Keislaman

Membedah Perbedaan Ilmu yang Berkah dan Tidak Berkah

3 Mins read
Di tengah lautan informasi dan kemudahan akses pendidikan, kita menyaksikan sebuah fenomena yang menggelisahkan. Banyak orang yang menyandang gelar akademik tinggi, memiliki wawasan yang luas, dan fasih dalam berbicara tentang berbagai cabang ilmu.
Namun, tidak sedikit dari mereka yang ilmunya justru menjadi sumber kerusakan, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Koruptor yang lihai menyembunyikan jejaknya adalah orang berilmu, penipu ulung yang merangkai kata-kata manis adalah orang berilmu, dan orang sombong yang merendahkan sesama pun sering kali adalah orang yang merasa paling berilmu.
Fakta ini membawa kita pada sebuah perenungan mendalam tentang hakikat ilmu dalam pandangan Islam. Mengapa ada ilmu yang mengangkat derajat pemiliknya di dunia dan akhirat, sementara ada ilmu yang justru menjerumuskannya ke dalam kehinaan? Jawabannya terletak pada satu kata kunci yang sering terabaikan: keberkahan.

Perbedaan Mendasar Ilmu yang Berkah dan Tidak Berkah

Secara bahasa, berkah (barakah) berarti ziyadatul khair, yaitu bertambahnya kebaikan. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang tidak hanya menambah wawasan di kepala, tetapi juga menumbuhkan kebaikan dalam setiap aspek kehidupan pemiliknya.

Ia adalah cahaya yang menerangi jalan menuju Allah, melembutkan hati, memperbaiki akhlak, dan mendorong pemiliknya untuk menebar manfaat seluas-luasnya. Ilmu yang berkah membuat seseorang semakin tawadhu (rendah hati), menyadari kebesaran Allah dan keterbatasan dirinya.

Sebaliknya, ilmu yang tidak berkah adalah ilmu yang hampa dari nilai kebaikan. Secara kuantitas, ia mungkin banyak, tetapi ia tidak menghasilkan buah kecuali kesombongan, ketamakan, dan rasa ingin menang sendiri.

Ilmu seperti ini hanya menjadi beban yang memberatkan di dunia dan akan menjadi hujjah yang memberatkan di akhirat. Pemiliknya mungkin cerdas secara intelektual, tetapi kering secara spiritual. Ilmunya tidak membuatnya lebih dekat kepada Sang Pemberi Ilmu, justru membuatnya semakin jauh.

Baca...  Hakikat Sakinah Dalam Al-Qur'an

Ilmu Bermanfaat: Ketika Diamalkan Menjadi Buah

Tolok ukur sejati dari sebuah ilmu bukanlah seberapa banyak yang dihafal atau seberapa tinggi gelar yang diraih, melainkan seberapa besar ia diamalkan dan memberi manfaat. Seseorang baru bisa dikatakan memiliki ilmu yang bermanfaat bagi orang lain ketika ia telah berhasil menerapkannya pada dirinya sendiri. Perilakunya menjadi cerminan dari pengetahuannya. Nasihatnya tulus karena keluar dari hati yang telah merasakan manisnya pengamalan.

Para ulama salaf sangat menekankan pentingnya hal ini, sebagaimana terangkum dalam sebuah kata mutiara Arab yang masyhur:

العلم بلا عمل كالشجر بلا ثمر

Al-‘ilmu bilaa ‘amalin kasyajari bilaa tsamarin

Artinya: “Ilmu yang tidak diamalkan itu laksana pohon yang tidak berbuah.”

Pohon yang rindang namun mandul mungkin bisa memberi sedikit keteduhan, tetapi ia tidak memenuhi tujuan utamanya untuk memberi makan. Begitu pula ilmu yang hanya tersimpan di dalam memori. Ia mungkin mengagumkan saat dipaparkan, tetapi ia tidak memberi nutrisi spiritual bagi pemiliknya dan tidak memberi solusi nyata bagi permasalahan umat.

Cara Kerja Keberkahan Ilmu yang Ajaib

Salah satu manifestasi terindah dari ilmu yang berkah sering kali terjadi di luar nalar kita. Mungkin kita pernah mengalami, saat di bangku sekolah atau di majelis ilmu, ada sebuah materi pelajaran yang terasa begitu sulit untuk dipahami. Meskipun guru telah menjelaskan berulang kali, pemahaman kita tidak kunjung maksimal.

