Penulis: Naswa Dwicahya Wulandari*
Ide pencerahan Suhrawardi tidak hanya berasal dari Islam, tetapi sumber non-Islam juga mewakili idenya. Menurut Sayyed Hosein Nasr, pemikiran Suhrawardi dalam kajian filsafat Islam.
Suhrawardi Al Maqtul dikenal karena kontribusinya yang sangat besar terhadap lahirnya arus pencerahan, berlawanan dengan aliran filsafat paripatetik, meskipun ia terus mendapat pengaruh dari para filosof Barat terdahulu.
Hal ini tidak bisa dipungkiri karena sebagian besar konstruk filsafat Islam merupakan kelanjutan dari filsafat Barat Yunani.
Hikmat Al Ishraq, secara istilah diterjemahkan sebagai “Filsafat Pencerahan” atau “Filsafat Cahaya”, adalah sistem filsafat yang dikembangkan oleh seorang filsuf Persia abad ke-12 bernama Shihab Al Din Al Suhrawardi.
Al Suhrawardi dianggap sebagai salah satu tokoh terpenting dalam sejarah pemikiran Islam dan diakui sebagai pendiri aliran filsafat ishraqi (pencerahan) dan memberikan pengetahuan.
Al Suhrawardi berpendapat bahwa cahaya memiliki dimensi spiritual dan merupakan aspek penting dari keberadaan dan alam semesta membedakan antara dua jenis cahaya: cahaya material dan cahaya ilahi atau cahaya langsung dari Tuhan.
Menurut Al Suhrawardi, cahaya Ilahi adalah sumber dari semua pengetahuan dan kebijaksanaan sejati. Percaya bahwa cahaya ini diungkapkan kepada jiwa yang murni dan dapat membimbing orang untuk lebih memahami alam semesta dan sifat aslinya.
Dalam pikirannya, cahaya Ilahi mengungkapkan kebenaran yang tak terbatas dan memungkinkan pemahaman yang lebih dalam tentang makna keberadaan.
Al Suhrawardi juga menekankan pentingnya simbolisme dan mitologi dalam memahami kebenaran spiritual. Menggunakan cerita dan alegori untuk menjelaskan konsep filosofisnya dan membantu orang memperdalam pemahaman mereka tentang realitas.
“Awarif Al Ma`arif arif’ (pemahaman pengetahuan yang hebat). Kebijaksanaan Al Ishraq memengaruhi banyak sekolah filsafat dan mistisisme Islam kemudian, dan pemikiran Al Suhrawardi diterima dengan baik.
Pengaruhnya juga meluas ke Barat melalui kontak dan terjemahan karya-karyanya ke dalam bahasa Latin selama abad pertengahan yang disebut Nur ‘Ala Nur (vahaya di atas vahaya), sedangkan Suhrawardi menyebut Allah Nur Al Nur (cahaya dari cahaya).
Cahaya ini tidak dapat didefinisikan karena merupakan realitas yang paling jelas. Juga karena ada realitas yang “menunjukkan” (mewujudkan) segalanya.
Cahaya ini juga merupakan zat yang masuk ke dalam komposisi semua zat yang tidak berwujud dan tidak berwujud. Kaitannya dengan benda-benda di antaranya cahaya ini mengambil dua bentuk, yaitu cahaya yang terang pada dirinya sendiri dan cahaya yang terang saat menyinari orang lain.
Oleh karena itu, menurut orang Israel, sumber ilmu adalah radiasi, yang datang dalam bentuk sejenis hadis dan menggabungkannya dengan materi cahaya. Simbolisme cahaya digunakan untuk menunjukkan keberadaan, bentuk, benda material primer dan sekunder, kecerdasan, jiwa, substansi individu, dan untuk menentukan tingkat intensitas pengalaman mistik.
Cahaya Ilahi dalam Islam hikmat al ishraq, atau juga dikenal sebagai filsafat cahaya Ilahi, adalah sebuah aliran filsafat dalam tradisi Islam yang dikembangkan oleh seorang filsuf Persia bernama Shihab Al Din Al Suhrawardi.
Aliran ini mencoba menggabungkan elemen-elemen filsafat Yunani klasik, khususnya Platonisme, dengan ajaran-ajaran mistis Islam. Pusat dari hikmat al ishraq adalah konsep cahaya (ishraq) sebagai simbol spiritualitas dan pengetahuan.
Menurut Suhrawardi, cahaya bukan hanya fenomena fisik yang dapat diamati, tetapi juga memiliki dimensi metafisik yang merupakan asal mula dan sumber segala keberadaan.
Dalam pandangannya, cahaya ini mencerahkan dunia rohani dan menghubungkan manusia dengan alam semesta yang lebih tinggi. Suhrawardi memperkenalkan konsep-konsep seperti “alam-alam” (cosmic hierarchies) yang menggambarkan tingkatan-tingkatan eksistensi dalam kosmos.
Ia mengemukakan bahwa alam material hanya merupakan salah satu dari banyak alam, dan ada alam-alam lain yang terdiri dari entitas-entitas spiritual. Cahaya Ilahi dianggap sebagai esensi yang terdapat dalam setiap tingkatan eksistensi ini, mengilhami dan memberi kehidupan pada mereka.
Hikmat al ishraq juga menekankan pentingnya pengalaman intuitif dan penglihatan batin (theoria) dalam mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat alam semesta dan diri sendiri.
Suhrawardi berpendapat bahwa pengetahuan yang sesungguhnya tidak hanya dapat diperoleh melalui pemikiran rasional semata, tetapi juga melalui pengalaman spiritual dan keintiman dengan Tuhan.
Karya utama Suhrawardi yang terkenal adalah “Hikmat Al Ishraq” (Filsafat Cahaya Ilahi) dan “Hayakil Al Nur” (Bentuk-bentuk Cahaya). Melalui tulisannya, Suhrawardi berusaha menyampaikan pandangan-pandangannya tentang pentingnya cahaya dan pemahaman spiritual dalam mencapai pengetahuan yang lebih tinggi.
Hikmat al ishraq memiliki pengaruh yang cukup besar dalam tradisi filsafat Islam. Meskipun aliran ini tidak berkembang menjadi sebuah tradisi filosofis yang terstruktur, pemikiran Suhrawardi menginspirasi banyak filsuf dan teolog Islam setelahnya.
Filsafat cahaya dan pandangan spiritualitasnya terus menjadi topik yang menarik dalam kajian filsafat dan mistisisme Islam hingga saat ini.
*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.