Esai

Dusta Orang-Orang Buta (+21)

5 Mins read

KULIAHALISLAM.COM – Umberto
Eco seorang pakar linguistik dari Italia berpendapat bahwa Kebanyakan  manusia memang berbahasa dan beretorika untuk
menutupi ideologi, kepentingan dan kesalahannya. 

Bukan hanya sebagai penulis
novel, beliau semakin terkenal ketika menyatakan bahwa semiotika  adalah ilmu dusta. Terlepas dari peluang variasi pemaknaan dari
sebuah teks, segala wacana bisa saja menjadi teks terbuka maupun teks tertutup.
Untuk menjelaskan teori semiotika ini, penulis ingin memulainya dengan  menceritakan fiksi tragedi:

Suatu
ketika, berjalanlah lima orang lelaki berkaca mata hitam bersama dengan
tongkatnya. Mereka  Berjalan dengan  beriringan sambil menyanyikan lagu. Kompak
sekali! Mereka mendedangkannya bersama-sama senada dan seirama. Tidak ada suara
lain atau bahkan suara  jangkrik, yang
terdengar hanya nyanyian mereka. 

Satu bait, dua bait, atau mungkin 8 baris
lirik telah mereka nyanyikan. namun, ditengah kesunyian, nyanyian mereka berhenti.
Tak lama Kemudian sangat jelas ada suara teriakan, tidak! Ada juga suara
jeritan menyayat pilu bagi siapapun yang mendengarnya. Bagaimana mungkin! Nyanyian
menjadi jeritan.

Telah
ditemukan satu mayat tergeletak terjatuh di bawah jembatan dekat  halte bus umum. Dugaan awal, kematian karena
orang buta ini tewas karena jatuh. Tetapi kemudian, bagai intel mossad, MI6,
atau CIA, para tim penyelidikan dari kepolisian pun berhasil meringkus empat
orang yang berpotensi besar sebagai tersangka. 

Namun karena terlalu banyak
kasus kriminal hari itu, mengakibatkan kurangnya personil tim pengungkap fakta. Dia orang baru, seorang ahli linguistik
forensik muda dituntut untuk menemukan siapa pembunuhnya  hanya dari hasil penuturan mereka. 

Berat
memang! Karena tentu saja dia juga dituntut untuk membongkar motif si pelaku.
Demikianlah, Tanpa bekal keahlian dilapangan, yang bisa dia lakukan hanya
menginterogasi.

Saat
diinterogasi, pria pertama menceritakan bahwa malam itu mereka memutuskan
berjalan bersama, menurut pengakuannya ia hanya mengikuti mereka sambil
bernyanyi riang. Tentu saja karena buta, Pria ini menyatakan tidak mengenal
korban secara pasti.

“Meski
akhirnya aku mengikuti mereka, namun aku tak pernah  setuju mengikuti mereka. Awalnya aku sangat
berharap salah satu dari mereka tidak ikut. Tapi mereka semua memutuskan untuk
keluar dari panti kami. Pasti aku akan sendirian lagi.  Padahal mereka adalah satu-satunya saudaraku,
mereka yang paling mengenal diriku. Mereka yang paling memahami keterbatasanku.
Ternyata meski Kami senasib seperjuangan, tidak lantas  membuat kami punya pendapat yang sama. Tahu
apa mereka tentang kebebasan, mengerti apa mereka tentang kemerdekaan, Mereka
seharusnya menyadari tidak ada yang namanya kebebasan. Seberapa jauh pun mereka
berjalan, Bukankah sebebas-bebasnya mereka, mereka tetaplah manusia? Keinginan
kita terbatas! Pendapat kta dibatasi pendapat orang lain, ideologi kita
dibatasi ideologi lain, dan kalaupun beragama, diharuskan mempercayai dogma
akhirat. Ah, agama bukanlah kebebasan, agama adalah kepentingan: harta, tahta,
wanita.  Nah inilah, Sejahat-jahat dan
seantusiasnya tindakan orang, tidak pernah benar-benar sejahat dan seantusias tindakan
atas nama keyakinan agamanya. Ada banyak sekali 
Kriminalisasi dan  konflik karena
agama. Bukannya sama saja? Ujungnya kita dibatasi dengan kematian pula. Inilah
akibatnya, perjalanan ini akan berakhir menjadi kematian. Tragedi acak yang
bisa melibatkan siapa saja, termasuk orang buta yang merasa bebas.”

Selanjutnya
giliran pria kedua yang diinterogasi. Ia juga 
menceritakan bahwa malam itu mereka memutuskan berjalan bersama empat
orang lainnya, menurut pengakuannya ia hanya mengikuti mereka sambil bernyanyi
riang. Tentu saja karena buta, Pria ini juga menyatakan tidak mengenal korban
secara pasti.

“Salah
seorang dari kami memberi aba-aba untuk berhenti dan mengatakan bahwa ia sangat
kenal daerah ini. sebelum mengalami kebutaan, katanya ia sering melewati daerah
sini dan ternyata benar saja, seperti yang dikatakannya ada sebuah kursi, kursi
yang cukup panjang untuk kami berlima. Lalu kami pun duduk bersama di kursi
itu. ia menceritakan bahwa ia ingat sekali bahwa di sudut jalan seberang sana terletak
sebuah baliho besar. Ada  foto wanita
cantik di dalam baliho tersebut. Sebagai lelaki normal, kami sangat antusias
mendengarkan. Salah satu dari kami juga berdialog dan mendiskusikan tentang
kewanitaan. Memang naluri sekali, sesekali kami tertawa terbahak-bahak. Tetapi
bagiku, yang menarik bukanlah cerita tentang wanita cantik tersebut, atau detil
keseksian tubuh yang digambarkannya, meskipun aku buta dan sudah lama tak
pernah menyaksikan mahluk paling indah di bumi ini,  aku hanya tertarik dengan filosofi dari
perjalanan ini. Bagiku kecantikan itu membosankan, karena kecantikan lebih
mudah diprediksi. Bagaimana dengan cinta? Kita mampu mencintai seseorang tidak
mungkin dengan logika saja, ada perasaan yang tak terjelaskan. Cinta tak
mungkin hanya karena melihat kecantikannya saja. Lebih dari itu, ketika kita
mampu melihat kejelekannya, kita berusaha untuk menyempurnakannya. Para pria
menikahi wanita karena tertantang dengan tanggung jawab besar. Menyempurnakan
ketidaksempurnaan. Bukankah, sebagai manusia perdebatan tentang kejelekan adalah
hal yang paling menantang bagi kita? Kita tidak suka dengan hal-hal yang
sederhana. Kita semua suka hal yang menantang. Inilah alasan kami orang-orang
buta berjalan bersama malam pada malam hari, kami ingin menantang kematian.
Tragedi acak yang bisa melibatkan siapa saja, termasuk orang buta yang merasa
bebas.”

Selanjutnya
giliran pria ketiga yang diinterogasi. Ia menceritakan bahwa ia sengaja
mengajak keempat teman butanya untuk berjalan bersama. Malam itu mereka
memutuskan untuk keluar dari panti. Tentu saja karena buta, Pria ini juga
menyatakan tidak mengenal korban secara pasti.

“Bodoh memang, tapi aku mengajak mereka tanpa
paksaan sedikit pun. Bagiku,  kami
sebagai orang buta membutuhkan kebebasan. Jangan pernah menyerah dengan
keadaan. Paling tidak meski kami buta, setidaknya kami merasa bebas. Aku
menanyakan pendapat mereka. Awalnya aku khawatir, hanya aku sendiri yang akan
keluar. Tak kusangka, kedengarannya mereka tergugah, lalu mereka pun setuju
untuk mengikutiku. Bayangkan! kemerdekaan semacam apa sih yang bisa kami
dapatkan? Di langkah pertama di depan pintu, Aku agak bingung juga awalnya.
Kemudian, aku teringat dengan masa-masa perjuanganku di medan perang.  Agar perjalanan kami ini  lebih terasa, aku mulai menyanyikan lagu
patriotis. Indonesia tanah airku… tanah tumpah darahku… di sinilah aku
berdiri… jadi pandu ibuku… suara dari belakang mulai mengikuti, nasionalisme
bangkit, kami berjalan dengan riang sambil menyanyikan lagu yang sama. Tak lama
seseorang dibelakang mengatakan bahwa ia sangat kenal daerah ini. sebelum
mengalami kebutaan, katanya ia sering melewati daerah sini dan ternyata benar
saja, seperti yang dikatakannya ada sebuah kursi, lalu kami pun duduk bersama
di kursi itu. Ia menceritakan bahwa ia ingat sekali bahwa di sudut jalan
seberang sana ada sebuah baliho besar. Ada lukisan wanita cantik di dalam
baliho tersebut. Sebagai lelaki normal, kami sangat antusias mendengarkan.
Cerita-cerita seks berlumuran birahi itu membuat kami tertawa terbahak-bahak.
Begitulah, meski awalnya Kami tertawa bersama, menikmati kebebasan kami. Aku
tak menyangka semua petualangan singkat kami ini justru menjadi kisah kematian
juga. Tragedi acak yang bisa melibatkan siapa saja, termasuk orang buta yang
merasa bebas.”

Terakhir,
giliran pria keempat yang diinterogasi. Ia juga 
menceritakan bahwa malam itu mereka memutuskan berjalan bersama empat
orang lainnya, menurut pengakuannya dia hanya mengikuti mereka sambil bernyanyi
riang. Tentu saja karena buta, Pria ini juga menyatakan tidak mengenal korban
secara pasti.

“Salah
seorang dari kami memberi aba-aba untuk berhenti dan mengatakan bahwa ia sangat
kenal daerah ini. sebelum mengalami kebutaan, katanya ia sering melewati daerah
sini dan ternyata benar saja, seperti yang dikatakannya ada sebuah kursi, lalu
kami pun duduk bersama di kursi itu. ia menceritakan bahwa ia ingat sekali
bahwa di sudut jalan seberang sana ada sebuah baliho besar. Ada lukisan wanita
cantik di dalam baliho tersebut. Ia sangat pandai menceritakan kemolekan wanita
itu, semua detil tentang keindahan tubuhnya, bahkan sisi kewanitaannya
mengingatkanku pada seorang perempuan yang sangat ku cintai. Birahiku memuncak,
hawa nafsuku tak tertahankan. Tak kan ku biarkan siapa pun menghalangi fantasi
ini. Sekian lama menduda membuat aku sampai tak ingat, entah berapa lama aku
tak merasakan sensasi ini.  Aku
masturbasi, ah,  ah tidak! bukan hanya
aku. Aku sangat yakin mereka yang lain juga melakukan yang sama, kami mengerang
dan mendesah bersama. Pengalaman khayali yangmenjijikkan memang, hidung kami
berbagi bau sperma. Gila! Sungguh sebuah pengalaman yang awalnya menyenangkan
meskipun akhirnya menyedihkan. Tragedi acak yang bisa melibatkan siapa saja,
termasuk orang buta yang merasa bebas.”

Selain
hasil interogasi, hasil otopsi almarhum mengatakan terdapat banyak sekali luka
memar di beberapa tempat, demikianlah, pukulan-pukulan benda tumpul. Tentu saja
tongkat-tongkat inilah yang membuat si mayat meregang nyawa. Pukulan random;
beberapa di dada, di perut dan tangan, dan sisanya di kaki. Berdasar hasil
penyelidikan identitas, lelaki buta ini pernah diberitakan di infotainment. 

Pria
ini menjadi viral karena  menjadi gila
dan membutakan matanya sendiri karena tak tahan menyaksikan perzinahan
istrinya. Biasalah, berita skandal perselingkuhan dengan seorang aktor dan
mantan model terkenal.

Ingat,
kekompakan mereka harus berakhir dengan pembunuhan. Apakah selain buta
lahiriah, mereka juga buta secara batiniah? Jadi, apa yang membuat seorang buta
dikeroyok oleh orang buta sampai terbunuh? Entahlah… teks ini cukup terbuka
bagi beragam penafsiran. 

2363 posts

About author
http://kuliahalislam.com
Articles
Related posts
Esai

Maknai Kematian sebagai Ujian dan Nasihat

3 Mins read
Setiap manusia akan merasakan kematian, kapan dan dimanapun kematian itu menjemput hidup manusia, umur manusia juga terbatasSetiap manusia akan merasakan kematian, kapan…
ArtikelEsaiFilsafatKeislaman

Telaah Kritis Gerakan Feminisme Era Kontemporer

12 Mins read
Feminisme merupakan gerakan sosial dan politik yang berfokus pada upaya menghapuskan ketidaksetaraan gender serta memperjuangkan peningkatan posisi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan…
Esai

Ketika Agama Berhenti di Kerudung

2 Mins read
Ketika agama berhenti di kerudung, dalam masyarakat yang kental dengan nilai-nilai agama, sering kali penampilan fisik menjadi ukuran penting dalam menilai tingkat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights