Artikel

Kecil Suka Mengaji, Besar Terus Mengaji

11 Mins read

Nama   saya   Siti   Aminah.   Saya   lahir   di Ketapang,  21 Agustus  2002.  Saya  anak  kedua  dari tiga bersaudara. Ayah saya bernama Yayan Aryanto dan Ibu saya bernama Siti Maryati. Orang tua saya merupakan  asli  suku  sunda  yang  bertransmigrasi dari pulau Jawa ke Kalimantan pada tahun 1992 atas program  pemerintah  Presiden  Soeharto.  

Ayah  dan Ibu  saya  ditempatkan  di  kampung  yang  sama.  Hal tersebut menjadi titik awal pertemuan mereka. Atas perjodohan dua keluarga akhirnya mereka menikah hingga lahirlah ketiga buah hatinya. 

Ibu saya berasal  dari  keluarga  yang  cukup  religius.  Sejak  kecil,  ia  dididik  ilmu  agama  dengan  baik sehingga tumbuh menjadi wanita salehah, hangat, dan penuh kasih sayang. Berbeda dengan Ayah saya yang berasal dari keluarga kurang agamis. Ibunya adalah seorang mualaf dan telah wafat  sejak  ia  kecil.  

Oleh  karena  mendapatkan  didikan  yang  keras  dari Ayahnya,  ia  tumbuh menjadi sosok yang pekerja keras,  tekun dan gigih.  Masa kecilnya dihabiskan untuk bekerja mencari nafkah bersama kedua adiknya, merantau ke pulau Sumatera sebagai buruh dan supir truk.  

Setelah  menikah,  Ayah  saya  belajar  ilmu  agama  kepada  mertuanya.  Ia  belajar  dengan penuh semangat meski menuntut  ilmu  agama pada  usianya yang sudah dewasa. Hal  tersebut menjadi  sebuah  kebanggaan  tersendiri  bagi  keluarga,  terkhusus  bagi  anak-anaknya  yang menjadikannya  sebagai  sebuah  motivasi  dan  tauladan.  

Orang  tua  saya  bukanlah  orang  yang berpendidikan.  Keterbatasan  ekonomi  memaksa  mereka  putus  sekolah  sejak  menduduki jenjang sekolah dasar. Namun hal tersebut  menjadi  ibrah bagi mereka untuk  menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang yang lebih tinggi. 

Saat kecil saya sangat suka membawa buku iqra’ kemanapun saya pergi. Ibu saya bercerita bahwa suatu ketika kami pergi berlibur ke kota, benda pertama yang saya kemas ke dalam tas Barbie kesayangan saya adalah buku iqra’ lengkap dengan petunjuk ngaji yang terbuat dari kayu berukiran bunga yang saya beli di pasar malam. 

Saya menuntut ilmu agama khususnya  belajar  membaca  Alqur’an pertama kali bersama kedua orang tua, dimulai dari belajar membaca iqra’. Metode pembelajaran yang digunakan adalah tahsin dan talaqqi. Tahsin adalah  salah  satu  cara  untuk  tilawah Alqur’an yang menitikberatkan pada makhroj (tempat keluarnya  huruf),  sifat-sifat  huruf  dan  ilmu  tajwid  (Rauf,  2014). 

Adapun  talaqqi  maksudnya adalah  berhadapan  secara  langsung  antara  guru  dan  murid.  Kegiatan  belajar  mengaji  ini dilakukan setiap hari ba’da maghrib. Setiap harinya saya diharuskan membaca iqra’ satu halaman dan mengulang kembali halaman sebelumnya yang telah dibaca. Sistem pembelajaran ini  sangat  sederhana  dan  mudah.  

Setelah  berusia  4  tahun  saya  belajar  membaca  Alqur’an dengan seorang guru yang merupakan salah satu murid kakek saya. Metode pembelajaran yang digunakan adalah tahsin, talaqqi, imla’ (menulis dengan didiktekan oleh guru), dan tahfidz yaitu  menghafal juz ‘amma secara halaqoh (duduk membentuk lingkaran). 

Selain belajar membaca, menulis, dan menghafalkan Alqur’an, guru mengajarkan doa-doa pendek, tata cara berwudhu dan sholat. Setiap harinya saya selalu bersemangat untuk berangkat mengaji, karena selain belajar, saya dapat bertemu dengan teman-teman dan bermain setelah selesai mengaji. 

