu baik-baik saja saat itu? Sejujurnya tidak, mental saya rasanya down, saya benar-benar sedih, marah dengan diri sendiri, tapi kita tak tahu kuasa Allah yang Maha Mengatur dan yang Maha Mengetahui, sehingga digerakkan hati saya untuk bangkit, seakan-akan mengatakan pada saya “ayo belajar kalam-Ku, akan Aku temani, akan Aku bimbing, jangan takut, Aku bersama-mu”.
Oleh karena itu alangkah baiknya kita renungkan hikmah apa yang dapat kita ambil dari kehidupan yang kita jalani ini, juga cobaan-cobaan apa yang akan menghampiri, dan tidak tahu apakah kita mampu melewati masa sulit itu? atau akan berlarut-larut di dalamnya serta melupakan Sang Maha Penolong kita? Terdapat sebuah ungkapan yang berbunyi:
“ أُنْظُرْ مَا قَالَ وَلاَ تَنْظُرْ مَنْ قَالَ ”
Artinya: ”Lihatlah apa yang disampaikan, dan jangan melihat siapa yang menyampaikan”. (Yudi. (2019). Lihatlah Apa yang Diucapkan, Jangan Melihat Siapa yang Mengucapkan. Islam Pos). Dalam Surat Al-Insyirah Ayat 5-6 juga menjelaskan:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
Artinya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6). (Kastolani Marzuki. (2023).
Dan yang perlu diketahui bahwa menjadi seorang pendidik harus memperhatikan cara atau metode mengajar yang tepat dan harus memperhatikan kebutuhan peserta didiknya. Menurut (Thomas, 2006), Guru adalah titik tumpu yang menentukan apakah sekolah menuju kesuksesan atau kegagalan.
Setiap aspek dari sekolah bergantung pada Guru yang terampil dan memiliki kemampuan untuk mencapai keberhasilan. (Arif, Z. dan Z. (2022). Penerapan Metode Iqra Sebagai Kemampuan Dasar Membaca Al-Qur’an Di TK Hiama Kids. Universitas Muhammadiyah Jakarta Dan Universitas Muhammadiyah Tangerang, 8, 14–20).