HukumKeislaman

Maksum Dalam Syiah Dan Suni

4 Mins read

Kuliahalislam. Maksum (ma’sum) artinya terpelihara. Menurut ulama, Maksum adalah suci dari berbuat dosa atau yang terpelihara dari berbuat dosa, kesalahan-kesalahan, dan kekeliruan-keliruan.

Maksum merupakan salah satu doktrin atau keyakinan golongan Syiah bahwa para Imam itu terpelihara dalam segala Sisi kehidupannya; tidak akan pernah melakukan atau terlibat perbuatan dosa baik dosa kecil maupun besar, tidak akan pernah melakukan maksiat sekecil apapun dan terpelihara dari setiap kekeliruan maupun kelupaan.

Doktrin Maksum tersebut lahir dari kerangka berpikir bahwa Al-Qur’an itu di samping mempunyai arti lahir, juga mempunyai arti batin. Arti tersebut diterima oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam melalui Malaikat Jibril.

Oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, arti lahir dari Al-qur’an diberikan kepada semua sahabat, tetapi arti batin diberikan hanya kepada Imam Ali Bin Abi Thalib.

Arti atau ilmu batin itulah yang diteruskan oleh Imam Ali kepada anak cucunya. Oleh karena itu, Imam Ali adalah sahabat yang paling mengetahui rahasia-rahasia Alquran dan penafsirannya sehingga dia pula yang paling berhak menjadi imam.

Karena Imam Ali Bin Abi Thalib telah meneruskan arti batin Alquran kepada anak cucunya dan secara berantai diteruskan oleh seorang Imam kepada Imam berikutnya yang merupakan penggantinya, maka para imam tersebut adalah mereka yang paling mengetahui arti batin dan penafsiran Al-Qur’an. Karena itu pula para Imam itu Maksum.

Maksum Menurut Syiah

Keyakinan penerusan arti batin Al-Qur’an hanya kepada Imam Ali bin Abi Tholib dan seterusnya yang dibatasi hanya kepada anak cucu keturunan Imam Ali, pada mulanya berasal dari konsep tentang raja-raja Persia (Iran), yaitu bahwa raja merupakan pelimpahan atau bayangan dari Tuhan di bumi.

Konsep tersebut masuk ke dalam paham Syiah. Menurut sejarah, pada mulanya orang-orang Syiah adalah 100% Arab dengan akidah Sunni. Tetapi kaum Mawali ( budak yang dimerdekakan) yang berkebangsaan Persia yang dikejar-kejar oleh penguasa, karena mereka senasib dengan orang Syiah, kemudian menggabungkan diri dengan Syiah Arab tersebut.

Pada perkembangan selanjutnya, orang-orang Persia menjadi mayoritas dalam golongan Syiah dan Syiah Arab menjadi minoritas. Kondisi demikian memberi peluang masuknya paham dan tradisi Persia termasuk konsep tentang raja-raja Persia tadi.

Keyakinan orang Syiah, sejak sejarahnya yang paling awal ( Syiah Arab) bahwa kepemimpinan orang Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah menjadi hak Imam Ali Bin Abi Thalib dan keturunannya, telah berkembang sedemikian rupa akibat masuk dan bercampurnya dengan paham dan pengaruh asing seperti yang telah disinggung di atas, sehingga timbul keyakinan bahwa para Imam yang 12 dari keturunan Al Imam Ali itu Maksum.

Dengan demikian kemaksuman Imam merupakan perkembangan yang datang kemudian. Orang-orang Syiah juga meyakini bahwa Imam Ali merupakan wasiat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Bahkan kalimat syahadatain ( dua kalimat syahadat) yang menjadi keyakinan pokok dalam Islam oleh kaum Syiah ditambahkan dengan kalimat Wa ‘Ali Wasiyyatuh ( dan Ali adalah wasiat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam).

Dalam paham Syiah hal tersebut berfungsi memindahkan arti atau ilmu batin Al-Qur’an dan kemaksuman kepada Imam berikutnya atau pelanjut dari Imam sebelumnya. Dengan demikian, sifat Maksum itu diteruskan dan diwariskan oleh para imam yang diyakini oleh Syiah.

Kemaksuman Imam di kalangan Syiah berkaitan erat dengan keistimewaan-keistimewaan yang diberikan kepada para imam tersebut diantaranya adalah : pertama, penetapan dan penunjukan Imam baru didasarkan oleh nas dari Imam pendahulunya, bukan atas dasar pemilihan atau pembaiatan anggota masyarakat. Kedua, Syiah Sab’iyah (Syiah Tujuh) menetapkan bahwa Imam mendapatkan limpahan makrifat dari Allah yang menjadikannya memiliki kemampuan yang lebih dari siapapun.

Perbedaan perkembangan yang diberikan kepada Imam oleh sekte-sekte dalam Syiah menyebabkan pula timbulnya perbedaan tingkat kemaksuman yang mereka berikan kepada para imam. Pada Syiah 12, pengertian kemaksuman Imam lebih umum daripada Syiah tujuh.

Arti Maksum pada Syiah tujuh lebih sensitif karena Imam dapat melakukan amal yang oleh mata lapisan awam dipandang tercela atau maksiat tetapi perbuatan Imam tersebut bukanlah sesuatu yang tercela atau maksiat di sisi Allah.

