KULIAHALISLAM.COM – Kebudayaan pada hakikatnya adalah sebuah proses menuju peradaban umat manusia yang lebih tinggi. Kebudayaan merupakan kreasi akal pikiran manusia yang dituangkan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal ini bisa dilakukan dengan strategi menyatukan antara pikiran dan kalbu (hati) dalam aktivitas kehidupan manusia, agar memiliki wawasan keilmuan yang luas dan mempunyai komitmen agama yang tinggi.
Sehingga, kebudayaan yang dihasilkan memiliki nilai-nilai kegamaan dan dapat dipertanggungjawabkan serta memiliki manfaat besar bagi peradaban umat manusia.
Dalam proses penyatuan pikir dan kalbu, pendidikan menjadi suatu hal yang sangat penting, bahkan tidak dapat dilepaskan dalam menyusun strategis kebudayaan Islam. Pendidikan lahir dan berkembang dari suatu kebudayaan.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan basis strategis dalam pembentukan kebudayaan. Kebudayaan berbasis tasawuf ini akan dapat menghindari terjadinya tekanan dan keputusasaan pada masyarakat, sehingga tindakan-tindakan kriminalitas atau kejahatan lainnya tidak perlu terjadi.
Di samping itu, tasawuf merupakan solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan sosial yang diakibatkan kemajuan dalam bidang kebudayaan yang menyebabkan orang-orang menderita stres berat atau kehilangan identitas diri. Dengan bertasawuf mereka kembali ke jalan yang benar.
Karena tasawuf merupakan moralitas yang berdasarkan Islam, seseorang semakin bermoral maka semakin bening hati dan jiwanya. Esensi agama Islam adalah moral yaitu moral antara hamba dengan Tuhannya, antara dirinya sendiri, antara dirinya dengan orang lain dan antara dirinya dengan alam.
Dengan bermoral berarti ia melahirkan tindakan positif bagi dirinya seperti menjaga kesehatan jiwa dan negara. Dengan demikian, krisis spiritual tidak akan terjadi dan moral dapat menyebabkan keharmonisan, kedamaian, dan keselarasan dalam hidup.
Tasawuf yang diajarkan kepada manusia akan mengangkatnya ketingkatan shafa al-tauhįd yaitu dalam tingkatan ini manusia akan memiliki moralitas Tuhan.
Tak hanya itu, tasawuf juga mampu sebagai terapi krisis spiritual karena:
Pertama, tasawuf secara psikologis merupakan hasil dari pengalaman spiritual. Pengalaman spritual ini merupakan hasil dari berbagai pengalaman realitas Ketuhanan yang cenderung inovatif dalam agama.
Kedua, kehadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman dapat menimbulkan keyakinan yang sangat kuat sehingga mampu untuk melakukan amal-amal ibadah yang saleh.
Ketiga, dalam tasawuf hubungan seorang hamba dengan Allah dijalin atas kecintaan kepada Allah, hubungan mesra ini akan mendorong seseorang untuk melakukan amal ibadah yang terbaik.
Dengan bertasawuf, maka akan terhindar dari tekanan psikologis sebagaimana yang dialami masyarakat modern. Tasawuf akan menuntun manusia untuk hidup dalam ketenangan tanpa dipengaruhi oleh hingar bingar modernitas.
Tasawuf juga menunjukkan kepada masyarakat jalan pilihan yang telah dilalui oleh manusia. Dengan menyadari bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang semu dan beralih kepada tujuan yang benar, yaitu tujuan akhirat yang kekal, mereka akan meninggalkan kehidupan semu dan berlaku zuhud.
Segala usahanya akan disandarkan kepada Allah sebagai bentuk ibadah. Kekekalan sejati hanya diperoleh dengan meninggalkan kehidupan duniawi dan berlaku jihad sebagai zuhud yang sebenarnya.
Tasawuf adalah suatu revolusi spiritual (tsaurah ruhiyah). Tasawuf akan selalu memperbaharui dan menyemai kekosongan jiwa manusia. Melimpah ruahnya materi yang mewarnai kehidupan dunia ini dianggap bukanlah sesuatu yang penting, sebaliknya melipah ruahnya hati adalah sebuah penopang.
Sang sufi adalah mereka yang kaya hatinya, tetapi tidak pasif terhadap kenyataan hidup. Kehidupan di dunia ini bagi sang sufi adalah fakta yang tidak bisa diingkari. Mereka menghadapinya dengan realistis, dengan kedekatan kepada Allah.
Teladan-teladan kesufian bisa dilihat dalam sejarah seperti Umar bin Abdul Aziz, seorang raja yang bersikap asketis atau zuhud; Jabir bin Hayyan, seorang fisikawan Muslim tersohor adalah pelaku tasawuf.
Al-Junaid yang dikenal sebagai seorang sufi, namun ternyata beliau adalah seorang pengusaha; Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili, tokoh sufi terkenal yang juga seorang petani sukses. Sang sufi hanyalah memagari dunia melalui medium pelatihan sehingga tercapai ketenangan dan keteduhan jiwa.
Sebenarnya, urusan duniawi dan urusan ukhrawi bukanlah dua hal yang terpisah. Urusan dunia tidak lain adalah segi lebih praktis dari kebulatan hidup manusia, yang dalam segi itu mengandung makna perbuatan dalam hidup itu dalam jangka pendek dan segera.
Urusan dunia merupakan persiapan menuju urusan akhirat. Kesadaran ukhrawi atau akhirat adalah tidak lain kesadaran akibat atau konsekuensi dalam jangka panjang dari perbuatan seseorang.
Yaitu kesadaran moral dan etis yang diwujudkan dalam tingkah laku dan sikap penuh tanggungjawab kepada nilai intrinsik suatu tindakan nilai yang terkait dengan usaha melindungi dan mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan sebagai tujuan hidup.
Dalam dimensi akhirnya, kesadaran moral dan etis itu disangkutpautkan dengan orientasi hidup yang dijiwai dan disemangati oleh tujuan mencapai ridha Allah SWT.
Dengan melihat hubungan logis antara urusan dunia dan akhirat, maka dapat dipahami bahwa janji dalam Kitab Suci tentang kesuksesan yang utuh dan sejati akan diberikan Allah kepada mereka yang bertakwa.
Yang bertakwa yaitu, adalah orang yang mempunyai kesadaran mendalam tentang apa yang akan menjadi akibat atas amal perbuatan di hari kelak.