Artikel

Imam Ja’far Ash-Shadiq Dalam Pandangan Murthada Muthahari dari Iran

5 Mins read

Murthada Muthahari lahir di Fariman, Khurasan tanggal 02 Februari 1919 dan wafat di Teheran 20 Mei 1979. Ia merupakan seorang ulama dan filsuf terkemuka Islam kontemporer berkebangsaan Iran yang mampu memadukan dua sisi pemikiran Islam yang sering dianggap saling bertentangan yaitu tradisionalisme dan rasionalisme dalam kemasan yang baik. 

Syahid Murthada Muthahari mencerminkan sosok ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama. Kekuataan analisisnya dan penguasaannya yang mendalam terhadap berbagai bidang ilmu agama dan filsafat Islam dan Barat membuat kajian-kajiannya menghadapi persoalan yang dihadapi kaum Muslimin dalam abad modren sangat mengikat semua lapisan masyarakat.

Imam Ja’far Ash-Shadiq Ulama Pemimpin Para Imam

Imam Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad
bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib dilahirkan pada bulan Rabiul Awal
tahun 83 Hijriah, pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan dari Dinasti
Bani Umayyah dan wafat pada bulan Syawal atau bulan Rajab tahun 148 Hijriah
pada masa kekhalifahan Abu Manshur dari Bani Abbas. Ia dimakamkan di perkuburan
Baqi, Madinah dan berdekatan dengan makam Imam Ali Zainal Abidin dan Imam Hasan
bin Ali bin Abu Thalib.


Dia lahir pada masa kekuasaan
seorang Khalifah yang sering menumpahkan darah dari Bani Umayyah dan wafat pada
masa kekuasaan seorang Khalifah yang kuat, lihai dan sering menumpahkan darah
dari Bani Abbasiyah. Nasab Imam Ja’far Ash-Shadiq bersambung kepada Abu Bakar
Ash-Sidiq. Ibunya keturunan Abu Bakar Ash-Siddiq.

Imam Abu Ja’far Ash-Shadiq adalah
sykeh para Imam. Ia berhasil menyebarluaskan hakikat-hakikat Islam sehingga
setiap Ulama bermazhab Syiah dan Suni serta mazhab lainnya sering menyebut nama
Imam Ja’far Ash-Shadiq dalam kitab mereka. Ada empat ribu orang yang pernah
berguru kepadanya. Imam Muhammad bin Abdul Karim Asy-Syahrastani dalam kitabnya
“Al-Milal Wa An-Nihal” berkata tentang Imam Ja’far Ash-Shadiq : “Dia adalah
seseorang yang mempunyai ilmu yang banyak dan adab yang sempurna di dalam
hikmah dan dia seorang yang mempunyai kezuhudan dan ketakawaan sempurna
”.

Imam Ja’far Ash-Shadiq tidak menaruh perhatian
pada kekuasaan karena ia berpedoman bahwa “Barangsiapa yang telah menyelam
di kedalaman lautan pengetahuan maka dia tidak akan mau lagi naik ke atas
daratan dan barangsiapa yang telah menyelam ke dalam lautan pengetahuan maka
dia tidak akan mau lagi naik ke atas daratan dan barangsiapa yang telah
mencapai puncak hakikat yang tertinggi maka dia tidak akan sedih dikarenakan
hal-hal yang rendah
”.

Baca...  Pengobatan Penyakit Dengan Ayat-Ayat Al-Qur'an Menurut Dr. Yusuf al-Qaradhawi

Filsafat Zuhud Imam Ja’far
Ash-Shadiq

Imam Ja’far Ash-Shadiq adalah Ulama
yang terkenal zuhud pada zamannya tetapi hidup zuhud Imam Ja’far berbeda dengan
kebanyakan ulama lainnya. Ia tidak menjauhi makanan yang lezat, hidup makmur,
pakaian yang bagus dan mewah, mempunyai rumah besar dan mewah, dan kendaraan
yang terbaik. Padahal Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan Imam
Ali bin Abu Thalib sangat sederhana. Hal ini membuat Ulama besar Imam Sufyan
Ats-Tsauri pergi menemui Imam Ja’far dan protes akan kehidupannya.Imam Sufyan
Ats-Tsauri berkata : “ Wahai putra Rasulullah, tidaklah patut anda mengotori
hidup anda dengan dunia
”.

