KULIAH ALISLAM.COM – Eksistensi seorang calon pemimpin atau yang layak pantas menjadi seorang pemimpin di suatu wilayah daerah, komunitas atau organisasi sudah menjadi perdebatan yang sangat panjang, lama, dan perbincangan sejak dahulu kala semenjak keberadaan seorang umat manusia hidup di dunia. Pun, orang-orang berdebat dan mencari-cari cara bagaimana cara memilih memilah atau menentukan seorang pemimpin dalam suatu komunitas. Apakah bisa melalui cara otoriter diktator, monarki, demokrasi dan semacamnya. Orang-orang kemudian menilai kelebihan dan kelemahan, keunggulan atau kekurangan dari sistem tersebut. Namun, dalam kondisi yang masih perdebatan tersebut pun orang-orang tetap perlu memilih atau menentukan seorang pemimpin, meskipun dengan menjalankan lewati sistem mekanisme yang harus selalu diperbaiki agar mencipta kondisi yang ideal untuk mendapatkan sosok tokoh’ pemimpin yang layak pantas dalam bernegara berbangsa.
Selain, memikirkan sosok tokoh’ calon pemimpin dari sistem mekanisme pemilihan, namun orang-orang melihat, mengoreksi, menilai, dan memilih kualitas intelektual gagasan, sosok kapabilitas dalam interaksi sosial, dan kredibilitas dalam memahami selesaikan persoalan warga dan sekitarnya. Menengok rekam jejak, kontribusi sumbangsih, program kerja, inovasi kreatif dan keberpihakan pada keluhan pemberdayaan masyarakat.
Memilih Pemimpin
Orang-orang memilih dan memilah seorang calon pemimpin hanya sebahagian atau tidak berdasarkan pertimbangan rasional akal fikiran, visi-misi program, atau kegiatan yang berpihak warga masyarakat untuk kedepannya. Melainkan, orang-orang memilih seorang calon pemimpin berdasar suka tidak suka, mau tidak mau, atas dasar kekecewaan kontentasi sebelumnya, kebencian dgn orang’ tertentu, gengsi primordial, banyaknya uang paslon dan timses, atau sekedar membeda-bedakan dengan teman’, tetangga dan orang lainnya.
Lebih dari itu, orang-orang hanya berkoar-koar banyaknya massa, banyaknya modal, jaringan tertentu, berani meng-klaim menang, meneng didaerah tertentu, menang secara mutlak, dan sebagainya. Pun, menebar perkataan tipu daya, manipulasi, bombastis, halusinasi, bahkan berbuat kebohongan, ketakutan, ancaman, hanya untuk menutupi kebodohan, kegoblokan, atau berbuat serakah material dan tahtawan, dengan cara mengejek-ejek, mengolok-olok, mencaci-maki, dan menindas rendahkan orang lain yg menjadi saingan lawan dan musuhnya.
Selain itu, orang-orang hidup di suatu kampung, daerah, atau wilayah bukan atas menghormati nilai-nilai luhur, norma etika dan falsafah hidup yang berkembang harmonis ditengah-tengah warga masyarakat setempat. Bukan juga atas adat istiadat, norma interaksi sosial yang hidup didalamnya, melainkan orang-orang hidup berdasarkan dengan selera, halusinasi, imajinasi liar, semena-mena, gengsi duniawi, mengejar tahta, mencari kesenangan sendiri dan kroni, hanya mau hidup yang senang senang, gembira, tetapi melimpahkan kejahatan atau kekeliruan pada orang’ lainnya selain itu, saling menebar hasutan, gosip kabar buruk lagi busuk, fitnahan dan memecah belah kelompok atau komunitas setempat, dan juga tergila-gila dengan tahta jabatan bahkan hidup serakah material, bertindak kejam lagi bengis, sewenang-wenang, dan serta oportunistik.
Dengan demikian bahwa, segala sesuatu pemikiran gagasan, bertindak, asumsi, labelisasi, stereotip, keresahan, impian dan harapan warga masyarakat dalam hidup bertetangga beragama dan bermasyarakat adalah bagian dari kondisi negara yang luas, pola interaksi antar agama dan negara yang universal mendunia. Banyak orang-orang yang menyederhanakan suatu wilayah daerah sebagai tempat tinggalnya daerah yg nyaman ideal ditempati bahkan bisa juga sebaliknya. Maknanya, orang-orang hidup di suatu wilayah terkadang mengecilkan kondisi tempat hidupnya, berdasar sesuai dengan pemikiran atau gagasan yang didambakan atau diperjuangkan agar bisa sesuai dengan kehendak kondisi, kenyamanan, kebebasan atau keuntungan yang diperolehnya dalam bermasyarakat. Karena itu, orang-orang mulai bekerja sama, berkomplot kongkalingkong, dan mencari cara hanya untuk menguntungkan kondisi kelompok kroninya, juga memecah belah kelompok yang tidak sukai bencinya tersebut agar keluar, menjauh dari radarnya.