Menginjak usia 5 tahun, tepatnya pada tahun 2007 saya memulai karir pendidikan di jenjang taman kanak-kanak. Saya bersekolah di TK Al-Muhajirin yang merupakan salah satu lembaga pendidikan milik Yayasan Al-Muhajirin. 

Pendidikan Alqur’an yang diajarkan guru yaitu  membaca  dan  menulis  huruf  hijaiyah,  menghafal  huruf  hijaiyah  dengan  metode bernyanyi, dan mengurutkan huruf hijaiyah dengan menempelkannya pada sebuah buku atau mading. 

Metode pembelajaran tersebut cukup menyenangkan sehingga membangun semangat dalam belajar Alqur’an. Selain itu, setiap hari Jumat seluruh anak diwajibkan untuk memakai pakaian  muslim/muslimah  dan  membawa  bekal  makanan.  

Sebelum  kegiatan  pembelajaran dimulai,  guru  mengajak  anak-anak  untuk  makan  bersama  dengan  duduk  secara  melingkar kemudian membaca doa sebelum dan sesudah makan yang dipimpin oleh guru. Pada  tahun  2009  saya  melanjutkan  pendidikan  ke  jenjang  sekolah  dasar.  

Saya bersekolah  di  SDN  10  Air  Upas.  Adapun  pendidikan  Al-Qur’an yang diajarkan oleh guru bersumber  dari  buku  ajar  yang  pada  saat  itu  masih  menggunakan  kurikulum  2006  (KTSP). 

Materi   pembelajaran   yang   diberikan  berbeda   dengan   ketika   di   TK,  menyesuaikan perkembangan  kemampuan  anak  karena  bertambahnya  usia.  Selain  itu,  Hadis  sudah  mulai diajarkan  yang  dimana  saat  di  TK  belum  diterapkan.  

Sistem  pembelajaran  yang  digunakan antara lain, membaca, menulis, menghafal, dan menerjemahkan ayat atau surah tertentu sesuai dengan materi pembahasan. Pada  tahun  2012  saya  mengikuti  perlombaan  Tartil  Qur’an  tingkat  Desa  atas rekomendasi guru saya. 

Saya meraih juara pertama dengan hadiah berupa piagam penghargaan dan sejumlah uang tunai. Sejak setelah itu saya mendapatkan dukungan penuh dari guru dan orang  tua  yang  menunjang  kebutuhan  belajar  sehingga  saya  lebih  bersemangat  untuk  terus belajar  mengaji.  

Kemudian  saat  duduk  di  bangku  kelas  V  SD  yaitu  saat  usia11  tahun,  saya mengikuti  pendidikan  mengaji  di  TPA  Al-Muhajirin.  Kegiatan  belajar  mengaji  di  TPA  ini dilakukan  setiap  hari  kecuali  hari  Jumat  dan  Minggu.  

Sistem  pembelajaran  yang  diterapkan masih sama dengan kegiatan mengaji pada umumnya yaitu tahsin, talaqqi, imla’, dan tahfidz. Selain menghafal juz ‘amma, saya diharuskan menghafal empat surah pilihan yaitu surah Yaasin, surah Ar-Rahman, surah Al-Waqi’ah dan Surah Al-Mulk yang wajib disetorkan kepada ustadz  setiap  seminggu  sekali.  

Selain  itu,  saya  juga  diajarkan  ilmu  dasar  nahwu  dan  shorof menggunakan buku “Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Jurumiyah dan ‘Imrithy” karya K.H. Moch. Anwar dan kitab Majmu’at 24/kumpulan nadhom dan matan 24 kitab. Saat itu pelajaran ilmu nahwu dan shorof menjadi mata pelajaran favorit karena menurut saya nahwu shorof itu sangat menantang. 

Semakin saya mencoba belajar, semakin sulit untuk dipahami, tetapi tetap menyenangkan. Pada  tahun  2015  saya  melanjutkan  jenjang  pendidikan  di  SMP  Tunas  Bangsa  dan nyantri di Pondok Pesantren Hidayatul Muhajirin, yang letaknya tidak jauh dari rumah. 

Alasan saya memilih sekolah dan pesantren tersebut karena merupakan pengalaman pertama bagi saya untuk bersekolah sekaligus nyantri. Selain itu, alasan lainnya adalah supaya mudah dijangkau oleh orang tua ketika saya sakit atau ingin dijenguk. 

Demikian halnya dengan TK Al-Muhajirin dan TPA Al-Muhajirin, kedua lembaga tersebut masih berada di bawah naungan Yayasan Al- Muhajirin. Yayasan ini didirikan oleh K.H Nur Halim bersama beberapa tokoh agama setempat. 

Adapun pendidikan Al-Qur’an Hadis yang diajarkan di sekolah merujuk pada buku ajar seperti sekolah   umum   lainnya.   Adapun   pendidikan   Al-Qur’an  yang  diajarkan  di  pesantren menggunakan metode tahsin dan tahfidz serta adanya pengelompokkan kelas, yaitu kelas 1,2 dan 3. Kelas 1  merupakan para santri yang belajar  mengaji paling dasar. 

Pada kelas 2 santri mulai diwajibkan menghafal surah An-Nas sampai surah An-Naba. Kelas 3 merupakan kelas dengan  kemampuan  mengaji  terbaik  dilihat  dari  ketepatan  mahroj  dan  tajwid.  Selain  juz ‘amma, pada kelas ini diwajibkan menghafalkan empat surah pilihan yaitu surah surah Yaasin, surah  Ar-Rahman,  surah  Al-Waqi’ah dan Surah Al-Mulk.  

Kegiatan  mengaji  Alqur’an ini dilaksanakan setiap ba’da subuh dan ba’da maghrib. Hafalan tersebut menjadi syarat wajib bagi santri saat haflah akhirussanah (wisuda) yang nantinya akan diberikan syahadah (ijazah) dan sertifikat  penghargaan.  Adapun  kajian  kitab  yang  diajarkan  di  pesantren  ini  menggunakan sistem pembagian kelas. 

Mata pelajarannya yaitu ilmu tajwid menggunakan kitab Hidayatul Mustafid dan kitab Mustholah Tajwid, tasawuf menggunakan kitab Bidayatul Hidayah, Akhlak menggunakan kitab Ta’limul Muta’alim dan kitab Bidayatul Hidayah, Aqidah  menggunakan kitab Aqidatul  Awam,  fikih  menggunakan  kitab Syarah  Safinatun  Najah dan  kitab Fathul Qarib,  kemudian  nahwu  menggunakan  kitab Matan  Jurumiyah,  shorof  menggunakan  kitab Qowaidul I’lal dan  kitab Syarah  Imrithy. 

Kegiatan pembelajaran ini dilakukan setiap ba’da ashar dan ba’da isya. Selain itu, santri diwajibkan untuk qiyamul lail melaksanakan sholat tahajud dan witir. Apabila tidak melaksanakan, santri akan diberikan sanksi seperti membaca dzikir setiap pagi dengan berdiri menghadap matahari selama 15-30 menit. 

Pada penghujung tahun 2017, saya bersama tim mengikuti lomba MFQ (Musabaqah Fahmil Qur’an) tingkat Kabupaten  yang  diselenggarakan  di  Masjid  Al-Ikhlas  Ketapang,  Kalimantan  Barat  dengan memenangkan juara ke-2, hadiah berupa piala, piagam penghargaan dan sejumlah uang tunai serta  pengalaman  yang  sangat  berharga  tentunya.  

Bertemu  dengan  guru  besar/ulama  dan pejabat  agama  lainnya,  bertemu  dengan  orang-orang  penting,  berkenalan  dengan  kawan- kawan,  tersedia  berbagai  stand  aksesoris,  makanan,  dan  minuman  yang  sangat  memanjakan mata, semua itu memberikan perasaan senang,  mendebarkan, haru, dan bangga. Waktu yang dihabiskan selama tujuh hari terasa sangat singkat. 

Pengalaman ini menjadi salah satu momen berharga yang akan terus saya kenang. Pada tahun 2018 saya merantau ke Jawa Barat untuk melanjutkan jenjang pendidikan menengah atas. Bandung merupakan sebuah kota impian saya kala itu. 

Saya penasaran tentang bagaimana budaya dan bahasanya? Adakah perbedaan kultur sekolah antara di Bandung dengan di Kalimantan? adakah perbedaan aksen dalam membaca Alqur’an? bagaimana karakteristik orang-orang  suku  sunda?  bagaimana  iklim  cuacanya?  apa  saja  makanan  dan  minuman khasnya?  

Ada  banyak  hal  yang  ingin  saya  eksplor  di  Bandung.  Kebetulan,  saya  memiliki seorang  kerabat  yang  sedang  menempuh  pendidikan  S1  di  Bandung.  Setelah  mengutarakan keinginan saya, ia merekomendasikan Pondok Pesantren Alqur’an Al-Falah sebagai pesantren yang cukup terkenal dengan para alumninya yang merupakan seorang qori’ dan hafidz. 

Selain itu, pesantren ini cukup modern meskipun tidak memvalidasi secara jelas apakah pesantren ini merupakan  pesantren  salaf  atau  modern.  Atas  rekomendasi  tersebut  akhirnya  saya  tertarik untuk bersekolah sekaligus nyantri disana. Pesantren ini didirikan oleh KH. Q Ahmad Syahid, sosok  ulama  besar  NU  Jawa  Barat  dan  merupakan  Qori  pertama  di  Indonesia.  

Pondok pesantren  ini  memiliki  dua  cabang.  Cabang  pertama  terletak  di  Cicalengka,  Bandung  yang menyediakan empat lembaga pendidikan, yaitu TK Al-Falah, SD Al-Falah Boarding School, MTs Al-Falah, dan STAI Al-Falah. Sedangkan cabang kedua terletak di Nagreg, Bandung 

dengan lembaga pendidikan yang tersedia yaitu SMK Al-Falah, MA Al-Falah, dan terdapat dua program  lainnya  seperti  program  tahfidz  dan  takhosus.  MA  Al-Falah  menyediakan  tiga kejuruan,  yaitu  MIPA  (Matematika  dan  IPA),  IIS  (ilmu-ilmu  sosial)  dan  IIK  (ilmu-ilmu keagamaan).  Saya  memilih  kejuruan  IIK.  

Pada  jurusan  ini,  selain  mata  pelajaran  spesifikasi keagamaan seperti Al-Qur’an dan Hadis, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Ilmu Kalam, Fikih, Ushul Fikih,  Bahasa  Arab,  dan  Sejarah  Kebudayaan  Islam,  terdapat  mata  pelajaran  umum  seperti Bahasa  Indonesia,  Bahasa  Inggris,  Matematika,  Ekonomi,  dan  TIK.  Pendidikan  Alqur’an Hadis  di  sekolah  menggunakan  buku  paket  sebagai  sumber  materi.  

Metode  yang  digunakan adalah  ceramah,  diskusi,  dan  tanya  jawab.  Guru  meminta  siswa  untuk  membaca  dan menghafalkan ayat maupun Hadis. Hafalan tersebut akan diujikan ketika UTS ataupun ulangan harian. 

Pada  mata  pelajaran  Ilmu  Tafsir,  Ilmu  Hadis,  Ilmu  Kalam,  Ushul  Fikih,  dan  Bahasa Arab materi pembelajaran diambil dari kitab dan terjemahan serta diajarkan langsung oleh kyai atau asisten kyai, dan kegiatan pembelajaran dilakuakan di luar kelas seperti di rumah kyai, di mushola  dan  di  teras  masjid.  

Tujuannya  selain  untuk  takzim  kepada  kyai,  juga  untuk menciptakan  suasana  belajar  yang  menyenangkan  agar  siswa  tidak  merasa  bosan  di  dalam kelas.  Sedangkan  mata  pelajaran  lainnya  menggunakan  buku  paket  sebagi  sumber  materi. Adapun  pendidikan  Alqur’an di pesantren menggunakan sistem pembagian kelas dengan ustadz/gurunya masing-masing. Pada pembelajaran Alqur’an ini terdapat tiga jenis program yaitu tilawah, tahfidz, dan reguler. 

Pada program tilawah tidak semua santri dapat mengikuti kelas  tersebut,  melainkan  dilakukan  pengetesan skill suara,  makhroj,  tajwid  dan  teknik pernafasan. Sedangkan program tahfidz merupakan program pilihan. Santri boleh memilih dan tidak memilih program tersebut. 

Bagi santri yang tidak memilih maka akan dimasukkan kepada kelas  regular,  yaitu  kegiatan  mengaji  yang  dilakukan  seperti  pada  umumnya.  Bagi  yang memilih  program  tersebut  tetap  ada  pengelompokkan  kelas  berdasarkan  tingkat  kemampuan membaca  Alqur’an dengan tartil beserta makhroj dan tajwidnya. Para santri boleh mulai menghafal   dan   menyetorkan   hafalannya   kepada   kyai   apabila   guru   kelasnya   sudah mengizinkan. 

Setiap tiga hari sekali santri harus menyetorkan kepada gurunya terlebih dahulu hafalan  yang  akan  disetorkan  kepada  kyai  untuk  memastikan  hafalannya  sudah  matang. Setoran  hafalan  ini  menggunakan  metode sorogan, yaitu  setiap  santri  secara  individu berhadapan langsung dengan kyai dan menyetorkan hafalannya secara bergiliran dengan santri yang  lain.  

Setiap  santri  memiliki  buku  setoran  hafalan  yang  akan  ditandatangani  oleh  kyai sebagai  bukti  bahwa  santri  tersebut  telah  menyetorkan  hafalannya,  dan  sebagai  tanda  bahwa santri  harus  melanjutkan  hafalannya  untuk  mencapai  target  yang  diinginkan.  Pesantren  ini memang tidak menentukan target hafalan dan memberikan kebebasan bagi santri untuk menentukan   targetnya   masing-masing.   

Adapun   pembelajaran   kitab   di   pesantren  ini menggunakan  sistem  pembagian  kelas  yang  disesuaikan  dengan  angkatan  sekolah,  seperti kelas 1, 2 dan 3. Pada kelas 1 dan 2 akan dibagi kepada tiga kelompok, yaitu kelompok A, B dan C disesuaikan dengan tingkat kemampuan membaca kitab kuning. Mata pelajarannya yaitu Tauhid  menggunakan  kitab Syarah  Sanusiyah dan  kitab Tijan  Darori, Tajwid  menggunakan kitab Tuhfatul Athfal dan kitab Hidayatul Mustafid, fikih menggunakan kitab Syarah Safinatun Najah, Nahwu  menggunakan  kitab Matan  Jurumiyah, Akhlak  menggunakan  kitab Ta’limul Muta’alim dan kitab Bidayatul Hidayah. 

Sedangkan pada kelas 3 pembagian kelompok tidak berlaku,  dan  pembelajaran  Hadis  hanya  diberikan  kepada  kelas  3  saja  karena  Hadis  menjadi salah satu mata pelajaran yang diujikan ketika ujian Munaqosyah. Ujian Munaqosyah adalah ujian penentuan kelulusan pesantren. Materi yang diujikan selain Hadis adalah Tajwid, Tahfidz, dan Tafsir. Mata pelajaran Hadis menggunakan kitab Arba’in Nawawi, Tajwid menggunakan kitab Matan  Jazariyah,dan  Tafsir  menggunakan  kitab Tafsir  Jalalain.  

Metode  pembelajaran yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab. Sebelum kyai menjelaskan materi, kyai akan mendiktekan santri untuk ngalogat. Ngalogat adalah istilah dari kegiatan memaknai kitab ke dalam bahasa sunda menggunakan arab pegon. Setiap akhir tahun diadakan acara wisuda untuk seluruh  siswa  maupun  santri.  Pada  acara  wisuda  ini,  segala  prestasi  siswa  maupun  santri termasuk  santri  yang  telah  menyelesaikan  hafalannya  10  juz,  20  juz  maupun  30  juz  akan diberikan sertifikat dan penghargaan. Setelah tiga tahun menyelesaikan pendidikan di sekolah dan  pesantren  serta  merasakan  sejuknya  udara  Bandung,  lezatnya  seblak,  cibay,  dan  cireng, saya mulai memikirkan rencana untuk mencari pengalam baru di kota lain. 