Imam Ja’far menjawab:“Mungkin sangkaan Anda
ini dikarenakan kehidupan Rasulullah dan sahabatnya. Anda mengira bahwa hal itu
merupakan kewajiban bagi yang lain dari Allah dan kaum Muslimin harus menjaga
kehidupan seperti ini dan harus hidup seperti itu hingga hari Qiamat. Akan
tetapi ketauhilah, sesungguhnya tidak demikan. Rasulullah hidup pada masa
kemiskinan tersebar  luas  dan masyarakat umum tidak memiliki kebutuhan
dasar kehidupan. Jika suatu zaman kebutuhan itu telah tersedia maka tidak ada
alasan lagi untuk hidup dengan cara demikian. Bahkan masyarakat yang berhak
untuk memanfatkan anugerah Allah adalah kaum Muslimin dan bukan orang lain
”.

Imam Ja’far Ash-Shadiq karena
tuntutan zaman, dia melapangkan kehidupan bagi kelurganya. Pada saat muslim
paceklik, Imam Ja’far memerintahkan kepada para pembantunya untuk memberikan roti
gandum persediaan mereka selama empat bulan untuk masyarakat. Ia berkata :“Saya
mampu memberikan roti gandum kepada anak-anak saya pada masa yang sulit ini
namun saya ingin Allah melihat saya bersikap senasib sepenangguhan dengan
masyarakat
”.

Sikap zuhud merupakan sikap yang
mengajarkan pada manusia agar tidak menempatkan dunia di atas segala-galanya,
yang mengajarkan manusia untuk tidak menjual agamanya dengan dunia, harta dan
kedudukan. Sikap zuhud mengajarkan manusia untuk melihat materi sebagai alat
bukan sebagai tujuaan. Adapun seluruh perkara yang berhubungan dengan keluasan
dan kesempitan sarana kehidupan bukanlah perkara yang tetap dan tidak mungkin
berubah. Bisa saja pada suatu zaman menuntut demikian dan pada zaman lain
menuntut sebaliknya.

Baca...  Memahami Keberadaan Tuhan Dalam Konsep Pemikiran Filsafat Herakleitos

Bangkit dan Diam

Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib
bangkit melawan penguasa yang zalim dan beliau gugur syahid karenanya. Akan
tetapi Imam Ja’far hanya diam tidak mau bangkit bergerak. Ia lebih memilih
menyibukan dengan ilmu pengetahuan dan mendidik ummat Islam. Pada masa Imam
Ja’far Ash-Shadiq terjadi pergantian kekuasaan dari Bani Ummayah ke Bani
Abbasiyah. Saat kekuasaan Bani Umayyah hampir runtuh, terdapat dua kelompok
yaitu Bani Abbas dan Bani Ali. Bani Ali terbagi atas dua bagian yaitu keturunan
Imam Hasan dan keturunan Imam Husain.

Mayoritas keturunan Imam Husain yang
dipimpin Imam Ja’far menolak gerakan propaganda politik dan tidak mau
bekerjasama dengan Bani Abbas karena yang menjadi tujuaan mereka hanyalah dunia
dan kekuasaan kekhalifahan. Penolakan Imam Ja’far bukan hanya dikarenakan dia
mengetahui Bani Abbas suatu saat akan membunuhnya. Ia menyadari bahwa
kesyahidannya tidak akan memberikan pengaruh lebih baik kepada umat Islam,
berbeda dengan Imam Husain yang kesyahidannya memberikan pengaruh pada umat
Islam.

Semua pekerjaan baik jihad, amar
ma’ruf nahi mungkar maupun sikap diam harus mempertimbangkan pengaruh dan hasilnya
pada umat. Kesalahan dalam mengambil sikap akan mendatangkan bahaya bagi umat
Islam. Tuntutan zaman pada masa Imam Ja’far dengan masa Imam Husain sangat
berbeda jauh.  Pada pertengahan abad
pertama, bagi orang yang hendak berkhidmat pada Islam, di dalam negara Islam
tidak lebih dari medan perlawanan untuk menentang kekuasaan kekahalifahan yang
telah menyimpang dari kebenaran.

Akan tetapi setelah itu setahap demi
setahap, timbulah berbagai macam aliran dan pemikiran dan kebudayaan yang besar
dikalangan kaum muslimin. Muncul berbagai macam mazhab bidang Ushuluddin dan
Furu’uddin. Kaum Muslimin mengarahkan perhatian mereka kepada medan keilmuan
dan kebudayaan. Oleh karena itu yang diperlukan seorang Ulama seperti Imam
Ja’far adalah memimpin gerakan menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam serta
menjawab permasalahan yang timbul.

Baca...  Berkurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal, Bolehkah?

Dalam sejarah kehidupan Imam Ja’far
muncul tokoh-tokoh atheis seperti Ibnu Abil Ajwa, Abu Syakir ad-Daishani dan
Ibnul Muqqafa’ dimana mereka berdebat habis-habisan dengan Imam Ja’far. Hasil
dari dialog itu adalah Kitab Tauhid Al-Mufadhdhal yang ditulis Imam
Ja’far. Kemudian, Imam Ja’far juga berhadapan dengan Mu’tazilah seperti Washil
bin Atha’ dan Amar bin Ubaid, Imam Ja’far sering berdialog dengan mereka
menyangkut masalah teologi dan sosial.

Tidak hanya itu, Imam Ja’far juga
berdialog dan menjarkan Fiqih kepada Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas.
Imam Malik sering belajar kepada Imam Ja’far. Imam Malik berkata : “ Ketika
saya sampai dihadapannya, dia begitu menghormati saya. Saya sangat senang dan
bersyukur kepada Allah karena dia menyukai saya
”.

Imam Malik berkata : “ Imam
Ja’far Ashadiq adalah pemimpin ahli ibadah, penghulu orang-orang zuhud dan
orang yang sangat takut kepada Allah. Dia mengetahui sangat banyak hadis Nabi.
Belum pernah mata melihat, telinga mendengar dan terlintas dalam hati manusia
ada seorang yang lebih utama (zamannya) daripada Ja’far bin Muhammmad
”.Imam
Abu Hanifah berkata : “ Aku belum pernah melihat ada seorang yang lebih
fakih dari Ja’far bin Muhammad
”.
 

Zaman Imam Ja’far Ash-Shadiq adalah
sebuah zaman di mana terjadi peperangan di dalam bidang pemikiran, pendapat dan
keyakinan. Keadaan pada saat itu menuntut Imam Ja’far Ash-Shadiq masuk di dalam
medan peperangan ini. Imam Husain mengetahui bahwa kesyahidannya akan
memberikan pengaruh besar bagi umat Islam. Adapun Imam Ja’far melihat bahwa
kesempatan yang cocok adalah membrikan ajaran dan mendirikan pusat ilmu
pengetahuan.

2369 posts

About author
KULIAHALISLAM.COM merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Artikel

UMKM Jasa Katering Aqiqah: Solusi Praktis untuk Ibadah Aqiqah

2 Mins read
Layanan Katering Aqiqah Semakin Populer Menyambut kelahiran buah hati dengan aqiqah menjadi salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Kini, banyak…
Artikel

Daftar HP Suport NFC 2024: Pilihan Terbaik untuk Kemudahan Transaksi Digital

2 Mins read
NFC (Near Field Communication) semakin menjadi fitur yang wajib ada di smartphone modern. Teknologi ini memungkinkan pengguna untuk melakukan berbagai aktivitas tanpa…
Artikel

Kenapa Jasa Anti Rayap Diperlukan?

2 Mins read
  Kami Pest Control Indonesia dengan Brand UniPest menawarkan layanan jasa anti rayap untuk melindungi bangunan dari serangan rayap. Rayap merupakan hama yang dapat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights