KULIAHALISLAM.COM – Ibnu Hajar Al-Qastallani merupakan
Ulama besar Dunia Islam yang lahir di Cairo pada tanggal 22 Zulkaidah 851
Hijriah di Desa Ainiyah dan wafat pada bulan Muharam tahun 923 Hijriah/1517
Masehi. Ia merupakan Ulama ahli hadis ternama dan pensyarah (pemberi komentar)
kitab hadis Sahih-Bukhari. Nama aslinya adalah Ahmad bin Muhammad al-Khatib bin
Abi Bakar bin Abdul Malik bin Ahmad bin Muhammad bin Husain bin Ali, terkenal
dengan sebutan Syihabuddin Al-Qastallani.
Ia mulai belajar pengtahuan dasar
keagamaan dalam lingkungan keluarganya sendiri. Setelah usianya matang untuk
menerima pengetahuan lanjutan, ia mulai keluar untuk mendapatkan guru yang bisa
membimbingnya dalam menyelami berbagai macam ilmu dan pengetahuan keagamaan
tersebut.
Di antara gurunya yang dijadikan
pembimbing itu ialah Burhan Al-Ajaluni, Jalal al-Kabir, Syekh Khalid al-Azhari
(seorang Ulama ahli nahu yang masyhur), Hafiz as-Sakhawi (seorang ahli dan
penghafal hadis), Syekh Zakaria al-Anshari (seorang Ulama pemuka fiqih mazhab
Syafi’i dan ahli tasawuf) dan lain-lain.
Pelajaran yang diterimanya dari para
gurunya itu antara lain pengetahuan bahasa Arab, ilmu Tafsir Qur’an, Hadis,
Fiqih, Ilmu Kalam, Tasawuf, Tarikh (sejarah), Qiraat dan lainnya. Ketika mulai
menerima pengetahuan dasar keagamaan, telah kelihatan kecerdasan otaknya yang
luar biasa dan melebihi teman-teman sebayanya, terutama sekali dalam hal
mengingat sesuatu yang telah diterimanya. Kecemerlangan otaknya itu lebih jelas
ketika ia telah menjejakan kakinya di tingkat pengetahuan lanjutan, di mana
dalam waktu yang singkat ia telah menghafal yang baik kitab-kitab standar yang
diajarkan oleh para gurunya dan ia juga hafal sejumlah kitab hadis. Dengan
model inilah ia dapat menyelesaikan pelajarannya dalam waktu yang singkat.
Setelah menyelesaikan masa
belajarnya secara formal pada guru-gurunya, Al-Qastallani berusaha belajar
secara mandiri sambil mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya itu dengan
jalan lebih banyak menulis buku-buku. Dalam waktu yang singkat ia telah menulis
kitab yang ringkas dan ada kitab yang tebal berjilid-jilid. Buku tersebut
mencakup berbagai disiplin ilmu tetapi yang terbanyak adalah bidang hadis.
Di antara karyanya yang terkenal
yang masih bisa kita jumpai saat ini adalah Irsyadas-Sariila Sahih al-Bukhari
(Petunjuk Bagi Orang Yang Menuju Sahih Bukhari) sebanyak 10 jilid. Kitab
tersebut merupakan komenter terhadap Sahih Bukhari yang cukup tinggi nilainya
dalam pandangan Ulama hadis. Untuk memudahkan mengambil pokok dari karyanya itu
ia menulis kitab ringkasannya yang diberi nama “ Mukhtasar al-Irsyad
(Ringkasan Petunjuk)” tetapi ringkasan tersebut tidak sampai selesai
dikerjakannya. Selain buku tersebut, Mustafa Muhammad Ammarah menulis pula intisari kitab “Irsyad as-Sari” yang
memuat hadis-hadis pilihan menyangkut ajaran-ajaran pokok agama Islam.
Ia juga menulis Kitab Jawahir
al-Bukhari wa Syarh al-Qastallani (Intisari Sahih Imam Bukhari dan
Penjelasan yang diberikan Imam Ibnu Hajar Al-Qasttalani). Di samping memberikan
komentar terhadap Sahih-Bukhari dengan menulis kitab di atas, ia juga menulis
komentar terhadap Sahih Muslim (Syarh Sahih Muslim = penjelasan
terhadap Sahih Muslim) tetapi sayangnya tidak sampai selesai.
Kitab-kitab karangannya yang lain
adalah Syarh asy-Syatibiyah (Penjelasan Tentang Asy-Syatibiyah), Syarh
al-Burdah (Penjelasan Mengenai Burdah), Masalik al-Hunafa fi as Salat
‘ala al-Mustafa (Cara-Cara Yang Ditempuh Orang Suci Bersalawat Kepada
Nabi),Al-Mawahib al-Laduniyah bi al-Minah al-Muhammadiyah
(Pemberian-Pemberian Allah dengan Pemberian-Pemberian Muhammad), Kitab
Lata’if al-Isyarat fi al-Qira’at al-Arba’ Asyarah (Petunjuk-Petunjuk
Sederhana dalam Bacaan Empat Belas), dan masih banyak lagi.
Selain menulis banyak kitab, ia juga
sibuk mengajar melalui ceramah-ceramahnya dan pengajiannya yang diberikan
secara rutin di Masjid Jami Al-Atiq di Cairo. Dengan demikian seimbanglah apa
yang digalinya, dianalisa, ditulisnya dalam bentuk buku dengan yang
diberikannya secara lisan. Kesibukannya dalam meneliti, menulis dan mengajar
tidak melalaikannya dalam beribadah kepada Allah.
Selain sebagai Ulama yang menguasai
berbagai bidang ilmu pengetahuan, ia juga mempunyai sikap tawaduk, zuhud,
istiqamah dan tidak silau oleh pangkat dan harta. Ia senantiasa menjauhkan diri
dari pemerintahan yang zalim. Ketika menjelang ajalnya, Sultan Salim I dari
Dinasti Ottoman Turki datang mengunjungi Mesir. Mendengar kedatangan Sultan
Salim I, Imam Ibnu Hajar Al-Qastallani mengungsi ke padang pasir karena tidak
sudi bertemu dengan Sultan yang zalim itu.
Akhirnya dalam pengungsiannya itu,
ia jatuh sakit dan meninggal di Desa Ainiyah pada hari Kamis pertengahan bulan
Muharam 923 H/1517 M dalam usia 72 tahun. Jenazahnya dimakamkan bersebelahan
dengan makam Imam Badruddin al-Aini (Ulama komentator Sahih al-bukhari) di dekat
Masjid Jami Al-Azhar, Cairo.
Sumber : Ensiklopedia Islam.