“Maafkan aku Bang Salman, Kak Nayla. Aku benar-benar telah menyusahkan kalian. Semua pertengkaran kalian adalah aku penyebabnya. Sekali lagi aku minta maaf. Tentang aku tidak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja.”
Salman tercengang. Saat itu hampir adzan Magrib. Ia membereskan pecahan vas bunga yang tadi ia pecahkan. Sedangkan Nayla sedang beristirahat di kamar. Salman tidak mengizinkan Nayla melakukan apa-apa.
Ia menemukan surat pendek berada di dekat pintu masuk. Iseng membacanya yang ternyata itu adalah tulisan Chika. Ia tau benar dengan tulisan Chika. Salman segera mengecek kamar Chika, tidak ada seseorang pun di sana. Chika tidak ada di kamarnya.
Salman memutuskan untuk mencari Chika. Pasti tadi Chika mendengar pertengkarannya dengan Nayla. Buru-buru ia melaksanakan shalat magrib tanpa berjamaah dengan Nayla. Biasanya mereka sering berjamaah bersama. Nayla bingung bertanya pada Salman ada apa.
“Chika belum pulang. Aku harus mencarinya. Sebaiknya kamu di sini saja,” jelas Salman singkat. Ia segera mengenakan pecinya dan izin pergi.
“Belum pulang?” wajah Nayla tampak khawatir.
“Tenanglah. Aku akan mencarinya. Mungkin ponselnya mati jadi tidak bisa menghubungi kita,” ujar Salman menenangkan.
“Berhati-hatilah!” pesan Nayla tanpa mengatakan apa-apa lagi. Ia tau bertanya hanya memakan banyak waktu sehingga menghambat waktu Salman untuk mencari Chika.
Salman tersenyum lalu mengangguk. Ia segera pergi meninggalkan rumah mencari keberadaan Chika. Tempat pertama yang Salman datangi adalah rumah Ais, mereka sempat berkunjung ke rumah Ais beberapa minggu yang lalu saat Chika menceritakan kalau ia bertemu dengan Tante In dan om Umang yang merupakan kerabat dekat Nayla. Jadi mereka memutuskan mengunjungi keluarga tersebut. Chika tidak ikut karna ada tugas dadakan dari dosennya, jadi hanya mereka berdua yang datang berkunjung.
Salman menyaksikan Ais yang terlihat marah besar. Ia membanting semua benda yang ada di hadapannya untuk meluapkan kemarahannya. Salman mengerutkan kening, ia batal mengetuk pintu untuk memberi salam dan masuk ke rumah itu. Ia masih menunggu keributan mereda. Mungkin ini ada sangkut pautnya juga dengan kepergian Chika.
“Aghhhhrrr…. Sudah kubilang Ka. Chika ingat semuanya. Dia bisa mengingat dengan detail setiap kejadian yang ia alami. Dia tau kalau Paman Hakim itu yang telah menghancurkan keluarganya,” Ais memukul-mukul kepalanya. Ia menyesal menaruh foto itu di ruang keluarga. Tapi ia memang sengaja melakukannya agar tidak ada lagi yang ia sembunyikan dari Chika.
“Sudah Ais! Mama tau kamu kesal, marah dan kecewa pada diri kamu sendiri. Tapi kita tidak tau harus melakukan apa. Mama saja sangat merasa bersalah kalau ternyata Paman kamulah yang melakukannya,” kata Tante In menenangkan. “Chika pasti bisa mempertimbangkannya. Dia tidak mungkin membencimu Ais walaupun memang itu yang selama ini kamu takutkan darinya.”
“Assalamualaikum,” Salman memilih untuk memberanikan diri. Semua ini memang berkaitan erat dengan kepergian Chika.
“Waalaikumsalam,” jawab Tante In. “Salman!”
“Suami Nayla kan?” tanya Tante In berusaha untuk tersenyum.
“Iya Tante. Saya ada keperluan,” tutur Salman.
“Ada keperluan apa?”
“Chika tidak ada di rumah,” jawab Salman langsung pada tujuannya.
Tatapan Ais langsung tertuju pada Salman. Ke mana Chika? Jika tidak ada di rumah lalu ia pergi ke mana lagi?
“Tidak ada?”
“Iya Tante. Saya sedang mencarinya ke sini. saya kira dia ada di sini.”
“Ayo Bang! Kita cari bersama,” Ais memotong percakapan langsung mengajak Salman untuk segera mencari keberadaan Chika.
Mereka sudah berkali-kali menyusuri kampus. Ais juga sudah menghubungi teman terdekat Chika dan teman kelas lainnya. Mereka tidak tau keberadaan Chika. Ia juga mengotak-atik ponselnya mencari data orang-orang yang sekiranya bisa dihubungi dan mengetahui keberadaan Ima. Ais bahkan mengecek CCTV namun Chika memang tidak kembali lagi ke kampus.
Sampai jam 12:00 malam, Chika belum di temukan. Salman bingung akan menjawab apa nanti jika Nayla bertanya padanya. Pasti Nayla belum tidur menunggu kabarnya. Tapi, mereka tidak punya pilihan. Mereka harus pulang dan akan kembali mencari Chika lagi besok pagi.
“Tidak mungkin, Bang. Besok saya harus berangkat ke Eropa. Saya tidak bisa mencari Chika,” Ais menunduk lesuh.
“Tenanglah! Chika baik-baik saja. Mungkin dia menginap di suatu tempat, besok aku akan mencarinya lagi,” ujar Salman pada Ais. “Chika sudah hafal jalanan ibu kota, ia tidak mungkin tersesat. Mungkin ia sedang mencari ketenangan.”
Ais mengangguk. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang diantarkan oleh Salman. Tante In tampak segera membuka pintu. Mungkin ia juga menunggu kepulangan putranya. Sedangkan Salman pulang tanpa membawa kabar baik pada istrinya.
*
Salman izin mengajar. Ia harus mencari keberadaan Chika. Siapa tau Chika akan ke kampus hari ini. Nayla meminta untuk ikut, ia tidak mau hanya duduk menunggu di rumah. Sejak semalam ia menunggu Salman pulang membawa Chika. Ternyata tidak, Chika bukan tidak pulang karna masih ada kegiatan di kampus. Tapi ia tidak pulang karna mendengar pertengkaran mereka kemarin sore.
“Sudahlah Nayla! Aku yakin Chika baik-baik saja.”
Nayla tidak menjawab ia masih saja cemas sambil menatap gerbang kampus, berharap Chika ada di antara salah satu rombongan yang berbondong-bndong masuk mengejar mata kuliah. Salman masuk ke gerbang kampus memeriksa jadwal mata kuliah Chika. Salman mencari Chika di dalam kelasnya atau teman-teman Chika yang sekiranya bisa membantunya. Ia harus segera menemukan Chika.
“Tidak ada Pak, Chika tidak masuk sejak tadi.”
“Apa Chika izin tidak masuk?” tanya lagi pada salah satu mahasiswi berambut panjang yang ada di kelas itu.
“Tadi ada temannya yang menitip surat,” jawab mahasiswi berkerudung coklat.
“Boleh saya tau temannya siapa?”
Mereka menatap Salman curiga, mungkin penasaran kenapa Salman malah terus menanyai Chika. Memang ada apa Chika dengannya.
“Chika itu ipar saya. Dia belum pulang dari semalam. Jadi sekarang saya sedang mencarinya,” jelas Salman.
“Biasanya Chika sering bersama Nina dari Fakultas Agama Islam. Tadi juga Nina yang menitipkan surat pada kami,” jelas mahasiswi berambut panjang.
Salman bingung. Padahal kemarin Nina sendiri yang mengatakan kalau ia tidak bersama Chika dan tidak tau di mana keberadaan Chika. “Di antara kalian ada yang tau di mana rumah Nina?” tanya Salman.
Mahasiswi itu semuanya menggeleng tidak tau.
“Baiklah terimakasih untuk informasinya,” ucap Salman beranjak pergi meninggalkan mahasiswi tersebut.
Ponsel Salman berdering, ada panggilan dari Ais. Mungkin Ais menemukan info tentang keberadaan Chika. “Iya Ais.”
“Bang, Chika ada di rumah Nina. Dia menginap di sana semalam.”
“Kamu sekarang ada di mana Ais?”
“Di bandara Bang, aku terbang tiga puluh menit lagi,” jawab Ais.
“Tolong carikan alamat Nina. Biar aku yang mendatangi rumah Nina.”
“Sudah Bang, aku akan mengirimkannya.”
Salman mengucapkan salam. Ia segera mematikan ponselnya lalu beranjak ke alamat yang diberikan Ais padanya. Nayla tampak masih memerhatikan rombongan mahasiswi yang lewat sejak tadi. Masih berharap ada Chika di antara mereka.
“Ayo! Chika ada di rumah Nina, kita akan ke sana sekarang.”
Nayla tidak bertanya lagi. Ia langsung masuk ke dalam mobil.
Sesampainya di rumah Nina, Salman menjumpai Chika dalam Keadaan tidur pulas sehabis membaca buku.