Maksum Menurut Suni

Sehubungan dengan konsep Maksum tersebut, pendapat kaum muslimin dalam hal ini dapat ditelusuri oleh ide Salafisme yang dianut oleh mereka dan lebih khusus lagi pandangan-pandangan Ibnu Taimiyah yang dianggap mewakili pandangan kaum muslimin.

Menurut Ibnu Taimiyah dengan, mengangkat tema lama yang digagas oleh Imam Ahmad bin Hanbal, kaum Salafi terbatas hanya pada dua generasi pertama Islam sesudah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yaitu generasi sahabat dan generasi tabiin.

Kemudian berdasarkan beberapa sumber, Ibnu Taimiyah juga memasukkan generasi tabi’i at tabiin ( generasi sesudah tabiin), berdasarkan keterangan Al-Qur’an tentang ridha Allah terhadap kaum Salaf dan rida mereka kepada Allah dan tentang jaminan bahwa mereka semua akan masuk surga.

Ibnu Taimiyah berkesimpulan, yang mempengaruhi serta dianut di kalangan Sunni, generasi Salaf itu adalah yang paling ideal dan menjadi model untuk dicontohkan umat Islam. Didasarkan keterangan Al-Qur’an tentang adanya hubungan khas antara generasi tersebut dan Allah, maka pasal yang tadi diselesaikan dengan mengatakan bahwa secara kolektif kaum Salaf itu merupakan komunitas yang selalu benar.

Dalam konteks generasi sudah generasi Salaf, pandangan tersebut menjadi pandangan yang menyatakan bahwa yang tidak bisa salah adalah keturunan umat bukan pribadi-pribadi para anggotanya. Pandangan bahwa hanya umat yang tidak bisa salah ( Maksum), sebenarnya juga berasal dari prinsip yang dianut oleh Ibnu Taimiyah bahwa tanggung jawab pemeliharaan ajaran-ajaran agama Islam tidak hanya pada para pemimpin atau penguasa tetapi juga pada seluruh umat.

Akibat lebih jauh dari pandangan tersebut, di kalangan sunni dianut suatu keyakinan penolakan kemutlakkan pendapat para ulama yang datang sudah masa kaum Salaf karena yang menjadi tolak ukur kebenaran suatu pandangan sudah kaum salad tersebut hanyalah Alquran dan sunnah nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Keyakinan ini tercermin pada kegigihan Ibnu Taimiyah menolak adanya hak atau otoritas istimewa seseorang dalam agama, bahkan dengan cara yang tidak lumrah dan mengejutkan.

Ibnu Taimiyah mengemukakan konsep kemaksuman nabi-nabi Allah sebagai berikut. Para nabi itu Maksum hanya berkenaan dengan tugasnya menyampaikan wahyu dari Allah saja. Di luar tugas itu, para nabi sebagai manusia biasa dapat melakukan kesalahan. Misalnya, pelanggaran Nabi Daud Alaihissalam, kelalaian Nabi Yunus Alaihissalam dan juga kelengahan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang semuanya termaktub di dalam Al-Qur’an. Hanya saja, bila berbuat kekeliruan atau kesalahan, para nabi segera menyadarinya dan melakukan tobat yang tulus ikhlas.

Justru tobat serupa itulah yang mempertinggi kenabian dan kemanusiaan para nabi tersebut. Selain itu, bila berbuat salah atau keliru, para nabi tersebut segera mendapatkan peringatan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Jika kedua keyakinan itu dibandingkan, kemaksuman dalam Syiah bersifat mutlak sedangkan kemaksuman para Nabi dalam Suni tidaklah mutlak atau hanya berkenaan dengan tugasnya menyampaikan wahyu.

Dalam Syiah kemaksuman dilekatkan kepada Imam sedangkan dalam sunni kemaksuman hanya pada para nabi. Dengan kata lain, dalam kalangan suni, kemaksuman selain nabi tidak dikenal bahkan tidak populer sama sekali.

123 posts

About author
Redaktur Kuliah Al Islam
Articles
Related posts
HukumKeislaman

Hadis Mutawatir Dalam Ilmu Hadis

3 Mins read
Kuliahalislam.com Mutawatir (banyak, terkenal, umum). Berasal dari kata “tawatara” yang artinya beruntun. Khabar Mutawatir adalah berita yang didengar oleh banyak dan diceritakan…
KeislamanTokoh

Sejarah Al-Ma'mun Khalifah Daulah Abassiyah

6 Mins read
Kuliahalislam.Khalifah Al-Ma’mun lahir di kota Baghdad, 170 H/785 M-218 H/833 M. Dia adalah Khalifah ke-7 dari Daulah Abbasiyah. Nama lengkapnya adalah Abdullah…
KeislamanSejarah

Kejayaan Dan Runtuhnya Dinasti Samaniah

3 Mins read
Kuliahalislam.com-Dinasti Samaniah merupakan sebuah dinasti kecil yang muncul di dunia Islam (Persia) pada abad ke-9, ketika Dinasti Abbasiyah mulai melemah. Wilayahnya meliputi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights