Esai

Ijazah Jokowi dan Epidemi Ketidakpercayaan: Ketika Fakta Dikubur dalam Kuburan Hoaks

3 Mins read

Isu ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) kembali menghangat pada 24 Juli 2025, seolah menjadi ritual politik yang terus dihidupkan setiap kali ada ruang untuk meragukan legitimasi pemimpin.

Padahal, Mahkamah Konstitusi, KPU, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) telah berulang kali menegaskan keabsahan dokumen pendidikan presiden ketujuh Indonesia ini.

Namun, seperti zombie yang tak pernah benar-benar mati, narasi ini terus bangkit dari kuburannya, dihidupkan oleh desas-desus media sosial, teori konspirasi, dan ketidakpuasan politik segelintir kelompok.

Pertanyaannya: Mengapa isu yang sudah berkali-kali dibantah ini masih mendapat tempat di ruang publik?

Fakta vs. Fiksi: UGM dan Bukti yang Tak Terbantahkan

UGM telah memverifikasi bahwa Jokowi adalah lulusan Fakultas Kehutanan tahun 1985 dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 01831101. Arsip akademiknya lengkap: transkrip nilai, catatan bimbingan skripsi, surat kelulusan, hingga foto buku tahunan. Bahkan, dosen pembimbingnya, Prof. Yanto Santosa, masih hidup dan bisa memberikan kesaksian.

Tapi, bagi mereka yang sudah terlanjur percaya pada narasi “Jokowi tidak lulusan UGM,” data resmi ini dianggap sebagai bagian dari “konspirasi elit”. Ini adalah gejala post-truth politics, di mana emosi dan keyakinan pribadi lebih kuat daripada fakta empiris.

Survei LSI: 21,6% Publik Masih Ragu, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2022 menemukan bahwa hanya 7,3% responden yang benar-benar percaya isu ijazah palsu. Namun, yang mengkhawatirkan adalah 21,6% yang “ragu-ragu atau mungkin percaya.” Artinya, hampir seperempat publik Indonesia rentan terpapar disinformasi.

Angka ini bukan sekadar statistik—ini adalah cermin dari krisis literasi digital dan melemahnya nalar kritis di tengah banjir informasi. Media sosial telah menjadi panggung di mana hoaks lebih viral daripada klarifikasi, di mana sensasi lebih menarik daripada kebenaran.

Baca...  Sekali Lagi Tentang Moderasi Beragama

Ijazah Jokowi Bukan Masalah, Tapi Mentalitas Publik yang Rusak

Isu ijazah Jokowi hanyalah gejala dari penyakit yang lebih besar: demokrasi kita sedang diracuni oleh disinformasi. Ketika masyarakat lebih mudah percaya pada video TikTok yang penuh klaim tanpa bukti daripada data resmi universitas, maka kita sedang menuju era di mana kebenaran ditentukan oleh siapa yang paling lantang berteriak, bukan yang paling benar.

Jika ini terus dibiarkan, maka tidak hanya Jokowi yang akan jadi korban. Setiap pemimpin di masa depan akan dihujani tuduhan palsu, setiap kebijakan akan dicurigai sebagai konspirasi, dan setiap lembaga resmi akan dianggap sebagai bagian dari “rezim yang korup.”

Kita Butuh Kedaulatan Berpikir, Bukan Sekadar Klik Share

Solusinya bukan sensor atau pembungkaman, melainkan membangun imunitas publik terhadap hoaks. Caranya?

  1. Verifikasi sebelum menyebar – Jika sumbernya hanya akun anonim atau channel YouTube tanpa klarifikasi, jangan langsung percaya.
  2. Utamakan lembaga resmi – Data UGM dan putusan pengadilan harusnya lebih dipercaya daripada opini viral.
  3. Tanya motif politik – Siapa yang diuntungkan jika isu ini terus hidup?

Ijazah Jokowi mungkin hanya selembar kertas, tetapi kepercayaan publik pada fakta adalah fondasi demokrasi. Jika fondasi itu terus digerus hoaks, maka yang akan kita wariskan pada anak cucu bukanlah negara hukum, melainkan negara yang dikendalikan oleh algoritma kebohongan.

Dan ketika itu terjadi, masalah kita bukan lagi soal ijazah Jokowi—tapi apakah kita masih bisa membedakan mana kebenaran, mana dusta yang berdandan sebagai fakta alternatif.

Menurut saya sebagai penulis, inilah yang wajib dibaca publik:

  1. Pertama, fakta sudah final tapi politik belum berhenti. UGM, MK, dan pengadilan sudah memutuskan—ijazah Jokowi sah. Tapi bagi yang anti-Jokowi, keputusan hukum bukan kebenaran, melainkan “bagian dari konspirasi”. Ini bukan lagi soal bukti, tapi fanatisme buta yang menolak segala verifikasi.
  2. Kedua, media sosial mengubah keraguan jadi “kebenaran alternatif”. Survei LSI menunjukkan 21,6% publik ragu—angka yang cukup untuk dijadikan senjata politik. Di tangan buzzer, keraguan 7,3% tiba-tiba jadi “banyak orang percaya Jokowi bermasalah”. Ini bukan kesalahan teknologi, tapi kegagalan kolektif kita memfilter informasi.
  3. Ketiga, hukum menang, tapi reputasi tetap ternoda. Meski gugatan ijazah ditolak pengadilan, keraguan tetap hidup di ruang publik. Pola ini berbahaya: siapa pun bisa jadi target berikutnya. Besok giliran Anies, Ganjar, atau Prabowo yang dihujat lewat hoaks serupa—tanpa perlu bukti, cukup trending topic di Twitter.
  4. Terakhir, kita sedang uji nyali demokrasi. Jika masyarakat lebih percaya konten medsos ketimbang arsip kampus, maka demokrasi kita sedang diganti dengan “demokrasi hoaks”—di mana kebenaran ditentukan oleh viralitas, bukan fakta. Ijazah Jokowi cuma gejala; penyakit sebenarnya adalah mentalitas kita yang mudah dijual dusta.
Baca...  Kebhinekaan Manusia Titik Tumpu Kemajuan Negara (1)

Masalahnya bukan ijazah, tapi kita yang membiarkan hoaks lebih berkuasa daripada logika.

1 posts

About author
Content Writer Yogyakarta
Articles
Related posts
EsaiKeislamanOpini

Kesalehan Digital, Sebuah Keniscayaan Zaman

2 Mins read
KULIAHALISLAM.COM-Kita mungkin mulai familiar dengan fenomena kesalehan digital yang semakin membumi. Istilah kesalehan digital merujuk pada kemampuan individu untuk menggunakan teknologi digital…
Esai

Perkumpulan Panitia Santunan Anak Yatim di Desa Jabalsari

3 Mins read
Santunan anak yatim menjadi salah satu bentuk kegiatan sosial yang rutin dilakukan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Desa Jabalsari, Kecamatan Sumbergempol,…
Esai

Pemberdayaan Remaja Baran: Edukasi Seks oleh Mahasiswa KKN UIN Raden Mas Said melalui Sosialisasi 'Berani Lindungi Diri'

4 Mins read
Pada Jumat, 11 Juli 2025, dua belas mahasiswa KKN Kelompok 59 UIN Raden Mas Said Surakarta di Desa Baran, Kecamatan Cawas, Kabupaten…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×
Keislaman

Ujian-Nya Adalah Nikmat dan Nikmat-Nya Adalah Ujian

Verified by MonsterInsights