Namun, bertahun-tahun kemudian, saat kita terjun ke masyarakat dan dihadapkan pada sebuah situasi yang menuntut pengetahuan tersebut, tiba-tiba Allah membukakan pemahaman itu dengan begitu jelas di dalam benak kita. Ilmu yang dulu terasa samar kini hadir dengan terang benderang, menuntun lisan dan perbuatan kita untuk menyelesaikan masalah tersebut. Inilah buah dari keberkahan. Allah “menyimpan” ilmu itu untuk kita dan “mengeluarkannya” tepat pada saat kita membutuhkannya untuk beramal.

Baca...  Peran Ayah dalam Keluarga Menurut Alqur’an

Sebaliknya, ilmu yang tidak berkah bekerja dengan cara yang tragis. Seseorang mungkin adalah bintang kelas, selalu mendapat nilai sempurna, dan mampu menjelaskan teori dengan sangat fasih. Namun, ketika ia berhadapan dengan masalah nyata di tengah masyarakat, ilmunya seakan terkunci rapat. Lidahnya menjadi kelu, pikirannya buntu, dan semua hafalan yang ia banggakan seolah menguap begitu saja. Allah tidak menolongnya dengan ilmu yang ia miliki karena sejak awal, proses menuntut ilmunya tidak dilandasi dengan niat dan adab yang benar.

Akar Masalah: Sebab-Sebab Hilangnya Keberkahan Ilmu

Keberkahan ilmu bukanlah sesuatu yang turun secara acak. Ia adalah buah dari usaha dan adab seorang penuntut ilmu. Beberapa faktor utama yang dapat merusak atau bahkan menghilangkan keberkahan ilmu adalah:

  1. Niat yang Salah: Menuntut ilmu bukan karena Allah, melainkan untuk tujuan duniawi semata, seperti mencari popularitas, mengejar jabatan, ingin dipuji, atau untuk mendebat orang lain dengan kesombongan.
  2. Tidak Menghormati Guru: Sikap meremehkan, tidak beradab, atau menyakiti hati seorang guru adalah racun yang paling mematikan bagi keberkahan ilmu. Ridha guru adalah salah satu pintu utama turunnya keberkahan dari Allah.
  3. Tidak Disiplin dan Malas: Mengabaikan tugas, sering absen tanpa uzur, dan tidak bersungguh-sungguh dalam belajar menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap ilmu itu sendiri.
  4. Menggunakan Ilmu untuk Maksiat: Memanfaatkan pengetahuan untuk menipu, memanipulasi, atau melakukan hal-hal yang dilarang Allah akan mencabut keberkahan dari ilmu tersebut.

Kesimpulan: Jalan Menuju Ilmu yang Berkah

Pada akhirnya, perjalanan menuntut ilmu adalah sebuah paket lengkap yang tidak terpisahkan antara usaha intelektual dan kesucian spiritual. Untuk meraih ilmu yang berkah, yang akan menjadi penolong di dunia dan pemberat timbangan kebaikan di akhirat, seorang murid harus memegang teguh dua pilar utama.

Baca...  Perpindahan Kiblat dalam Sejarah Islam Menyingkap Makna dan Hikmah dari Surat Al-Baqarah Ayat 115 dan 144

Pertama, niat yang lurus, yaitu meniatkan seluruh jerih payahnya semata-mata untuk mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedua, adab yang mulia, terutama kepada sang guru sebagai perantara sampainya ilmu. Dengan memuliakan guru, seorang murid sejatinya sedang memuliakan ilmu itu sendiri. Ketika niat telah lurus dan guru telah meridhai, maka pintu-pintu keberkahan akan terbuka lebar, mengubah setiap huruf yang dipelajari menjadi cahaya yang abadi

1 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
FilsafatKeislaman

Hakikat Ujian dan Cobaan Bagi Orang beriman

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM-Ujian dan cobaan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bagi orang yang beriman, ujian dan cobaan dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan…
Keislaman

Qurais Shihab: Sudah Benarkah Dalam Mencintai Allah SWT?

4 Mins read
Anda tahu bahwa tujuan utama perjalanan menuju Allah SWT adalah untuk semakin mengenalnya. Sering kita mengaku bahwa sudah mencintai Allah SWT dan…
EsaiFilsafatKeislaman

Jalan Hidup Seorang Muslim: Tahan Atas Cobaan, Kuat Akan Ujian

2 Mins read
Sebagai seorang muslim, kita harus memahami bahwa kehidupan ini tidaklah mudah. Kita akan dihadapkan dengan berbagai cobaan dan ujian yang dapat membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
FilsafatKeislaman

Hakikat Ujian dan Cobaan Bagi Orang beriman

Verified by MonsterInsights