Penulis: Rizqina Autca Niha Sucipto*
KULIAHALISLAM.COM – Pada masa keemasan peradaban Islam, terjadi kemajuan yang signifikan dalam bidang ilmu pengetahuan. Selain dari ilmu-ilmu Keislaman yang berfokus pada penafsiran teks-teks Alqur’an dan Hadis, terdapat juga perkembangan dalam bidang-bidang lain seperti astronomi, al-Jabar, kimia, dan fisika.
Tidak lupa penggunaan mantiq atau logika dalam ilmu-ilmu Keislaman memainkan peran penting dan mendorong lahirnya ilmuwan serta karya-karya berkualitas. Para ulama memberikan dedikasi yang kuat terhadap ajaran Islam, memastikan bahwa setiap aspek dibahas secara menyeluruh, termasuk pengkategorian ayat-ayat hukum dalam bidang ilmu yang relevan.
Filsafat Islam juga memiliki kontribusi penting dalam perkembangan ilmu-ilmu Keislaman, terutama dalam kaitannya dengan Mantiq. Mantiq atau logika, telah mengalami perubahan besar dari logika tradisional menjadi logika simbolik seiring dengan perubahan pola pikir manusia. Studi mengenai pengaruh mantiq terhadap ilmu-ilmu Keislaman menjadi penting sebagai evaluasi perkembangan keilmuan Islam ke depan.
Sejarah Perkembangan Logika (Mantiq)
Mantiq atau logika sejak awal mula kemunculannya di Yunani telah mengalami pertumbuhan dan dampak yang signifikan dalam kehidupan manusia. Perkembangan logika itu sendiri telah bertransformasi dari logika konvensional menjadi logika simbolik, sejalan dengan perubahan paradigma berpikir manusia. Pengaruh logika sangat berperan dalam membentuk kerangka ilmiah.
Pada abad ke-7 Masehi, karya-karya Aristoteles telah diperbanyak dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh para cendekiawan Muslim, terutama di masa kekuasaan Abbasiyah. Karya-karya tersebut meliputi “Logika” dan juga karya-karya lainnya, seperti yang dilakukan oleh Al Kindi, Al Farabi, dan Ibnu Sina.
Para cendekiawan Muslim tersebut tidak hanya menerjemahkan tetapi juga memberikan komentar terhadap karya-karya Aristoteles, seperti Ibnu Sina yang menyediakan komentar dalam 9 jilid untuk “Ilmu Logika” tersebut, meskipun aslinya isi ilmu logika Aristoteles dalam “Interpretation” hanya mencapai sekitar 100 halaman.
Di Indonesia, ilmu logika ini diajarkan di pesantren dengan sebutan “mantiq,” yang merupakan terjemahan dari kata “logika.” Bahkan, prinsip-prinsip mantiq disusun dalam bentuk syair dalam buku yang dikenal sebagai “kitab kuning” di kalangan pesantren Indonesia.
Dalam peradaban Islam, kehadiran logika Yunani telah memberikan dorongan bagi lahirnya berbagai disiplin ilmu Keislaman, termasuk Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Ushul Fiqh, dan Filsafat Islam.
Kehadiran ilmu-ilmu tersebut merupakan hasil dari penerimaan umat Islam pada konsep logika Yunani pada masa itu. Pengaruh logika juga sangat terasa pada era modern yang telah melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang luas.
Pengaruh Mantiq dalam Ilmu-ilmu Keislaman
Pengaruh logika atau mantiq dalam ilmu-ilmu Keislaman berdasarkan prinsip-prinsip logika, seperti silogisme, metode berpikir deduktif, metode berpikir induktif, dan analogi atau qiyas.
Silogisme merujuk pada proses penarikan kesimpulan berdasarkan premis mayor, premis minor, dan konklusi. Metode berpikir deduktif merupakan cara berpikir dari yang umum menuju ke khusus, yang dapat diterapkan dalam pemahaman dan penerapan ayat-ayat serta kaidah-kaidah dari ilmu-ilmu Keislaman.
Metode berpikir induktif adalah proses berpikir dari yang khusus ke umum, di mana ayat-ayat Alqur’an dipahami terlebih dahulu, kemudian digeneralisasikan untuk digunakan sebagai argumentasi atau pengistinbatan hukum serta kaidah-kaidah tertentu.
Analogi atau qiyas merupakan proses pencarian persamaan antara bentuk yang berbeda sesuai dengan objek kajian ilmu. Keempat prinsip logika ini akan digunakan sebagai alat analisis untuk melihat pengaruh logika dalam ilmu Tafsir, ilmu Ushul Fiqh, dan ilmu Kalam.
Berdasarkan disiplin ilmu yang dimulai oleh para cendekiawan Yunani, para ilmuwan dalam dunia Islam juga menyelami berbagai bidang pengetahuan. Mereka terus melakukan penelitian berdasarkan interpretasi atas ayat-ayat Alqur’an yang mendorong eksplorasi jagat raya. Setelah menyerap karya-karya yang diterjemahkan dari dunia Yunani dan Persia, ilmuwan Muslim menjalankan penelitian dengan kebebasan.
Filsafat Islam dan Mantiq
Faktor-faktor yang mendorong kelompok Muslim menerima filsafat, terutama mantiq, adalah pertama, adanya kebebasan berpikir di kalangan umat Islam terhadap orang-orang yang mereka kalahkan, sehingga terjadi interaksi atas beberapa konsep hingga masalah-masalah mendasar (I’tiqād).
Kedua, kelompok Muslim menerima ilmu dari kelompok Yunani meskipun tidak sepenuhnya menerima seluruh ajarannya. Ketiga, terdapat kebutuhan di kalangan umat Muslim untuk mengkaji konsep tentang ketuhanan.
*) Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan