Penulis: Nuzila Addina Fahma*
Aceh merupakan salah satu daerah di Indonesia yang terletak ujung paling barat. Aceh terkenal memiliki banyak kebudayaan yang bernapaskan Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat lokalnya dan terdapat pula beberapa karya Islami di Aceh.
Menurut Hamka, Islam telah ada di Aceh pada abad ke-7 M. Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa Islam ada di Aceh pada abad ke-13 M yang ditandai dengan berdirinya kesultanan Samudra Pasai.
Aceh adalah salah satu daerah yang melahirkan naskah-naskah keagamaan, yang ditulis oleh para ulama-ulama di masanya. Dahulu naskah atau juga bisa disebut dengan manuskrip menjadi salah satu pembendaharaan ilmu pengetahuan, ide-ide, dan juga nilai-nilai yang bernapaskan Islam.
Naskah biasanya ditulis untuk keperluan atau aktivitas tertentu atau biasanya digunakan untuk dokumentasi dari ilmu pengetahuan. Naskah kuno karya ulama Aceh ini memeliki beberapa jenis, ada yang berisi ilmu pengetahuan dan naskah yang berupa mushaf Alqur’an.
Naskah kuno karya ulama Aceh yang berupa Alqur’an ditulis dengan tulisan tangan dengan iluminasi atau hiasan yang beragam. Hiasan atau iluminasi ini menunjukkan kekhasan dari Aceh dan menjadi cerminan dari identitas kelokalan Aceh. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) iluminasi memiliki arti penerangan. Jika dijabarkan iluminasi ialah penerang agar sesuatu itu terlihat indah dan bagus untuk dilihat, penerang agar sesuatu dapat dilihat.
Iluminasi dalam mushaf Alqur’an juga bisa berfungsi sebagai penghias (the art of the book). Lebih khusus lagi, ragam hias Aceh dapat diartikan sebagai karya seni rupa tradisional yang tidak hanya sebagai pengindah, tetapi juga sebagai tuntunan bagi masyarakat Aceh. Atau dalam arti lain sebagain suatu yang harus dilestarikan sebagai sarana untuk pengiventarisasian identitas budaya Aceh.
Mushaf Alqur’an kuno di Aceh cenderung memiliki corak ragam hias berbentuk tumbuhan atau floral. Naskah atau mushaf Alqur’an ini terdapat di Pedir Museum (lembaga swasta). Sayangnya, keberadaan naskah ini belum dilestarikan dengan baik. Pendataan dan iventarisnya belum diatur dengan baik.
Hal ini cukup memprihatinkan, karena masih rendahnya kepedulian akan pelestarian, pendokumentasian dan pendataan terhadap naskah kuno. Buku atau kajian mengenai iluminasi nasakah kuno di Aceh sangat minim, sehingga perlu untuk dikaji lebih dalam.
Terdapat tiga mushaf Alqur’an kuno yang terdapat di Pedir Museum Aceh. Ketiganya masih utuh. Namun tidak diketahui siapa penyalin dan pembuat iluminasi pada ketiga mushaf tersebut.
Iluminasinya terdapat pada pertengahan mushaf. Terdapat 12 motif yang ada di dalam mushaf Alqur’an kuno di Aceh, yaitu: motif bungong ayu-ayu, motif bungong pucuk rebung, motif bungong sagoe, motif bungong awan-awan, motif bungong kundo,motif bungong sulu bayong, motif awan si on, motif bungong seuleupo, motif kuncup bunga, motif bengkuang rincong, motif kuncep, dan motif bungong aka cino. Sebagian besar dari motif-motif iluminasi ini merupakan motif kain tenun sutera di masa lampau.
Ada seorang peneliti yang meneliti aspek historis dan arkeolog adanya iluminasi dalam mushaf Alqur’an kuno di Aceh. Kesimpulan yang didapatkannya dari hasil penelitian tersebut ialah ditemukannya kompleks makam kuno di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Kompleks makam tersebut terdapat di Kota Rentang, di Pulau Kampai, dan juga di Kota Medan.
Beberapa makam kuno di Pulau Kampai memiliki batu nisan dengan tipe Aceh, ada juga yang tipe Bugis-Melayu, dan ada pula yang bentuknya lonjong silinder. Dari jejak historis dan arkeolog tersebut munculah dugaan bahwa iluminasi yang terdapat pada mushaf Alqur’an kuno di Aceh dimiliki oleh Kerajaan Aceh Darrussalam yang berada di Kawasan Timur Pantai Sumatera Utara. Muncul pula dugaan bahwa iluminasi tersebut berkaitan dengan wafatnya tokoh Muhammad bin Muhammad Mahyiddin pada tahun 1342 H atau 1920 M.
Iluminasi pada mushaf Alqur’an kuno di Aceh menggambarkan ciri visual yang sesuai dengan karakter kebudayaan dari daerah asal atau daerah penyebarannya (Aceh). Di Pedir Museum hanya terdapat tiga mushaf yang utuh. Ketiga mushaf tersebut cenderung memiliki motif iluminasi floral. Selain itu juga tedapat motif seperti benda sehari-hari misalnya tali, mahkota, dan rencong. Iluminasi-iluminasi tersebut menjadi suatu bentuk kolaborasi dengan beragam motif khas Aceh. Saat ini motif-motif tersebut bisa dilihat juga pada rumah adat Aceh.
*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya.