Oleh: Almughni Mika
Al Juwaini adalah peletak dasar teologi rasional dalam Islam, nama lengkapnya ‘Abd Al-Malik bin ‘Abd Allah bin Yusuf bin Muhammad bin ‘Abd Allah bin Hayyuwiyah Al-Juwaini Al-Nisaburi imam haramain Abu Al-Ma’ali. Ayahnya ialah ‘Abd Allah bin yusuf bin Muhammad bin ‘Abd Allah bin Hayyuwiyah berasal dari daerah Juwain, yaitu sebuah tempat yang terletak diantara Jajaram dan Baihaq.
Di sana ‘Abd Allah lahir dan dibesarkan. Disana pula ia mengenyam pendidikan dari pada alim ulama. Kemudian ‘Abd Allah bin Yusuf pergi meninggalkan kampung halamannya menuju Nisyapur untuk mencari ilmu pengetahuan seperti lazimnya dilakukan orang di masanya.
Di Nisyapur, ia belajar fikih mazhab Syafi’iyyah dan teologi pada Al-Qifal Al-Marwazi. Sebelum merantau keluar daerah, ‘Abd Allah bin Yusuf juga pernah belajar sastra dari ayahnya yang bernama Yusuf bin Muhammad. Di Isfahan, ia belajar pada Abu ‘Abd Al-Rahman Al-Sullami dan Abu Muhammad bin Babawaih. Di Baghdad, ia belajar pada Abu Al-Hasan Muhammad bin Husein bin Nazif Al-farra’. Setelah itu Kembali ke Nisyapur sekitar 407 H dan menetap disana sampai akhir hayatnya 438 H.
Latar Belakang Lahirnya Al-Juwaini
Di Nisyapur, ayahnya membeli seorang budak wanita salehah dan baik hati dengan uang halal yang diperoleh dengan bekerja. Dari Umm Al-Walad inilah lahir ‘Abd Al-Malik bin ‘Abd Allah yang kemudian terkenal dengan sebutan imam Al-Haramain.
Al-Juwaini dilahirkan pada tanggal 18 Muharram 419 H. Atau bertepatan dengan bulan Februari tahun 1028 M di Busytanikan, sebuah desa yang merupakan salah satu tempat rekreasi Nisyapur dan desa ini merupakan desa terdekat dari Nisyapur tempat ia bekerja sehari-hari dan wafat pada tahun 478 H dalam usia 59 tahun.
Bidang-Bidang Ilmu Yang Ditekuninya
Membaca Alqur’an, bahasa Arab, hadis, fikih, ilmu usul dan ilmu khilaf (antara beberapa mazhab fikih), ia pelajari di rumah dengan berguru pada ayahnya. Pada usia relatif muda, ia sudah dapat menghafal Alqur’an dan sudah menguasai beberapa ilmu keIslaman lainnya. Kecerdasan akal, kecerdikan dan kegeniusannya telah tampak sejak muda. Ia tumbuh menjadi anak yang sangat kritis.
Al-Juwaini senantiasa menggunakan akalnya dalam menerima segala ilmu pengetahuan. Ia tidak pernah mau menerima segala informasi yang berbau taklid. Ia selalu mengecek kebenaran informasi yang diterimanya. Ia kemudian mencerna informasi itu menggunakan akal pikirannya. Hal ini pernah dia ungkapkan.
Ketelitian dan Pemikirannya Yang Sangat Kritis
“Aku pernah membaca lima puluh kali lima puluh ribu kitab, lalu aku mengasingkan diri dari mengambil ilmu pengetahuan pada para pakar dan ahli Islam. Kemudian kutelaah hal-hal yang dilarang oleh para ahli Islam itu dengan teliti untuk mendapatkan kebenaran yang meyakinkan. Dan aku berusaha lari sejauh-jauhhnya dari taklid kepada orang-orang terdahulu.”
Maksud dari “mengasingkan diri dari mengambil ilmu pada pakar Islam” ini menurut Al-Subki ialah Al-Juwaini tidak memihak kepada salah satu mazhab tertentu tanpa terlebih dulu menguji kebenaran informasi yang diterimanya dengan menggunakan penalaran akal sehatnya.
Setelah melalui proses ijtihad dan telaah secara teliti, baru terlihat kebenaran. Sedangkan maksud dari kalimat “kutelaah hal-hal yang dilarang oleh para ahli Islam” menurut ‘Abd Al-‘Azim Al-Daib bahwa Al-Juwaini belajar ilmu filsafat yang pada saat itu merupakan ilmu yang dilarang dipelajari.
Bukti dari penafsiran tersebut bahwa Al-Juwaini banyak menggunakan metode filsafat dalam mempertahankan pendapatnya, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan teologi. Pendapat ini dikuatkan oleh Fauqiyah yang mengatakan bahwa Al-Juwaini tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu keIslaman, melainkan ia juga mempelajari ilmu filsafat.
Kegiatan Al-Juwaini Sebelum Meninggalkan Nisyapur
Ketika ayah Al-Juwaini wafat pada tahun 438 H, ia menggantikan ayahnya mengajar di majlis ilmiahnya. Ketika itu usia Al-Juwaini belum genap dua puluh tahun. Ia belajar ilmu fikih dan teologi aliran Asy’ariyah pada Al-Isfahani. Ia belajar fikih mazhab Syafi’iyah dan ilmu hadis pada Al-Baihaqi. Pada masa yang sama, ia juga turut menghadiri majlis Al-Khabbazi untuk belajar ilmu AlQur’an. Demikianlah kegiatan Al-Juwaini sebelum ia pergi meninggalkan Nisyapur untuk beberapa lama.
Al-Juwaini Pergi Meninggalakan Nisyapur
Ketika fitnah Al-kunduri (sekitar antara tahun 443 H dan 447 H), Al-Juwaini pergi meninggalkan Nisyapur menuju Mu’askar, Isfahan, Baghdad, Hijaz dan yang terakhir Makkah. Ia menetap di Makkah selama beberapa tahun. ia pernah menjadi guru agama di dua tempat suci Makkah dan Madinah. Oleh sebab itu ia terkenal dengan sebutan imam Al-Haramain, berarti guru agama di dua tempat suci masjid Al-Nabawi di Madinah dan masjid Al-Haram di Makkah.
Masuknya Al-Juwaini ke Baghdad
Ibn jauzi mengatakan bahwa Al-Juwaini masuk kota Baghdad bersamaan dengan masuknya tentara Al-Ghaz yang dipimpin Thugril Bek ke sana pada tahun 447 H. Dengan berlandaskan pada data yang dikutip oleh Ibn Jauzi ini, Fauqiyah memperkirakan bahwa Al-Juwaini meninggalkan Nisyapur setahun sebelum ke Baghdad yakni pada tahun 446 H.
Editor: Adis Setiawan