(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam) |
Puasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Ini merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam. Maksudnya puasa adalah agar orang yang melaksanakannya menjadi bertakwa. Tertera dalam QS. Al-Baqarah berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, wajib atas kamu berpuasa sebagaimana wajib atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Yaitu dalam beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit, atau dalam perjalanan maka wajiblah bagi nya dia berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain”(QS Al Baqarah ayat 183-184). Dengan demikian bahwa, perintah ibadah puasa adalah diwajibkan kepada semua manusia yang beriman, manusia yang yakin dan percaya Agama Allah SWT, karena ibadah puasa pernah dilakukan oleh umat-umat terdahulu, menjalani ibadah puasa sesuai syari’at nabi-nabi, namun umat Islam saat ini mendapat syari’at nabi Muhammad Saw karena beliau nabi terakhir penyempurnaan ajaran dan syariat sebelumnya, agar puasa ini tidak hanya sebatas ritual pemenuhan kebutuhan semata tetapi punya implikasi keimanan dan ketaqwaan sebagai bekal memperjuangkan nilai-nilai mulai Islam dalam kehidupan.
Karena itu, ketika memasuki bulan suci puasa ramadhan. Beranekaragam manusia-manusia dam merespon menyambutnya, bagi manusia muslim yang beriman akan senang bahagia dan gembira dengan puasa ramadhan sehingga dia bisa mengisinya dengan memperkuat ibadah, memperbanyak tadarus Al-Qur’an dan sedekah dan berbuat kebaikan dan interaksi sosial sesama manusia. Namun, ada juga manusia-manusia yang terhalang berpuasa karena alasan fisik kerjaan dan hal lainnya, sehingga puasa Ramadhan hanya berlalu seperti hari-hari biasanya. Selain masalah, fenomena manusia-manusia muslim dalam menyambut dan mengisi puasa ramadhan. Namun ada juga fenomena lainnya selama berjalan puasa ramadhan. Mulai dari awal pelaksanaan, dalam proses ibadahnya hingga perbuatan konyol yang mengurangi nilai atau hikmah selama ibadah puasa Ramadhan.
Ironi Puasa
Misalnya dalam kondisi, menjelang dan memasuki waktu buka puasa, warga berbondong-bondong memburu takjil di pasar ramadhan, alih-alih mau membeli barang makanan minuman takjil tetapi malah memburu nafsu syahwat antar jenis kelamin, menatap aneka makanan yang tersedia, bisa mengurangi atau membatalkan nilai puasa. Karena, di pasar-pasar ramadhan, pusat perbelanjaan itu muncul interaksi antar warga baik laki-laki dan perempuan yang bisa saling tatapan, dan saling colek rayuan sebagainya. Maka, alih-alih puasa ramadhan maknanya sebagai sarana kelola dan kendali dari hawa nafsu syahwat, makanan dan godaan lainnya yang bisa mengganggu niat berkah puasa. Selain kondisi didunia nyata, efek godaan yang bisa mengganggu mengurangi nilai puasa adalah berefek ke dunia internet, media sosial warga yang kerapkali bisa melihat postingan aneka makanan, minuman dan perbuatan tak senonoh lainnya yang mengurangi nilai puasa.
Kemudian, saat menjelang makan sahur. Orang-orang membangun sahur dengan suara aneh-aneh, suara rock, dangdut dan suara keras tak jelas menggunakan speaker mesjid, alih-alih membangunkan sahur warga malah merusak ganggu kondisi tidur kaum muslim pun tetangga non-muslim sekitarnya. Selain itu, anak-anak remaja muda, menggunakan sound system speaker keras sambil menyetel musik rock, keliling keluar masuk kampung dan rumah warga yang kerapkali mengganggu suasana batin warga yang mau nikmati berkah santap sahurnya.
Selanjutnya, dalam bulan puasa ramadhan ibadah wajibnya adalah perintah untuk menjalankan ibadah puasa, mulai dari terbit fajar di ufuk timur hingga terbenam matahari diufuk barat. Tetapi, puasa ramadhan banyak sekali amalan-amalan sunnah yang mesti dikerjakan untuk menambah amalan pahala, menggugurkan dosa khilaf dan ampunan Allah. Seperti sholat sunah tarawih dan witir, sholat sunnah ini hanya ramai, jamaah antusias di awal-awal nya saja tetapi kendor sepi dan kurang di hari-hari berikutnya, alih-alih malah menambah greget makna sholat tarawih hingga akhir tetapi warga lebih senang berkunjung ke toko-toko perbelanjaan memburu busana dan makanan. Kemudian, membaca/tadarus Al-Qur’an serta makna terjemahan tafsir nya, memperlancar hafalan dan kandungan ayat-ayat nya. Bersedekah berinfaq dan berbagi tolong menolong dalam hal harta benda, Gotong-Royong tugas dan musyawarah dalam persoalan beragama.
Negara-negara sekuler bahkan dunia muslim pun tak mengenal lagi waktu-waktu yang haram dilakukan perbuatan buruk zalim lainnya, tetapi semua nya dianggap biasa sehingga setiap negara adidaya bisa saja menjajah eksploitasi atau genosida warga negara lemah, mereka mengambil alih wilayah pemerintahan dan mengusir menghapus identitas kedudukan warga negara tersebut.
Warga negara masih saja terus menyebarkan konflik sosial, mudah terbakar sentimen budaya dan amarah agama, pun isu-isu remeh temeh lainnya mudah sekali terpengaruh oleh godaan setan laknatullah atas provokasi manusia jahat di sekitar kehidupan. Masih saja banyak berani-beraninya menebar konflik, kekerasan, pembunuhan dan mencuri barang orang lain, bahkan menindas rendahkan martabat sesama manusia lainnya. Masih banyak warga yang bersikap sombong, angkuh dan membusukan dada, seolah-olah merasa diri paling berkuasa, paling berkaya, paling pintar, paling berjasa hanya untuk menutupi kebusukan dirinya sehingga menegasikan manusia-manusia yang memberi nasehat dan berbuat kebaikan dalam masyarakat.
Puasa Manusia
Akhirnya, Puasa ramadhan itu diwajibkan atas setiap muslim yang mukallaf, laki-laki dan perempuan. Dan sunnah bagi anak-anak yang sudah berusia tujuh belas tahun ke atas baik laki-laki dan perempuan. Puasa ramadhan bukan hanya menekankan pada menahan diri dari makan dan minum saja, tetapi latihan peningkatan keimanan, pembinaan mental (jiwa), akhlak (moral), sosial, dan memahami arti perbedaan. Puasa merupakan upaya menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan melanggar ketentuan ajaran Islam. Puasa tidak hanya berorientasi pada ibadah jasmani, namun juga ibadah ruhani yang dapat menyelamatkan manusia, baik lahir maupun batin, di dunia dan di akhirat.
Puasa manusia sebagai lahan bagi umat islam untuk melatih dan meningkatkan kesadaran dan ketaatan beragama. Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh mulai fajar hingga maghrib, karena mengharap ridho Allah dan menyiapkan diri untuk bertakwa kepada-Nya. Tujuan berpuasa adalah takwa. Takwa berarti suatu sikap mental yang tumbuh atas dasar jiwa tauhid dan berkembang dengan ibadah-ibadah yang dilakukan kepada Allah SWT.
Puasa adalah seni dalam menahan diri dari segala godaan lapar dahaga dan nafsu syahwat yang merusak kondisi diri, serta sarana dalam kelola kendali diri dari serangan perbuatan buruk, mencaci-maki, memfitnah, mengancam dan menindas rendahkan martabat sesama manusia, yang dilakukan oleh orang lain diluar kendali diri kita sendiri. Puasa tidak hanya mengendalikan persoalan dasar material hewaniyah, tetapi lebih dari itu mampu mengasah kebutuhan spiritual jiwa insaniyah, karena ketika manusia hanya sebatas hidup memenuhi kebutuhan dasar biologis saja maka sama dengan level hewaniyah, maka kebutuhan biologis tersebut dapat menghambat pertumbuhan akal fikiran, mengekang kreativitas inovasi, dan bisa menumpulkan jiwa seni rasa dam diri, tetapi jika mampu kelas dari itu maka manusia bisa meningkat menjadi spiritual insaniyah, manusia yang setara dengan Tuhan Allah Swt, menghayati nilai-nilai mulia Tuhan, menyerap dan menerapkan kepada seluruh manusia dalam aktivitas untuk meraih kebebasan kemajuan dan keadaban hidup beragama, bermasyarakat dan berbangsa.
Manusia-manusia yang kuat itu manusia yang mampu menaklukkan hawa nafsu dalam dirinya, agar bisa mengendalikan persoalan di dunia. Bukan gunung yang kita taklukkan, bukan lembah kita lewati, bukan samudera kita selami, bukan materi kita nikmati, melainkan semua itu berada pada seni dalam menata jiwa raga mengendalikan cobaan dihadapan dirinya.
Selain itu, dalam kondisi kekosongan membuat kita bisa memfilter perkataan dari orang-orang, memilih kebutuhan dari tiap barang-barang, dan menyerap kebajikan dari setiap perbuatan. Dalam kondisi keterbatasan membuat kita bergairah dalam belajar meningkatkan Ilmu pengetahuan, mengasah kepekaan hati nurani, dan berkarya untuk kemajuan masyarakat. Dalam kondisi kerjernihan membuat kita bisa mengisi jiwa raga dengan nilai kemuliaan, memahami derita sesama manusia, dan terus berbuat kebaikan, menebar kedamaian dan meraih keadaban bersama dalam bernegara.