Oleh: Hidayatul Putri Nur Fajriyah*
Alqur’an merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril dan diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan kondisi zaman pada masa itu.
Alquran berisikan berbagai macam hukum seperti, hukum-hukum syariat, muamalat, munakahat, fikih, politik, dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadikan alasan lahirnya ilmu asbab al-Nuzul, yang mengandung cara untuk bagaimana memahami dan menafsirkan ayat Alqur’an, memahami berbagai sejarah tentang turunnya Alqur’an secara benar.
Sebagian besar Alqur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka.
Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal itu maka Alqur’an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang dinamakan asbab al-Nuzul.
Asbab al-Nuzul merupakan suatu aspek ilmu yang harus diketahui, dikaji dan diteliti oleh para mufassirin atau orang-orang yang ingin memahami Alqur’an secara mendalam.
Berdasarkan pemahaman para ahli tafsir mengenai pentingnya mempelajari asbab al-Nuzul, maka ilmu ini perlu dikembangkan untuk dipahami oleh umat manusia khususnya generasi muslim masa kini.
Menurut Shubhi As-Salih, asbab al-Nuzul memiliki pengertian; “sesuatu yang dengan sebabnya turun satu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau sebagai jawaban atas sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya peristiwa itu.”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa asbab al-Nuzul adalah sesuatu atau kondisi yang melatari turunnya suatu ayat atau beberapa ayat. Ada pula pendapat lain yang mengemukakan tentang pengertian asbab al-Nuzul sebagai keterangan tentang suatu hal yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau sebagai pemberi jawaban tentang suatu pertanyaan tertentu sehingga turun suatu ayat atau beberapa ayat.
Ada ayat-ayat yang memiliki sebab turun dan ayat-ayat yang tidak memiliki sebab turun. Yang menjadi objek pembahasan asbab al-Nuzul adalah ayat-ayat yang menjelaskan hukum suatu peristiwa, kejadian, atau yang memberikan jawaban-jawaban atas suatu pertanyaan tertentu.
Sedangkan, yang bukan menjadi objek pembahasan asbab al-Nuzul ialah ayat-ayat yang berhubungan dengan kisah dan hal ihwal tentang umat terdahulu beserta para nabi mereka, persoalan yang berhubungan dengan alam gaib dan hari kiamat.
Alqur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad kurang lebih selama 23 tahun. Apabila ada ayat yang turun, beliau langsung menyampaikan kepada para sahabatnya. Begitu pula para sahabat pun sangat memperhatikan ayat-ayat Alqur’an.
Mereka menghafalkan ayat-ayat tersebut dengan penuh saksama dan mereka juga mengumpulkannya dalam catatan pribadi mereka. Namun, tidak semua sahabat mengetahui secara keseluruhan sebab-sebab turunnya Alqur’an.
Suatu riwayat dari Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud dan para ulama di kalangan sahabat menyebutkan bahwa; “tiap ayat yang turun pasti diketahui oleh salah seorang dari mereka (sahabat) mengenai apa ayat itu turun, ke atas siapa ayat itu turun dan dimana ayat itu turun.”
Para sahabat sangat berhati-hati dalam menerima riwayat tentang sebab-sebab turunnya ayat Alqur’an. Mereka menitik beratkan pada perawi (orang yang meriwayatkan), isnad (sumber-sumber riwayat), dan matan (isi riwayat).
Mustahil halnya untuk mengetahui asbab al-Nuzul melalui akal pikiran saja. Melainkan ada dasar yang harus dijadikan sebagai pedoman yaitu riwayat sahih yang berasal dari Rasulullah SAW ataupun dari para sahabat.
Asbab al-Nuzul dibagi menjadi 2 macam, yakni sebagai berikut:
Pertama, Ta’addud al-Ashbab Wa al-Nazil Wahid adalah beberapa sebab yang melatarbelakangi turunnya satu ayat atau wahyu. Yang memiliki tujuan untuk menanggapi peristiwa atau sebab. Salah satu contohnya adalah dalam surat Al-Ikhlas ayat 1-4;
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ (١) اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ (٢) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ (٣) وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ ࣖ (٤)
Artinya:
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu.(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
Ayat-ayat di atas diturunkan sebagai tanggapan terhadap orang-orang musyrik Makkah sebelum Rasulullah SAW hijrah. Ayat tersebut juga diturunkan kepada kaum ahli kitab yang ditemui oleh Rasulullah SAW setelah hijrah di Madinah.
