Inovasi Produk Bernyit: Dorong Ekonomi Hijau dan Kemandirian Masyarakat Desa Jeruk Sok-Sok Bondowoso
Ketua Tim Pengusul:
Hosaini, S.Pd.I., M.Pd.
Prodi Kependidikan Islam FAI Universitas Bondowoso
Bondowoso; Program Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) bertema “Inovasi Produk Bernyit: Mendorong Ekonomi Hijau dan Kemandirian Ekonomi Masyarakat Desa Jeruk Sok-Sok, Kecamatan Binakal, Kabupaten Bondowoso” yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Kemdiktisaintek RI Tahun 2025, berhasil menjadi salah satu bentuk nyata kontribusi perguruan tinggi dalam memberdayakan masyarakat desa berbasis potensi lokal. Program ini diinisiasi oleh tim dosen Universitas Bondowoso di bawah kepemimpinan Hosaini, M.Pd., yang sejak tahun 2019 telah melakukan riset mendalam tentang potensi kerajinan Bernyit sebagai produk unggulan berbasis serat alam khas Bondowoso.
Bernyit, bagi masyarakat Desa Jeruk Sok-Sok, bukan sekadar hasil karya tangan, melainkan simbol kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun. Kerajinan ini awalnya merupakan wadah ikan pendang tradisional yang terbuat dari bambu dan serat alam lokal. Namun, dengan berkembangnya zaman, produk Bernyit menghadapi tantangan berupa menurunnya minat generasi muda dan keterbatasan alat produksi yang masih manual. Situasi ini menyebabkan kapasitas produksi rendah, kualitas produk tidak seragam, dan nilai jual yang kurang kompetitif di pasar modern. Melihat kondisi tersebut, tim dosen Universitas Bondowoso berinisiatif melakukan inovasi teknologi dan manajerial agar kerajinan Bernyit tidak hanya bertahan sebagai tradisi, tetapi juga menjadi sumber ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Pelaksanaan program ini berawal dari kondisi Desa Jeruk Sok-Sok yang pada tahun 2019 masih berstatus sebagai desa tertinggal. Beberapa faktor utama penyebabnya antara lain keterbatasan infrastruktur, rendahnya kualitas sumber daya manusia, minimnya lapangan kerja produktif, serta ketergantungan pada sektor primer tanpa inovasi nilai tambah. Melalui kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah desa, dan masyarakat, dilakukan serangkaian kegiatan pengabdian yang fokus pada peningkatan keterampilan, penerapan teknologi tepat guna, dan penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat.
Salah satu capaian monumental dari program ini adalah terciptanya alat produksi Bernyit berbasis mesin automasi sederhana. Inovasi ini berupa mesin pembelah dan penipis bambu otomatis yang dirancang agar mudah digunakan oleh masyarakat dengan latar belakang pendidikan dasar. Mesin ini terbukti mampu meningkatkan efisiensi produksi hingga 40 persen dan menekan waktu pembuatan satu unit Bernyit menjadi setengah dari waktu sebelumnya. Sebelumnya, proses pembuatan yang dilakukan secara manual memakan waktu dua hingga tiga jam per unit, kini dapat diselesaikan hanya dalam waktu satu jam dengan hasil yang lebih presisi dan berkualitas. Inovasi teknologi ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga membuka peluang kerja baru bagi pemuda desa yang terlibat dalam pengoperasian dan perawatan mesin.
Selain pengembangan alat produksi, kegiatan pengabdian ini juga menitikberatkan pada pelatihan keterampilan dan manajemen usaha. Masyarakat dilatih untuk memahami seluruh tahapan produksi mulai dari pemilihan bambu, proses pembelahan, pengeringan, hingga finishing dan pemasaran. Pelatihan ini disertai dengan edukasi tentang pentingnya ekonomi hijau, yakni pendekatan ekonomi yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan. Melalui pendekatan ini, masyarakat mulai menyadari bahwa pemanfaatan sumber daya alam lokal harus diimbangi dengan upaya pelestarian, seperti penanaman kembali bambu sebagai bahan baku utama Bernyit. Kesadaran tersebut diwujudkan dengan pembentukan kebun bambu kolektif seluas setengah hektare, serta partisipasi aktif 25 persen keluarga di desa yang kini menanam bambu di pekarangan rumah mereka.
Keberhasilan program ini juga ditunjukkan dari meningkatnya kapasitas sumber daya manusia. Berdasarkan hasil evaluasi, tingkat keterampilan masyarakat meningkat hingga 35 persen, dengan partisipasi aktif masyarakat mencapai 82 persen dalam kegiatan produksi. Dari masyarakat yang sebelumnya pasif dan bergantung pada bantuan luar, kini mereka mampu bertransformasi menjadi pelaku ekonomi kreatif mandiri. Tercatat tiga kelompok pengrajin baru telah terbentuk dan beroperasi secara berkelanjutan, masing-masing memiliki struktur organisasi, sistem kerja, serta rencana usaha yang jelas.
Dari sisi manajemen, sekitar 30 persen peserta pelatihan kini mampu membuat laporan keuangan sederhana, sedangkan 60 persen lainnya telah memahami prinsip dasar penyusunan rencana usaha. Pelatihan ini menjadi langkah penting dalam membangun tata kelola usaha yang transparan dan profesional. Dampaknya terlihat pada peningkatan efisiensi bisnis hingga 32 persen, serta munculnya kesadaran kolektif masyarakat terhadap pentingnya organisasi dan kerja sama. Sistem kelembagaan yang semula tidak teratur kini berkembang menjadi kelompok kerja produktif dengan pembagian tugas jelas antara bagian produksi, keuangan, dan pemasaran.
Tidak kalah pentingnya, inovasi dalam pemasaran digital menjadi tonggak baru dalam memperluas jangkauan produk Bernyit. Tim pengabdian bersama masyarakat mengembangkan platform promosi melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok, serta toko daring di marketplace nasional seperti Shopee dan Tokopedia. Strategi digitalisasi ini membuahkan hasil menggembirakan: dalam enam bulan pertama, penjualan produk meningkat hingga 37 persen. Kini, produk Bernyit tidak hanya dijual di pasar lokal Bondowoso, tetapi juga telah menembus pasar di Surabaya, Jember, dan Banyuwangi. Peningkatan akses pasar ini menegaskan bahwa sinergi antara teknologi digital dan potensi lokal mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif pedesaan yang inklusif dan berkelanjutan.
Selain menghasilkan dampak ekonomi, program ini juga memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan sosial dan lingkungan. Melalui edukasi ekonomi hijau dan praktik pengelolaan limbah bambu, sebanyak 40 persen limbah produksi kini berhasil diolah kembali menjadi produk turunan seperti tempat lampu, hiasan dinding, dan peralatan rumah tangga kecil. Masyarakat juga membentuk komunitas “Green Bernyit Society” yang fokus pada kegiatan penghijauan, konservasi air, dan kampanye lingkungan berkelanjutan. Kegiatan ini memperkuat kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara ekonomi dan ekologi, sejalan dengan arah pembangunan nasional berbasis green economy.
Program pengabdian ini menunjukkan bahwa keberhasilan pemberdayaan masyarakat tidak hanya ditentukan oleh bantuan finansial, tetapi lebih pada transfer pengetahuan, inovasi teknologi, dan partisipasi aktif masyarakat. Perguruan tinggi berperan sebagai katalisator perubahan dengan menyediakan riset, teknologi, dan pendampingan, sementara masyarakat menjadi pelaku utama dalam mengimplementasikan hasil inovasi di lapangan. Kolaborasi antara universitas, pemerintah desa, dan masyarakat menciptakan sinergi yang kuat dalam mewujudkan desa mandiri berbasis potensi lokal.
Hasil akhir dari program ini tidak hanya terlihat dalam bentuk peningkatan pendapatan masyarakat yang naik rata-rata 25 persen dibandingkan sebelum program berlangsung—tetapi juga dalam terbentuknya model pemberdayaan ekonomi hijau yang dapat direplikasi di desa lain. Desa Jeruk Sok-Sok kini tidak lagi menyandang status tertinggal, melainkan menjadi salah satu contoh sukses transformasi desa menuju kemandirian ekonomi melalui inovasi berbasis kearifan lokal. Pemerintah daerah Bondowoso bahkan telah menempatkan produk Bernyit sebagai salah satu ikon ekonomi kreatif daerah yang mewakili semangat inovasi dan pelestarian budaya.
Dengan capaian tersebut, program “Inovasi Produk Bernyit” menjadi bukti nyata bahwa integrasi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya lokal dapat menciptakan perubahan besar dalam pembangunan masyarakat pedesaan. Melalui semangat kolaboratif dan inovatif, Desa Jeruk Sok-Sok kini bertransformasi menjadi desa berdaya saing tinggi yang menanamkan nilai-nilai ekonomi hijau dan keberlanjutan lingkungan dalam setiap aktivitas ekonominya. Perguruan tinggi, khususnya Universitas Bondowoso, berhasil menunjukkan perannya sebagai penggerak perubahan sosial melalui riset dan pengabdian yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat serta pelestarian alam sebagai warisan berharga bangsa.

Gambar Hasil Produksi bernyit
Hasil produksi Bernyit yang dihasilkan oleh kelompok masyarakat Desa Jeruk Sok-Sok menunjukkan keberagaman bentuk dan fungsi, disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan nilai estetika yang semakin berkembang. Produk-produk tersebut tidak hanya menonjolkan keunikan bahan baku alami berupa bambu, tetapi juga mencerminkan inovasi dalam desain serta efisiensi produksi melalui penggunaan alat semi-otomatis.
Jenis pertama adalah Bernyit Tepak, yang dijual dengan harga Rp11.000 per 100 pcs. Produk ini merupakan varian paling sederhana dan banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga serta kebutuhan pasar tradisional. Bentuknya kecil dan ringan, sangat ideal untuk wadah makanan ringan atau hiasan alami yang bernilai ekonomis tinggi.
Jenis kedua adalah Bernyit Surabaya, dengan harga Rp13.000 per 100 pcs. Varian ini memiliki desain lebih rapi dan kuat, sering digunakan sebagai wadah produk souvenir, dekorasi, atau kemasan ramah lingkungan. Bernyit Surabaya banyak diminati pasar luar daerah, khususnya Surabaya dan Jember, karena bentuknya modern namun tetap mempertahankan nuansa tradisional.
Selanjutnya, Bernyit Tesi dijual seharga Rp16.000 per 100 pcs. Produk ini memiliki ukuran sedang dengan pola anyaman yang lebih rapat dan detail, menjadikannya cocok sebagai wadah serbaguna dan bahan dekorasi interior bernilai seni tinggi.
Sementara itu, Bernyit Terminal, juga dibanderol Rp16.000 per 100 pcs, merupakan produk premium dengan kekuatan dan ketahanan lebih baik. Varian ini biasanya digunakan untuk kebutuhan industri kecil, seperti wadah kemasan produk makanan organik dan souvenir eksklusif.
Keempat varian Bernyit ini menjadi bukti keberhasilan inovasi dan pemberdayaan masyarakat desa dalam menciptakan produk ekonomi hijau yang berkelanjutan, bernilai jual tinggi, serta mampu bersaing di pasar modern tanpa meninggalkan kearifan lokal.
LAMPIRAN (bukti luaran yang didapatkan)
– Foto foto kegiatan
Gambar 1; Pelatihan Keterampilan penguatan kapasitas SDM

Pelatihan Keterampilan penguatan kapasitas SDM

Pelatihan Keterampilan penguatan kapasitas SDM
Gambar 2; inovasi alat semi-otomatis

inovasi alat semi-otomatis

inovasi alat semi-otomatis

inovasi alat semi-otomatis

inovasi alat semi-otomatis
Gambar 3 ; Pelatihan manajemen pemasaran

Pelatihan manajemen pemasaran

Pelatihan manajemen pemasaran
Gambar Penerapan teknologi

Penerapan teknologi

Penerapan teknologi

Penerapan teknologi

Penerapan teknologi

