Penulis: Achfan Aziz Zulfandika*
Pendidikan hadir sebagai praktik menuju sebuah kemerdekaan setiap insan manusia yang berorientasi terhadap karakter. Realita mahasiswa sekarang, menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan sebuah nilai. Identiknya mahasiswa pada saat ujian berlangsung, tentu mengharapkan nilai yang maksimal.
Tujuan hanya mengedepankan esensi nilai, seringkali mahasiswa mengerjakan ujian dengan membuka handphone (menyontek). Contoh seperti ini merupakan salah satu dampak negatif penggunaan teknologi yang terasa di dunia pendidikan.
Kebiasaan menyontek, sudah mudah kita jumpai dalam lingkungan mahasiswa. Meskipun tidak semua mahasiswa melakukan perbuatan serupa, namun cara yang dianggap paling tepat ini sudah menjadi kebudayaan.
Fenomena yang terjadi di lingkungan mahasiswa tersebut, mudah dijumpai ketika masa ujian tengah maupun akhir semester. Perlu kita cermati dan analisis, budaya menyontek mahasiswa ketika ujian berlangsung sangat beragam. Keberagaman yang timbul seperti ini tidak lain karena dipengaruhi oleh kebiasaan mahasiswa ketika menyontek di jenjang pendidikan sebelumnya.
Namun, budaya menyontek mahasiswa dipengaruhi oleh faktor yang paling utama berupa lingkungan pertemanan. Pertemanan mahasiswa ketika sudah masuk dalam lingkungan yang memiliki mindset kuliah hanya mengedepankan nilai saja, maka awal inilah pintu budaya menyontek akan tetap dilestarikan.
Perlu kita refleksikan, sekarang banyak sekali mahasiswa yang hanya mementingkan dari segi nilai saja tanpa memikirkan pemahaman yang didapatkan, bahkan tidak mengupgrade skill sebagai investasi kedepan. Sehingga mindset seperti ini menghasilkan sifat mahasiswa enggan membaca maupun belajar, karena budaya mencontek dianggap sebagai cara yang efektif.
Budaya menyontek mahasiswa tetap dilestarikan karena tidak banyak dosen yang berperan aktif mengawasi sepenuhnya ketika ujian berlangsung. Alhasil, mahasiswa menganggap mudah, tentang bagaimana proses penerapan menyontek nanti akan dilaksanakan.
Budaya mencontek, tidak bisa dipungkiri bahwa kampus sekelas Universitas Islam Negeri banyak sekali yang melestarikan budaya tersebut. UIN Surakarta misalnya sebagai kampus tercinta penulis ini. Sekelas kampus yang terkenal dengan mahasiswanya yang memiliki perilaku agamis, budaya menyontek rupanya tetap dilestarikan dan mudah kita lihat di sekitar lingkungan kampus. Jadi tidak hanya di kampus yang berlabel umum saja, namun kampus yang berlabel UIN saja mahasiswanya juga memiliki kebudayaan menyontek.
Kebiasan mahasiswa menyontek, membuat citra diri nama seorang mahasiswa sekarang terkotori. Cara-cara menyontek mahasiswa yang menarik kita analisis adalah menyontek dengan kursi istimewa (kursi belakang). Kursi istimewa tersebut merupakan istilah yang menjadi candaan bagi kalangan mahasiswa yang sudah berbudaya dengan menyontek.
Mereka dengan humornya mengatakan “Ayo golek kursi istimewa supoyo aksi kita lancar lan terjamin hasile”. Perkataan seperti itu menjadi fenomena sosial yang tidak bisa penulis jauhkan dari indra pendengaran. Perlu kita cermati, perkataan yang terucap seperti itu menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut tidak memiliki idealisme di dalam dirinya.
Mahasiswa yang dulunya terkenal dengan idealisme yang dimiliki, sekarang amat banyak sekali mahasiswa yang malah tidak memiliki idealisme. Idealisme yang dimiliki mahasiswa seharusnya merupakan hal vital yang dimiliki setiap individu mahasiswa. Karena dengan idealisme mahasiswa akan terbentuk pola-pola berpikir, perilaku dan sikap. Perlu kita ketahui, kenapa budaya menyontek mahasiswa sekarang menjadi hal wajar? Karena mahasiswa sekarang tidak memaknai sebuah idealistis menjadi seorang mahasiswa.
Sebuah idealistis mahasiswa memberikan sebuah pandangan hidup bahwasanya mereka akan selalu optimis dalam melakukan perjalanan menuntut ilmu. Optimis yang dibawakan dari idealistis ini yang akan membuat mahasiswa tidak akan melakukan menyontek, baik dengan penggunaan teknologi modern maupun cara-cara tradisional.
Mahasiswa yang seharusnya memiliki sikap kerja keras, jujur dan tanggung jawab. Malah terkadang mahasiswa sekarang tidak mengedepankan sikap seperti itu. Seorang mahasiswa yang lekat dengan budaya menyontek sangat perlu disadarkan dan mampu merefleksikan diri. Refleksi tersebut membuat mahasiswa akan sadar dengan langkah awal yang sudah diambil menjadi seorang mahasiswa.
Kebudayan mahasiswa menyontek yang sudah tumbuh subur, akan bisa dihilangkan ketika upaya membangun kesadaran setiap mahasiswa terbangun. Kesadaran ini lah yang akan berorientasi kepada dunia literasi, baik membaca maupun menulis. Kesadaran literasi merupakan langkah tepat yang ditempuh bagi mahasiswa yang sudah masuk kedalam jalan yang salah.
Literasi dibangun penuh dengan sikap kesadaran, dengan kesadaran memaknai hakikat mahasiswa, sebagai manusia yang berperan aktif dan mengedepankan dinamis guna membangun peradaban yang lebih baik. Maka literasi ini akan memutus rantai ikatan mahasiswa dengan budaya menyontek. Pendidikan zaman sekarang sudah didukung dengan teknologi informasi, sehingga mahasiswa harus mampu menjalankannya dengan baik (tidak untuk menyontek) maka mereka berhasil sebagai social control.
Karena, mahasiswa harus bisa mengontrol penggunaan teknologi informasi dengan tepat agar tidak mengotori citra pendidikan. Dengan proses belajar yang kuat dan jujur di dalam proses pendidikan, maka cara menuntut ilmu yang dilakukan akan mendapatkan keberkahan, kebaikan dan keadilan serta menciptakan kemaslahatan bersama dalam dunia pendidikan.
*) Mahasiswa aktif Pendidikan Agama Islam UIN Raden Mas Said Surakarta.