Kedua, Ta’adud al-Nazil Wa al-Asbab Wahid adalah satu sebab yang melatarbelakangi beberapa ayat. Salah satu contohnya adalah yang terdapat dalam surat Al-Dukhan ayat 10, 15, dan 16:
فَارْتَقِبْيَوْمَتَأْتِىالسَّمَاۤءُبِدُخَانٍمُّبِيْنٍ–١٠
Artinya;
“Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut yang tampak jelas,” (QS. Al-Dukhan: 10).
اِنَّاكَاشِفُواالْعَذَابِقَلِيْلًااِنَّكُمْعَاۤىِٕدُوْنَۘ–١٥
Artinya;
“Sungguh (kalau) Kami melenyapkan azab itu sedikit saja, tentu kamu akan kembali (ingkar).” (QS. Al-Dukhan: 15).
يَوْمَنَبْطِشُالْبَطْشَةَالْكُبْرٰىۚاِنَّامُنْتَقِمُوْنَ–١٦
Artinya;
“(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan keras. Kami pasti memberi balasan.” (QS. Al-Dukhan: 16).
Asbab al-Nuzul dari ketiga ayat tersebut yakni terjadi pada saat kaum Quraisy yang durhaka kepada Nabi Muhammad SAW, yang kemudian berdoa agar kaum tersebut mendapatkan kelaparan sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Nabi Yusuf.
Kemudian Allah SWT menurunkan penderitaan kepada kaum Quraisy, sehingga turunlah surat Al-Dukhan ayat 10. Kemudian kaum Quraisy menghadap Rasulullah SAW untuk meminta bantuan. Rasulullah pun berdoa kepada Allah SWT agar diturunkan hujan.
Kemudian Allah SWT menurunkan hujan dan turunlah surat Al-Dukhan ayat 15. Namun, setelah mendapatkan nikmat dari Allah, mereka malah kembali sesat dan durhaka maka turunlah Al-Dukhan ayat 16.
Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama tafsir dan ulama ushul fikih, adapun beberapa kaidah yang disampaikan oleh para ulama tersebut adalah :
ا-العِبرَةُ بِعُمُومِ اللَّفْظِ لاَ بِخُصُوصِ السَّبَب
ب-العِبرَةُ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ لاَ بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ
Kaidah pertama menunjukkan bahwa sekalipun suatu ayat ditentukan pada satu kasus, tetapi hukumnya berlaku umum sesuai dengan kandungan lafal dan berlaku secara luas untuk seluruh kasus yang sama.
Sedangkan kaidah yang disepakati oleh ulama ushul fikih dan sebagian kecil para musafir, khususnya ulama kontemporer berpendapat bahawa apabila sebab turunnya suatu ayat bersifat khusus, sedang redaksi ayahnya berbentuk umum, maka harus dipahami sesuai dengan sebab khusus.
Asbab al-Nuzul mempunyai peran penting dalam menafsirkan Alquran, seperti yang dikatakan Al-Wahidi :
لايمكن معرفة تفسر الاية دون الوقوف على قصتها. وبيان سبب نزولها
Artinya;
“Tidak mungkin seseorang bisa mengetahui penafsiran suatu ayat tanpa bersaudara kepada kisah dan penjelasan kisah dan penjelasan sebab turunnya.”
Ibnu Taymiyah berkata :
معرفةالنزول يعين على فهم الاية فإنّ العلم بالسبب يورث العم بالمسبب
Artinya;
“Mengetahui asbab al-Nuzul membantu seseorang untuk memahami ayat Alquran, karena pengetahuan tentang sebab akan mewariskan pengetahuan terhadap akibat.”
Ada beberapa fungsi yang dapat diambil dari mengetahui asbab al-Nuzul antara lainnya :
- Mengetahui hikmah dibalik persyaratan hukum.
- Mengkhususkan hukum dan seseorang dapat mengetahui peristiwa yang mendahului turunnya suatu ayat.
- Kenyataan menunjukkan bahwa ada kalanya lafaz dalam Alqur’an itu bersifat umum.
- Memastikan makna ayat Alquran dan menghilangkan keraguan makna.
*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan