Penulis: Ailiy Nur Alfiyah Mahfudhoh, Mahasiswi UINSA
Musim panas selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan di Bangsa India, mulai dari masa kepemimpinan Dinasti Mughal hingga era modern saat ini. Meskipun kondisi dan teknologi telah berubah secara signifikan, panas ekstrem masih menjadi tantangan besar bagi masyarakat India.
Dengan menggali secara lebih dalam ke dalam catatan sejarah dari era Mughal dan membandingkannya dengan situasi saat ini, memberikan wawasan berharga tentang evolusi perubahan iklim dan kemampuan adaptasi manusia terhadap kondisi panas ekstrem telah berkembang.
Dinasti Mughal, yang memerintah India pada abad ke-16 hingga ke-19 meninggalkan banyak catatan tentang kehidupan sehari-hari, termasuk kondisi cuaca. Para penguasa Mughal seperti Babur, Akbar, dan Jahangir mencatat pengalaman mereka yang berhubungan dengan cuaca dalam tulisan mereka.
Babur, pendiri dinasti ini, dalam riwayat hidup yang ia tulis sendiri di Baburnama, mengungkapkan keluh kesahnya mengenai panas terik di dataran India, apalagi jika dibandingkan dengan iklim yang lebih sejuk di kampung halamannya di Asia Tengah.
Pada masa pemerintahan Akbar dan Shah Jahan, ada beberapa laporan mengenai kekeringan parah yang terjadi di wilayah tersebut. Kekeringan ini sering kali memengaruhi produksi pangan. Akibatya, masyarakat India menderita kelaparan dan kesulitan ekonomi.
Misalnya, pada tahun 1556-1557, kekeringan yang parah menyebabkan kelaparan besar yang melanda banyak bagian kerajaan. Kekeringan tersebut telah menciptakan tantangan besar bagi pemerintah dalam hal distribusi pangan dan pengelolaan sumber daya air.
Ketika abad ke-21 dimulai, India menghadapi tantangan baru berupa perubahan iklim global yang memperburuk kondisi musim panas. Suhu ekstrem semakin sering terjadi, dengan banyak wilayah di India yang mencatat suhu di atas 45°C selama gelombang panas.
Misalnya, tahun 2019 mencatat beberapa suhu tertinggi dalam sejarah India, dengan suhu mencapai 50°C di beberapa wilayah. Dampak dari gelombang panas ekstrem ini sangat signifikan. Pertanian, yang masih menjadi andalan sistem perekonomian India, sangat terpengaruh.
Kegagalan panen dan kekurangan air mendorong banyak petani ke dalam kemiskinan dan menyebabkan krisis migrasi dari desa ke kota. Selain itu, gelombang panas menyebabkan meningkatnya angka kematian akibat heatstroke dan dehidrasi, serta memperburuk kondisi kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di kota-kota yang padat dan kurang hijau.
Selama kepemimpinan Dinasti Mughal, adaptasi terhadap suhu panas dilakukan melalui arsitektur dan perencanaan kota. Misalnya, pembangunan taman-taman yang luas dan saluran air di sekitar istana-istana Mughal yang tidak hanya memberikan fungsi estetika, tetapi juga membantu mengurangi suhu udara di sekitarnya.
Bangunan-bangunan dengan dinding tebal dan jendela kecil membantu menjaga suhu dalam ruangan tetap lebih sejuk. Di era modern, solusi adaptasi telah berkembang lebih lanjut berkat teknologi baru. Sistem pendingin udara menjadi semakin populer di daerah perkotaan, meskipun penggunaannya dibatasi oleh daya beli dan ketersediaan listrik.
Pemerintah juga telah mulai menerapkan berbagai inisiatif untuk mengurangi dampak panas ekstrem, seperti membangun infrastruktur ramah lingkungan, meningkatkan pengelolaan air, dan menyediakan tempat perlindungan bagi mereka yang rentan terhadap panas.
Dari Dinasti Mughal hingga India modern, panas ekstrem telah terjadi dan menjadi tantangan yang terus menerus dihadapi. Meskipun cara kita menghadapi dan beradaptasi terhadap panas telah berubah secara drastis, tantangan yang ditimbulkan oleh musim panas masih tetap ada.
Sejarah memberikan pelajaran berharga tentang ketahanan dan inovasi dalam menghadapi kondisi cuaca ekstrem. Seiring dengan kemajuan kita, menggabungkan pengetahuan sejarah dengan teknologi modern dapat membantu menciptakan strategi yang lebih efektif untuk menghadapi panas ekstrem di masa depan.
Editor: Adis Setiawan