Istilah “sekolah unggulan” kini terdengar di hampir setiap sudut. Spanduk di pinggir jalan, brosur di media sosial, semuanya berlomba memamerkan kata itu: unggulan, terbaik, bermutu tinggi. Namun di balik gemerlap klaim itu, muncul satu pertanyaan sederhana : apa benar semua yang mengaku unggulan, benar-benar unggul?
Bagi banyak orang tua, label tersebut sering jadi alasan utama dalam memilih sekolah. Harapannya, anak-anak mereka akan tumbuh di lingkungan yang disiplin, fasilitas lengkap, dan hasil belajar gemilang. Sayangnya, tidak sedikit yang kemudian kecewa. Banyak sekolah berhenti pada janji, tapi tak cukup kuat dalam bukti.
Berbeda dengan MA Unggulan Cahaya Cendekia, sebuah madrasah yang memilih berjalan di jalur yang lebih tenang-tanpa banyak bicara, tapi konsisten membuktikan. Bagi mereka, kata unggulan bukan sekadar hiasan papan nama, melainkan cermin dari kerja keras dan komitmen yang nyata.
Jantung pendidikan di madrasah ini berdenyut lewat Program Hamilul Qur’an. Setiap pagi, suasana madrasah dipenuhi lantunan ayat suci. Para siswa terbagi dua: kelas Tahsin, yang berfokus memperbaiki bacaan, dan Tahfidz, bagi mereka yang menapaki jalan panjang menghafal Al-Qur’an.
Namun, inti dari program ini bukan sekadar hafalan. Yang dibangun adalah rasa cinta, agar setiap ayat yang diucap tak hanya diingat, tapi juga dihayati. Perlahan, banyak siswa berhasil menghafal satu hingga beberapa juz.
Kegiatan ini dilengkapi dengan khotmil Qur’an bulanan, di mana siswa bersama guru membaca khatam Al-Qur’an lalu mendoakan keluarga, guru, dan para pahlawan bangsa. Bukan sekadar tradisi, tapi sebuah ruang perenungan tempat spiritualitas dan kebersamaan tumbuh bersama. Dari sini, MA Unggulan Cahaya Cendekia menegaskan satu hal: pendidikan unggul tidak berhenti pada prestasi akademik, tapi juga pada pembentukan akhlak dan jiwa Qur’ani.
Namun dunia modern menuntut lebih dari sekadar nilai spiritual. Karena itu, madrasah ini membuka Program Intensive English Class, bekerja sama dengan Brilliant Learning Center (BLC).
Program ini mengasah kemampuan komunikasi global siswa: berbicara di depan umum, berani tampil, dan mengekspresikan ide dalam bahasa Inggris.
Puncaknya hadir dalam acara Closing Intensive English Class, ajang tahunan di mana para siswa tampil di panggung. Ada Got Talent Show, Best Speaker Competition, hingga Public Speaking Challenge. Suasana ramai, penuh tawa dan antusiasme. Tapi lebih dari itu, terlihat keyakinan baru di wajah para peserta: rasa percaya diri yang tumbuh karena proses.
Kini, kelas percakapan bahasa Inggris tetap digelar tiga kali seminggu. Sebab di madrasah ini, keunggulan tidak diukur dari seberapa pandai seseorang, tapi seberapa berani ia untuk terus belajar dan memperbaiki diri.
Banyak sekolah memiliki “program unggulan” dalam brosur mereka. Tapi sedikit yang benar-benar menjalankannya dengan konsisten. MA Unggulan Cahaya Cendekia memilih jalan yang berbeda mereka memastikan setiap kegiatan dijalankan serius dan berdampak. Piala-piala MTQ yang terpajang bukan simbol kesombongan, melainkan saksi dari kerja keras para siswa dan bimbingan tulus para guru.
Bagi madrasah ini, keunggulan sejati tak diukur dari jumlah penghargaan, tapi dari nilai-nilai yang melekat di diri para peserta didik: rasa hormat, ketekunan, kejujuran, dan semangat belajar. Karena menjadi unggul, bagi mereka, bukanlah hasil akhir, melainkan proses panjang yang terus diperjuangkan.
Dalam dunia pendidikan yang kian kompetitif, istilah “unggulan” sering dipakai sebagai alat promosi. Tapi di sini, maknanya dijaga agar tetap murni. MA Unggulan Cahaya Cendekia tidak ingin dikenal karena baliho besar atau kata-kata manis di media sosial. Mereka ingin dikenal karena suasana belajar yang hidup, guru yang mendidik dengan hati, dan siswa yang berjuang dengan semangat.
Keseimbangan antara ilmu, iman, dan keterampilan global menjadi napas madrasah ini. Dari ruang kelas hingga halaman sekolah, semangat itu terasa: menyiapkan generasi yang berilmu, beriman, dan siap menghadapi dunia tanpa kehilangan jati dirinya.
Karena sejatinya, keunggulan tidak perlu diteriakkan. Ia tampak dalam cara siswa menunduk sopan kepada gurunya, dalam ketekunan mereka membaca, dan dalam kerja senyap para pendidik yang tak pernah lelah membimbing. Dan dari tempat ini, kita belajar satu hal penting: sekolah unggulan bukanlah soal label yang dicetak di spanduk, tapi tentang kualitas yang tumbuh dalam diri mereka yang belajar di dalamnya.
Semua bisa mengaku unggulan. Tapi hanya sedikit yang berani membuktikan.
MA Unggulan Cahaya Cendekia adalah salah satu di antara sedikit itu lembaga yang mengajarkan bahwa menjadi unggul bukan hasil instan, melainkan perjalanan panjang yang ditempa oleh doa, disiplin, dan cinta pada ilmu.
Siswa Kelas XI MA Unggulan Cahaya Cendekia.
Jl. Taman Baruna, Jimbaran, Kec Kuta, Kab Badung, Bali