Pada  tahun  2020  saya  berangkat  ke  Banten  untuk nyantri di  Pondok  Pesantren  Ibnu Syam Cilegon, Banten. Keinginan untuk menunda kuliah dan memilih melanjutkan menghafal Al-Qur’an di samping keinginan pribadi juga merupakan hasil kesepakatan bersama teman. Sebelum  kelulusan  kami  saling  berbincang  mengutarakan  cita-cita  yang  ternyata  kami memiliki keinginan yang sama dan pada akhirnya sepakat untuk melanjutkan ke Pesantren Ibnu Syam.  

Pesantren  Ibnu  Syam  merupakan  salah  satu  pesantren  tahfidz  di  Indonesia.  Pendiri pondok pesantren ini adalah KH. Ahmad Slamet Ibnu Syam, Lc., MA bersama istrinya yaitu Ustadzah  Nabila  Abdul  Rahim  Bayan. Lc.,  M.Ag  juri  Hafidz  Indonesia  RCTI.  Terdapat berbagai program tahfidz yang disediakan, salah satunya yaitu program yang saya ikuti adalah program shorul qurro’. Program ini merupakan program hafal Alquran dengan target kurun waktu 1 tahun. 

Kedisiplinan adalah hal utama yang ditanamkan di pesantren ini. Untuk dapat mencapai target, diperlukan kefokusan dan kedisiplinan yang tinggi. Metode yang digunakan adalah tahsin dan tahfidz dengan sistem sorogan. 

Santri akan memiliki satu guru mentor untuk kegiatan konsultasi dan lainnya. Tahsin dilakukan setiap ba’da subuh, ba’da dzuhur dan ba’da maghrib. Sedangkan setoran hafalan dilakukan setiap pagi/waktu Dhuha, kemudian ba’da ashar dan ba’da isya. Setiap santri juga diberikan buku setoran hafalan seperti di pesantren tahfidz pada  umumnya.  

Namun  sangat  disayangkan,  hanya  selama  tiga  minggu nyantri disana  saya harus  pulang  ke  rumah  karena  Ayah  saya  wafat.  Bahkan  saat  itu  saya  tidak  sempat  bertemu untuk  yang  terakhir  kalinya,  apalagi  menyaksikannya  dimakamkan.  Selesai  masa  berkabung saya tidak diizinkan untuk kembali ke pondok oleh Ibu saya. 

Saya paham betul bahwa Ibu saya ingin  ditemani  oleh  anaknya  terlebih  pasca  kehilangan  kepala  keluarga  tentu  membuat  jiwa kami sangat terguncang dan terpukul. Setidaknya dalam beberapa waktu kami selalu bersama dan menguatkan satu sama lain. Terdapat sebuah kisah haru sebelum Ayah saya wafat. 

Kala itu Ayah sedang terbaring di rumah sakit dan menelpon saya. Ia berkata bahwa ia bangga kepada anaknya  yang  menghafal  Al-Qur’an. Namun saat itu saya hanya menangis sambil merajuk ingin pulang karena selain ingin bertemu, saya juga tidak betah dan merasa berat dengan sistem hafalan  yang  diterapkan  di  pesantren.  

Penyesalan  datang  setelah  itu.  Saya  berfikir  tidak masalah jika saya tidak dapat bertemu untuk yang terakhir kalinya, namun seharusnya saat itu saya patuh dan mendengarkan nasihat terakhir darinya. 

Pada  tahun  2022  saya  mulai  bangkit  kembali  melanjutkan  jenjang  pendidikan  ke perguruan  tinggi.  Saya  berkuliah  di  IAIN  Pontianak,  Kalimantan  Barat.  IAIN  Pontianak menyediakan empat fakultas. Setiap fakultas memiliki beberapa program studi, salah satunya Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan memiliki enam program  studi  salah  satunya  adalah  program  studi  yang  saya  ambil  yaitu  Program  Studi Pendidikan Agama Islam. Telaah materi Al-Qur’an dan Hadis menjadi salah satu mata kuliah wajib pada semester empat dengan jumlah 3 sks di setiap pertemuannya. Pendidikan Al-Qur’an Hadis  yang  diajarkan  dosen  merujuk  pada  silabus  atau  RPP  yang  telah  dirancang.  

Metode pembelajaran  yang  digunakan  adalah  diskusi  dan  tanya  jawab  dengan  bentuk  perkuliahan secara daring dan presentasi dilengkapi dengan penugasan individu maupun kelompok berupa resume,  makalah  dan  esai.  Mata  kuliah  telaah  materi  Alqur’an dan Hadis ini bertujuan mengajak  mahasiswa  untuk  menelaah  lebih  dalam  dan  menganalisis  Alqur’an dan Hadis dalam  konteks  Pendidikan  Agama  Islam  mulai  dari  sejarah,  perkembangan,  implementasi dalam  kehidupan  sehari-hari,  konsep,  metode  dan  pendekatan  pembelajaran  yang  bersumber dari Alqur’an dan Hadis.

Sebagai bekal materi yang akan disampaikan ketika menjadi seorang guru atau tenaga pendidik. Selain itu, pada mata kuliah ini dosen memberikan arahan dan bimbingan  terkait  tata  cara  penulisan  makalah  dan  esai  yang  baik  dan  benar.  

Mahasiswa dituntut untuk berpikir kritis dan mampu mengembangkan pikiran, serta bersikap disiplin dan tepat waktu. Berdasarkan  pengalaman  diatas,  dapat  saya  simpulkan  bahwa  pendidikan  Alqur’an dan Hadis merupakan hal yang sangat penting. 

Agama merupakan pondasi, panduan, pedoman, arah,  dan  tujuan  dalam  menjalani  kehidupan  dunia  sebagai  bekal  menuju  akhirat  adalah  hal paling utama sebelum memberikan edukasi yang lainnya kepada anak. 

Anak sebagai investasi masa depan yang harus kita rawat dengan baik. Anak sebagai harapan satu-satunya saat orang tua  sudah  lanjut  usia.  Salah  satu  dari  tiga  amal  jariyah  yang  pahalnya  akan  terus  mengalir meskipun sudah meninggal dunia adalah anak saleh dan salehah yang mendoakan kedua orang tuanya. 

Jauh sebelum ditanamkan pada anak, terlebih dahulu kita harus membekali diri dengan ilmu agama yang baik. Sebagaimana Hadis Rasulullah SAW:

طَلَبُ
الْعِلْمِ
فَرِيْضَةٌ
عَلَى
كُلِّ
مُسْلِمٍ

 

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR. Muslim).  

Tidak  hanya  kaum  perempuan  sebagai  madrasah  pertama  bagi  anak,  peran  Ayah  turut menentukan proses tumbuh kembang anak. Dengan iman, ilmu dan akhlak baik yang dimiliki, orang  tua  dapat  bekerja  sama  menentukan  dan  merancang  strategi  yang  tepat,  efektif  dan sistematis dalam mendidik anak supaya tumbuh menjadi insan yang taat beragama dan kelak akan diwariskan kembali kepada keturunannya.  

Referensi  

Fitriani, D. (2020). Penerapan Metode Tahsin untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, 18. 

Rustina, N. (2019). Hadis Kewajiban Menuntut Ilmu & Menyampaikannya dalam Buku Siswa Al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah di Kota Ambon. Ambon: LP2M IAIN Ambon. 

1 posts

About author
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di IAIN Pontianak
Articles
Related posts
Artikel

Jawaban Jika Anak Bertanya Bolehkah Bermain dengan Orang Yang Beragama Kristen?

2 Mins read
Jawaban jika anak bertanya bolehkah bermain dengan orang yang beragama Kristen? Ibu saya berpesan jangan bermain dengan teman-temanmu yang beragama Kristen? Apakah…
Artikel

Anak Bertanya, Berperang Demi ISIS Apakah Perintah Tuhan?

3 Mins read
Anak bertanya, berperang demi ISIS apakah perintah Tuhan? Suatu ketika, Irma bertanya kepada Ibunya, “Ibu kenapa ya di Televisi itu banyak berita…
Artikel

Jawaban Jika Anak Bertanya Apakah Kita Mendapat Pahala Jika Membantu Non-Muslim?

2 Mins read
Jawaban jika anak bertanya apakah kita mendapat pahala jika membantu non-muslim? Hakikatnya hubungan antara seorang Muslim dan non-Muslim tidak didasarkan pada kebencian…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights