Imam Mustafa Al Maraghi Tokoh Pembaruan Islam Bidang Tafsir Qur’an
Prof. Dr Imam Mustafa Al Maraghi lahir di Mesir tahun
1881-1945 M. Imam Mustafa Al Maraghi merupkan Ulama dan Guru besar tafsir,
penulis, mantan Rektor Universitas Al Azhar, Mesir dan mantan Qadi al-Qudat
(Hakim Agung) di Sudan.
Nama lengkapnya adalah Syekh Muhammad Mustafa Al maraghi. Imam Mustafa Al Maraghi berasal dari keluarga Ulama yang
intelektual.
Saat kecil Imam Musafa Al Maraghi disuruh oleh
orangtuanya belajar Alquran dan bahasa Arab di kota kelahirannya dan
selanjutnya memasuki pendidikan dasar dan menengah.
Terdorong oleh keinginan
agar Imam Mustafa Al Maraghi kelak menjadi Ulama yang terkemuka. Orangtuanya
menyuruh Al Maraghi untuk melanjutkan studinya di Al Azhar. Disinilah ia
mendalami bahasa Arab, tafsir, hadis, fikih, akhlak dan ilmu falak (astronomi).
Diantara guru-gurunya adalah Syekh Muhammad Abduh,
Syekh Muhammad Hasan Al Adawi, Syekh Muhamad Bahis Al Muthi dan Syekh Ahmad
Rifa’i Al Fayumi.
Dalam masa studinya telah terlihat kecerdasan Al Maraghi yang
menonjol sehingga ketika ia menyelesaikan studinya pada tahun 1904, ia tercatat
sebagai alumnus terbaik dan termuda.
Tamat pendidikannya, ia menjadi guru di
beberapa sekolah menengah. Kemudian ia diangkat menjadi Direktur sebuah sekolah
guru di Fayum, kira-kira 300 KM di sebelah barat daya Kairo.
Pada masa selanjutnya Al Maraghi semakin mapan, baik
sebagai birokrat maupun sebagai intelektual muslim. Ia menjadi Qadi (Hakim) di
Sudan sampai menjabat Qadi al-Qudat hingga tahun 1919.
Kemudian ia kembali ke Mesir pada tahun 1920 dan menduduki jabatan Kepala Mahkamah Tinggi Syariah.
Pada bulan Mei tahun 1928 ia diangkat menjadi Rektor Al Azhar. Pada waktu itu
baru berumur 47 tahun sehingga tercatat sebagai Rektor termuda sepanjang
sejarah Universitas Al Azhar, Mesir.
Sebagai ulama, Imam Mustafa Al Maraghi memiliki
kecenderungan bukan hanya kepada bahasa Arab, tetapi juga kepada ilmu tafsir
dan minatnya itu melebar sampai pada ilmu fikih.
Padangan-pandangannya tentang
Islam terkenal tajam menyakut penafsiran Alquran dalam hubungannya dengan
kehidupan sosial dan pentingnya kedudukan akal dalam menafsikan Alquran.
Dalam bidang ilmu tafsir, ia memiliki karya yang
sampai kini menjadi literatur wajib di berbagai perguruan tinggi Islam di
seluruh dunia yaitu Tafsir Al Maraghi
yang ditulisnya selama 10 tahun.
Tafsir tersebut terdiri dari 30 Juz telah
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa termasuk bahasa Indonesia. Metode yang
digunakan dalam penulisan tafsirnya dapat ditinjau dari dua segi.
Dari segi urutan pembahasannya, Imam Mustafa Al Maraghi
dapat dikatakan memakai metode Tahlili sebab pada mulanya ia menurkan ayat-ayat
yang dianggap satu kelompok, lalu menjelaskan pengertian kata-kata (Tafsir Al Mufradat), maknanya secara ringkas, dan asbab an-nuzul (sebab-sebab turunnya
ayat) serta munasabah (kesesuaian atau kesamaannya).
Pada bagian akhir ia
memberikan penafsiran yang lebih rinci mengenai ayat tersebut. Namun pada sisi lain, bila ditinjau dari orientasi
pembahasan dan model bahasa yang digunakan maka dapat dikatakan Tafsir Al Maraghi memakai metode adab al-ijtima’i.
Sebab diuraikan dengan bahasa yang
indah dan menarik dengan berorientasi pada sastra, kehidupan budaya dan
kemasyarakatan sebagai suatu pelajaran bahwa Alquran
diturunkan sebagai petunjuk dalam kehidupan individu maupun masyarakat.
Dr. Muhammad Quraish Shihab mengatakan bahwa antara
Muhammad Abduh, Rasyid Rida dan Al Maraghi meskipun ada perbedaan tetapi lebih
menonjol persamaanya dalam menerapkan tafsir adab al-ijtima’i.
Dalam melihat
kecenderungannya pada bidang fikih, bukunya al-fath al-Mubin fi Tabaqat (tingkatan)
ulama ushul, cukup dijadikan sebagai alasan.
Pandangannya cukup penting mengenai posisi akal dalam memahami Islam dapat dilihat ketika
memberi pengantar buku Hayat Muhammad (Biografi Nabi Muhammad SAW) kaya Dr.
Muhammad Husain Haekal. Ia menulis “Bagi Alquran rasio harus menjadi juru
penengah, sedang yang menjadi dasar ilmu adalah buktinya.”
Alquran mencela
sikap meniru-niru buta dan mereka-reka yang hanya didasarkan pada prasangka itu
tidak berguna sedikit pun terhadap kebenaran.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa : Eksperimen dan
penyelidikan yang sempurna adalah hasil dari suatu observasi. Semua itu bagi
kita bukan barang baru.
Akan tetapi cara-cara lama baik dalam teori maupun
praktik yang subur di dunia Timur hanyalah cara-cara taklid dengan mengabaikan
peranan rasio. Sesudah kemudian oleh orang Barat dikeluarkan kembali dalam
bentuk yang lebih matang, kita pun kembali mengambil dari sana dan kita
menganggapnya sebagai suatu yang baru.
Imam Al Maraghi adalah seorang ulama yang produktif
dalam menyampaikan pemikirannya lewat tulisan-tulisannya yang terbilang banyak,
sebab di samping kedua buku tersebut di atas masih terdapat sejumlah tulisannya
dintaranya:
Ulum al-Balagah, Hidayat at-Talib, Tahzib at-Tauhid, Buhus Ara’,
Tarikh ‘Ulum al-Balagah wa Ta’rif bi Rijaliha, Mursyid at-Tullab, al-Mujaz fi
al-Adab al-‘Arabi, al-Mujaz fi Ulum al-Usul, ad-Dinayat wa al-Ahlaq, al-Hisab
fi al-Islam, dan banyak lagi lainnya.
Sumber : Ensiklopedis Islam, tebitan Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta