Penulis: Kholifia Nur F*
Kepemimpinan non-muslim dalam wilayah negara demokrasi yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini masih menjadi kontroversi. Fenomena ini seringkali menimbulkan pendapat pro dan kontra dikalangan masyarakat.
Beberapa ulama berpendapat bahwa memilih pemimpin non-muslim itu haram, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa boleh saja memilih pemimpin non-muslim asalkan sedang dalam keadaan darurat.
MUI juga memberikan fatwa bahwa memilih pemimpin non-muslim itu hukumnya haram kecuali dalam keadaan darurat, maksudnya jika dalam pemilihan tersebut benar-benar tidak ada orang muslim yang mau mendaftar maka boleh saja.
Atau ada 2 calon pemimpin dimana calon pemimpin A merupakan seorang muslim tetapi riwayat hidupnya memiliki aib jelek yang cukup besar, sedangkan calon pemimpin B seorang non-muslim tetapi memiliki background yang baik.
Maka diperbolehkan bagi kita untuk memilih pemimpin B tersebut, karena seorang pemimpin yang baik itu ialah seorang pemimpin yang dapat membimbing rakyatnya agar hidup dalam keadaan sehat, selamat dan sejahtera.
Hukum memilih pemimpin non-muslim ada diisyaratkan dalam Alqur’an yakni QS. Al-Maidah yang berbunyi :
۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَ ۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ 51.
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai auliya’, sebagian mereka adalah auliya’ bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka sebagai auliya’ maka sesungguhnya dia termasuk sebagian mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”
Dasar-dasar Kepemimpinan
Yang pertama, kita tidak boleh menjadikan orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai pemimpin bagi orang-orang muslim, karena bagaimanapun juga seorang pemimpin itu akan mempengaruhi kualitas keberagaman rakyatnya. Maksudnya orang kafir dan tidak beriman ialah mereka yang memerangi umat Islam dan agama Islam
Kedua, harus memiliki keahlian dalam bidang kepemimpinan. Rasulullah SAW. Bersabda; “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (H.R. Bukhori dan Muslim)
Ketiga, seorang pemimpin harus bisa diterima, mencintai, dan dicintai rakyatnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
عن عوف بن مالك رضي الله عنه مرفوعاً: «خِيَارُ أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم، وتُصَلُّون عليهم ويصلون عليكم. وشِرَارُ أئمتكم الذين تبُغضونهم ويبغضونكم، وتلعنونهم ويلعنونكم!»، قال: قلنا: يا رسول الله، أفلا نُنَابِذُهُم؟ قال: «لا، ما أقاموا فيكم الصلاة. لا، ما أقاموا فيكم الصلاة».
Dari ‘Auf bin Mālik -raḍiyallāhu ‘anhu- secara marfū’, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (Ia) berkata, “Kami pun bertanya: ‘Apakah kami boleh melawan mereka?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah kalian. Tidak, selama mereka masih menegakkan salat di tengah kalian.”(H.R. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa di antara para penguasa dan pemimpin kaum muslimin ada orang yang saleh, namun ada pula orang yang fasik dan rendah agamanya. Meskipun demikian, tidak boleh memberontak terhadap mereka selama mereka masih menjaga pelaksanaan syiar-syiar Islam, terutama sekali salat.
Kriteria Pemimpin Yang Baik dalam Islam
- Mulia Akhlaknya
- Memimpin berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah
- Inklusif dalam Memimpin
- Adil dan berorientasi pada kemaslahatan
- Memiliki integritas tinggi serta memperhatikan hak asasi manusia
- Memiliki visi yang jelas, serta komitmen yang kuat
Jadi diperbolehkan saja apabila kita memilih pemimpin non-muslim, asalkan seseorang tersebut bukanlah orang yang membenci atau memerangi umat muslim dan agama Islam.
*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya