Artikel

Apakah Presiden Wakanda Egaliter?

2 Mins read

 

Di masa pilpres 2019 silam kelam,
saya ingat sekali pernah mendengar pernyataan seorang politisi sangat senior,
dari
golongan karya. Beliau dulunya sempat menolak karena bisa hancur negeri itu. Namun
pada akhirnya beliau mendukung Mukidi sebagai presiden
dengan satu alasan
. Nah,
alasannya adalah karena
mukidi adalah seorang pemimpin egaliter.

Benarkah dia adalah seorang pemimpin
egaliter? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus tau seperti apa
sebenarnya filsafat egaliterianisme itu.
 
       Singkatnya egaliterieanisme
adalah pandangan yang suka melihat setiap orang punya kesempatan yang sama
dalam politik dan sosial. Politik dinasti dipandang sebagai bertentangan dengan
prinsip kesetaraan, karena memberikan keistimewaan kepada keluarga tertentu dan
menghalangi kesempatan yang sama bagi semua individu untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan.

Tentu saja, mukidi dan keluarganya
berhasil memenangkan permainan di MK. Sebuah tempat yang dianggap paling
egaliter di negeri ini. Dimana seluruh warga Indonesia punya kesempatan yang
sama di pengadilan MK. Tetapi, prinsip egaliterianisme di MK itu telah ternodai
ketika beberapa subjektifitas hakim
 berada dalam pengaruh paman.

Tentu saja, mukidi dan keluarganya
akan menggunakan arguman utilitarianisme. Utilitarian akan berpendapat bahwa
politik dinasti dapat diterima jika menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi
jumlah orang terbanyak. Jika politik dinasti mampu menjaga stabilitas negeri
ini,
  mencegah konflik politik yang
berpotensi merugikan rakyat Indonesia, maka cara politik dinasti Mukidi sah-sah
saja jika dianggap paling baik untuk situasi Indonesia saat ini.

Egalitarianisme memang setuju
terhadap tujuan kebahagiaan. Tetapi,
kebahagiaan mayoritas tidak boleh mengorbankan keadilan dan kesetaraan minoritas.
Jika ada individu atau kelompok minoritas yang mulai merasa bahwa pilihan
mayoritas utilitarianisme tidak membawa
kebahagiaan, bukan tidak mungkin munculnya gerakan-gerakan protes sosial. Ini kemungkinan
besar terjadi, ketika diskriminasi dan marjinalisasi kian merajalela
dimana-mana. Kemungkinan terburuk adalah radikalisasi dan polaritas sosial dan
politik yang semakin kentara. Bisakah langkah dinasti politik ini menjaga
kestabilan ketika
nilai rupiah semakin merosot drastis?

Atau Mukidi bisa
pakai dalil filosofi realisme politik. Orang-orang semacam Niccolò Machiavelli,
Thomas Hobbes tentu lebih suka cara yang lebih pragmatis. Dari pada Indonesia dipimpin
oleh orang lain yang belum tentu baik dan tidak korupsi, maka tidak ada
salahnya mencoba politik dinasti sebagai strategi yang pragmatis dan realistis
untuk mempertahankan kekuasaan.

Jangan lagi
katakan bahwa Mukidi dan keluarganya akan menggunakan argumen darwinisme. karena
dinasti politik adalah hak asasi manusia, maka pasti dilakukan siapa saja.
Dinasti politik adalah bagian alami kehidupan. Pernah dengar “survival of
the fittest”, di mana hanya keluarga yang paling kuat dan adaptif yang
dapat bertahan dan mempertahankan kekuasaan. keyakinan seperti ini tentu saja
berbahaya.
  karena hanya akan membawa
kita pada “hukum rimba”. Yang kuat adalah yang menang, memakan atau dimakan. Bayangkan
jika politik dinasti berlaku di seluruh provinsi di negeri ini. “apakah ini
nilai seperti ini juga bagian dari Asian value?”

Orang-orang yang
egaliter tentu saja lebih memilih cara
Meritokrasi. Meritokrasi lebih suka bila individu diangkat ke posisi kekuasaan berdasarkan
kemampuan dan prestasi mereka, bukan karena keturunan. Politik dinasti
yang
dipilih Muliadi mengabaikan banyak hal. Salah satunya adalah
mengabaikan prinsip meritokrasi dengan memberikan
kekuasaan berdasarkan hubungan keluarga
melalui perubahan hukum MK, bukan berdasarkan kompetensi dan
kualifikasi individu.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling takwa di antara kamu
(egaliter; bukan karena keturunannya). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.”
QS. Al-Hujurat
(49:13):

Akhirnya, dari
perspektif egalitarianisme, kita tentu saja bisa menyimpulkan bahwa Mukidi
memang egaliter, tapi dari
bungkusnya saja, bahwa jauh di dalam, ternyata Mukidi adalah pemimpin yang
otoriter. Karena terbukti dari cara  politik dinasti yang ia terapkan untuk
keluarganya
melalui MK. Sayangnya cara ini sangat buruk,
mengingat MK adalah tiang yang berhasil di rusak
 di
negeri
yang terlanjur memilih jalur demokrasi itu. Jalur yang memastikan adanya pergantian kepemimpinan dalam kurun waktu 5 tahun. 

Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa Doktoral Pendidikan Kader Ulama & Universitas PTIQ Jakarta)

Baca...  Jasad Nabi Danial Dimasa Khalifah Umar bin Khattab
2369 posts

About author
Merupakan media berbasis online (paltform digital) yang menyebarkan topik-topik tentang wawasan agama Islam, umat Islam, dinamika dunia Islam era kontemporer. Maupun membahas tentang keluarga, tokoh-tokoh agama dan dunia, dinamika masyarakat Indonesia dan warga kemanusiaan universal.
Articles
Related posts
Artikel

Pie Susu Asli Enaaak: Oleh-Oleh Khas Bali yang Tak Boleh Terlewatkan

5 Mins read
Sebagai seorang traveler yang gemar mengeksplorasi keindahan Pulau Bali, salah satu pengalaman yang selalu saya cari adalah menemukan oleh-oleh autentik yang benar-benar…
Artikel

Tidak Bisa Mengetik di Word karena "Selection is Locked", Ini Solusinya!

2 Mins read
Kompak – Salah satu masalah yang sering ditemui pengguna Microsoft Word adalah pesan “Selection is Locked” yang muncul saat mencoba mengetik atau…
Artikel

Ingin Rumah Lebih Sejuk? Coba Roster Jogja dari AM Roster

4 Mins read
Mendapatkan rumah yang sejuk merupakan impian bagi setiap orang, terutama di negara tropis seperti Indonesia. Salah satu cara untuk menciptakan suhu udara…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights