Imam Syihabuddin As-Suhrawardi
merupakan ulama besar di Dunia Islam dan Filsuf dan Sufi terkenal. Nama
lengkapnya adalah Syaikh Syhihab al-Din Abu al-Futuh Yahya ibn Habasy ibn
Amirak al-Suhrawardi. Ia dilahirkan di Suhraward, Iran Barat Laut dekat Zanjan pada
tahun 548 H/1153 M. Ia dikenal dengan Syaikh Al-Isyraq atau Master
of Ilmuminasionist (Bapak
Pencerahan) karena filsafatnya Isyraqiyyah (Iluminasi/Pencerahan), Al-Hakim
(sang bijak), Al-Syahid (sang martir) dan Al-Maqtul (yang
terbunuh) karena ia meninggal dunia dieksekusi mati.
Sejak usia muda, As-Suhrawardi
dikenal sebagai seorang jenius yang haus ilmu pengetahuan. Berbagai negeri di
sekitar Persia dijalaninya untuk menimba ilmu pengetahuan. Ia sangat tertarik
dengan persoalan filsafat dan tasawuf. Ia hidup secara asketik. Pengembarannya
berakhir di Aleppo (Haleb), Suriah ketika Sultan Salahuddin al-Ayubi (532
H/1138 M-589 H/1193 M), ,memintanya untuk menyumbangkan ilmunya di Aleppo.
Akan tetapi ia mendapat serangan dari
para Ahli Fikih (Fuqaha) karena ajarannya dianggap sesat. Ia juga difitnah
merongrong kekusaan Sultan.Akhirnya atas desakan para Fuqaha, Sultan Salahuddin
al-Ayubi memenjarakannya dan pada tahun 1191 M, ia dieksekusi mati Sultan
Salahuddin al-Ayubi. Salah satu ajarannya yang dianggap sesat adalah
pendapatnya yang mengatakan bahwa masih ada kemunginan Tuhan mengutus Nabi baru
setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Pernyataannya ini dianggap bertentangan
dengan firman Allah dalam Surah Al-Ahzab ayat 40 yang menyatakan bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wasallam adalah penutup para Nabi. Atas pendapat
ini para Ulama menuduhnya seorang Zindik yang menyesatkan umat. Ash-Suhrawardi
sendiri mendasarkan pendapatnya itu pada konsep kemahakusaan Tuhan yang tidak
terbatas. Konsep ini memberi peluang akan datangnya Nabi baru akan tetapi Nabi
baru itu tidak harus membawa syariat baru.
Ia adalah manusia pilihan Tuhan yang
dapat berkomunikasi dengan-Nya yang oleh
As-Suhrawardi disebut Failsuf Isyraqi (Pencerahan). Failsuf Isyraqi
lebih tinggi derajatanya daripada Nabi karena merupakan Qutb al-Waqt
(Poros Waktu) sepanjang zaman, sebagai dasar kesinambungan wahyu, sehingga
risalah tidak terhenti setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Selain itu para Fuqaha menuduhnya
terlibat dalam gerakan Qaramitah yang merupakan sekte Syiah. Dalam kaitakan
ini, para Fuqaha melihatnya telah mengemukakan ajaran yang mereka anggap sesat.
Ajaran itu menytakan bahwa Tuhan adalah cahaya tertinggi yang tiada bandingnya.
Para Nabi dan Imam mendapatkan pancaran dari cahaya Tuhan itu. Dengan pancaran
cahaya dari Tuhan ini, para Nabi dan Imam memiliki daya Adikodrati yang tidak
dipunyai manusia biasa yakni dapat mengetahui hal-hal gaib, mampu menimbulkan
kekuatan dahsyat yang tidak mampu ditundukan oleh apapun dan dapat mengetahui
sesuatu yang belum atau akan terjadi.
Di samping itu, As-Suhrawardi
bersama-sama sekte Qaramitah dan Hasyasin, secara politis dituduh telah
merongrong kekuasaan Sultan Salahuddin Al-Ayubi padahal Sultan adalah penganut
paham Suni serta berusaha menegakan hegomoni Suni. Inti ajaran filsafat
Isyarqiyyah yang dibawa As-Suhrawardi adalah sumber segala sesuatu yang ada
(al-Maujudat) adalah Nur al-Anwar (Cahaya Mutlak ataua Cahaya Segala Cahaya).
Kosmos ini diciptakan Tuhan melalui penyinaran karena kosmosnya terdiri atas
tingkatan-tingkatan pancaran cahaya.
Cahaya yang tgertinggi sebagai
sumber segala cahaya itu dinamakan Nur al-Anwar dan itu adalah Tuhan Yang
Abadi. Manusia berasal dari Nur al-Anwar melalui peroses penyinaran yang hampir
sama dengan peroses Emanisasi (Al-Faid) dalam filsafat Al-Farabi (257 H/870
M-339 H/950 M). Dengan demikian, manusia dan Tuhan mempunyai hubungan timbal
balik dan dari paradigma ini dimungkinkan terjadinya persatuan antara manusia
dan Tuhan (Ittihad).
Penggunaan kata al-Isyraq (Timur)
dalam filsafat as-Suhrawardi mengandung pengertian bahwa secara empiris cahaya
yang pertama muncul adalah dari Matahari yang terbit dari Timur sedangkan dalam
dunia akal (non empiris) dimaksudkan sebagai saat munculnya pengetahuan sejati
(makrifat) atay munculnya cahaya akal yang menembus jiwa yang dirasakan ketika
jiwa benar-benar terbebas dari pengaruh indrawi.
Dengan demikian, kata Al-Isyraq
dipergunakan sebagai simbol al-Kasyf (pancaran batin) dan al-Musyahadah
(pengelihatan secara mistik). Dalam hal ini As-Suhrawardi menggabungkan
filsafat yang bersifat rasional dengan tasawuf yang dilakukan melalui latihan
kejiwaan dan kontemplasi. Dengan kata lain, As-Suhrawardi memadukan daya-daya rasio
(filsafat) dan rasa (tasawuf).
Sebagai seorang sufi dan filsuf,
As-Suhrawardi banyak menghasilkan karya ilmiah. Dalam hidupnya yang singkat
hanya sampai usia 38 tahun,ia menulis 50 hasil karya ilmiah. Diantara
karya-karyanya adalah Hikmah al-Isyraq (Filsafat Iluminasi/Pencerahan), Al-Masyari’
wa al-Mutarahat (Jalan-Jalan dan Tempat Berlabuh), Al-Muqawamat
(Tambahan) dan At-Talwahit (Kedekatan). Di samping itu, As-Suhrawardi
juga menulis risalah-risalah pendek yang juga berisi doktrin filsafat
diantaranya Hayakil an-Nur (Bangunan-Bangunan Cahaya), I’tiqad
al-Hukama (Keyakinan Para Filsuf) dan Bustan al-Qulub (Taman Hati).
Ia juga menulis buku kecil dalam
bentuk hikayat yang bersifat simbolis, mistis dan filosofis seperti Risalah Fi
Hayat at-Tufuliyyah (Risalah Mengenai Kehidupan Masa Kanak-Kanak), kemudian
dalam bentuk wirid dan doa seperti Al-Waridat wa at Taqdisat (Wirid-Wirid dan
Penyucian). Selain itu ada juga karyanya yang bersifat komentar terhadap Ibnu
Sina (370 H/980 M-428 H/1037 M) seperti Risalah At-Tair (Risalah Kabar Burung),
Al-Isyarah wa at-Tanbihat (Isyarat dan Peringatan) dan Risalah al-‘Isyq
(Risalah Rindu).
Sumber : Ensiklopedia Islam