KULIAHALISLAM.COM – Sebab akibat adalah sebuah mekanisme yang ditangkap serta dirumuskan oleh logika akal pikiran. Akal melihat bahwa sebuah akibat mesti berawal dari sebab dan sebuah sebab mesti berbuah akibat. Maka terciptalah hukum logika bernama “hukum sebab akibat” atau hukum kausalitas yang merupakan salah satu pilar dari kebenaran rasionalitas. Sesuatu disebut benar secara logika apabila mengacu pada prinsip sebab akibat.
Pertanyaanya ; apakah prinsip sebab akibat itu bersifat kekal atau rangkaian tak berkesudahan tanpa ada prima causa atau sebab pertama yang tak tergerakkan oleh sebab lain ? Nah karena hukum kausal dikonsepsikan oleh akal maka causa prima pun adalah kewajiban akal untuk menganalisisnya—persoalan logika, artinya persoalan ini jangan diselesaikan, misalnya, oleh imajinasi liar yang tidak logis— mengingkari prinsip logika.
Mengapa harus diselesaikan oleh akal—logika? Karena prima causa itu tidak bisa selalu empiris, tidak bisa selalu dipastikan secara empiris karena bisa merupakan sesuatu yang abstrak yang tidak bisa diamati secara sainstifik. Itu sebab prima causa lebih merupakan persoalan filsafat ketimbang sainstifik. Sains hanya bisa menangkap proses material tapi causa primanya tidak bisa karena bersifat abstrak atau gaib.
Contohnya, teknologi adalah bentuk mekanisme sebab akibat yang dirangkai—di desain oleh pikiran manusia. Tapi sebuah mesin itu sesuatu yang memiliki awal dan akhir, awalnya ia dibuat manusia dan mekanismenya bisa berakhir dengan kerusakan.
Dan seluruh teknologi yang dibuat manusia itu adalah bentuk mekanisme sebab akibat yang prima causanya ada pada yang abstrak yaitu pikiran atau kehendak manusia. Artinya prima causa di dunia teknologi adalah kemutlakan adanya.
Apakah pikiran manusia bagian mekanis dari mekanisme gerak mesin buatannya ? Tentu saja tidak, ciri dari prima causa ialah, ia itu otonom—berada diluar mekanisme ciptaan atau buatannya. Ia bisa memilih antara menciptakan kalau mau, bisa juga tidak artinya geraknya menciptakan bukan paksaan atau akibat mekanis dari sebab lain. Beda dengan organ-organ mesin maka semua geraknya adalah akibat paksaan—akibat mekanis dan ia tak punya pilihan untuk harus bergerak atau tidak.
Maka ciri dari prima causa adalah ia bersifat personal—memiliki kehendak, memiliki pilihan bebas, perbuatannya bukan bagian dari sebab akibat mekanis. Bahkan andai ia ingin menghancurkan ciptaan ataupun buatannya itu karena ia tidak terikat secara mekanis dengan ciptaan atau buatannya tersebut.
Nah ibarat teknologi mesin buatan manusia maka mekanisme yang ada pada semesta itu bergerak bukan berdasar pilihan bebas tapi berdasar keharusan yang telah didesain oleh sang prima causa. Sebab itu sang prima causa harus ditempatkan otonom diluar mekanisme alam.
Bisakah gerak semesta mekanisme kekal tanpa ada sang prima causa ? Pemikiran seperti itu bakal masuk ranah imajinatif karena berkaca pada dunia manusia itu tidak pernah ada. Sama dengan prinsip kebetulan itu tidak logis karena tak ada contohnya di dunia nyata.
Sang prima causa dalam filsafat Aristoteles disebut “penggerak tak tergerakkan” itu karena pertama, ia otonom—mencipta berdasar kehendak—bukan karena mekanisme keharusan. Artinya, perbuatan menciptanya bukan karena disebabkan oleh sesuatu yang lain diluar dirinya tapi murni inisiatifnya sendiri. Dan kedua konsekuensinya, ia mesti ditempatkan diluar mekanisme ciptaannya (tidak digerakkan oleh mekanisme ciptaannya).
Sebab itu hukum logika dan prima causa itu adalah konsep-konsep logika artinya rumusan akali—sesuatu yg bisa dianalisis atau dijelaskan oleh akal. Sebab itu jangan melangkahi akal dengan membawa konsep ini ke ranah ilusi, misalnya, dengan menyebut hukum kausal tak perlu causa prima alias “kekal.”
Dan juga jangan pernah berupaya menyelesaikan persoalan causa prima secara sainstifik atau menyeret paksa persoalan ini ke ranah sains karena prima causa akan murni menjadi ranah metafisika. Sebabnya ini mulai bicara yang non-materi yaitu pikiran atau kehendak Tuhan yang adalah bukan obyek sains karena obyek sains itu bila sudah berkaitan dengan persoalan materi.
Disini kita juga bisa memilah persoalan ilmu pengetahuan, mana yang masih merupakan persoalan sains dan mana yang sudah merupakan persoalan metafisika. Sebuah keadilan ilmiah dan tentu suatu kelogisan.
Bila sainstis memaksa menyelesaikan persoalan ini tanpa metode rasionalitas maka paling banter sebab pertamanya adalah “ketiadaan”,”fluktuasi kuantum”,”vibrasi energi”,”gerak partikel elementer” dll. Dan tidak akan menyeberang ke ranah non-materi ; pikiran (Tuhan).
Oleh: Irwan Wiharja