KULIAHALISLAM.COM – Abu Ayyub Al Anshari adalah seorang sahabat nabi Muhammad SAW dari golongan kaum Anshar. Nama aslinya adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib bin Malik bin An Najjar, nama ayahnya adalah Zaid bin Khulaib dan ibunya adalah Hindun binti Said dari bani Al Harits. Abu Ayyub merupakan salah satu orang yang bersumpah setia kepada nabi dalam baiat aqabah.
Saat nabi Muhammad dan kaum muslimin berhijrah dari kota Mekkah ke Yatsrib (nama awal sebelum kota Madinah) banyak kaum Anshar yang menginginkan Rasulullah agar tinggal dirumahnya.
Akhirnya Rasulullah membuat keputusan apabila unta yang dinaikinya berhenti didepan rumah dari seseorang, maka Rasulullah akan tinggal dirumah seseorang yang rumahnya dijadikan pemberhentian untanya tersebut.
Pada akhirnya rumah dari Abu Ayyub lah yang menjadi pemberhentian unta Rasulullah, Abu Ayyub yang mengetahui hal tersebut tentu saja sangat bergembira karena rumahnya akan dijadikan tempat persinggahan orang paling mulia disisi Allah.
Karena rumah Abu Ayyub berlantai 2, Raslullah SAW dipersilahkan untuk menghuni bagian atas, sedangkan Abu Ayyub sendiri berada dibagian bawah. Rasulullah juga mempersaudarakan golongan kaum Muhajirin dan golongan kaum Anshar agar terjalin ikatan yang kuat diantara kaum muslimin.
Masa Nabi Muhammad SAW
Abu Ayyub Al Anshari mengikuti peperangan-peperangan penting bersama Rasulullah, diantaranya adalah perang badar, perang uhud dan perang khandaq. Dimana ketiga perang tersebut merupakan tonggak awal perjuangan umat Islam untuk melawan kezaliman kaum musyrikin.
Perang badar adalah peperangan yang terjadi di sebuah sumur yang bernama badar yang terjadi pada 17 Ramdan tahun ke 2 Hijriyah. Pasukan muslimin berjumlah 313 orang, sedangkan kaum musyrikin berjumlah 1.000 pasukan, walaupun perbedaan pasukan yang banyak umat Islam tetap dapat memenangkan peperangan badar ini, jumlah korban dari pasukan muslim adalah 14 orang dan dari kaum musyrikin adalah 70 orang.
Selanjutnya, perang uhud adalah peperangan yang terjadi di kaki bukit uhud. Perang ini terjadi pada 7 Syawal tahun ke 3 Hijriyah, pasukan muslimin berjumlah 700 sedangkan pasukan musyrikin berjumlah 3.0000 orang.
Disini umat Islam mengalami kekalahan karena tidak patuhnya para pasukan pemanah terhadap perintah Rasulullah yang memerintahkan mereka agar tidak turun dari atas bukit, akan tetapi karena mereka mengira sudah memenangkan pertempuran, mereka turun dari bukit untuk mengambil harta rampasan perang.
Hal ini dimanfaatkan oleh jenderal perang musyrikin saat itu yaitu Khalid bin Walid untuk melakukan serangan balik terhadap kaum muslimin. Jumlah korban dari kaum muslimin adalah sekitar 70 orang termasuk paman nabi yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib, sedangkan dari pihak musyrikin adalah 27 orang.
Yang terakhir, perang Khandaq adalah peperangan yang terjadi pada bulan syawal tahun ke 5 Hijriyah, dinamai perang Khandaq karena kaum muslimin membuat sebuah Khandaq (parit) yang mengelilingi kota Madinah untuk menghalau serangan kaum musyrikin.
Perang ini juga disebut sebagai perang ahzab karena kaum musyrikin beraliansi dengan kaum Yahudi Bani Nadir. Setelah terjadi pengepungan selama satu bulan, akhirnya Allah SWT mengirimkan angin yang memporak porandakan kemah pasukan Al Ahzab sehingga pemimpin kaum musyrikin yaitu Abu Sufyan memerintahkan pasukannya untuk kembali ke Mekkah karena pasukannya telah mengalami banyak kerugian fisik maupun materi.
Masa Khulafaur Rasyidin dan Kekhalifahan Utsmani
Selain kejadian-kejadian yang dialami bersama Rasulullah, Abu Ayyub juga terus menyaksikan perjuangan Khulafaur Rasyidin dalam mengembangkan agama Islam. Abu Ayyub banyak ikut serta dalam peperangan membebaskan banyak negeri, kecuali perang Shiffin.
Meskipun di usianya yang sudah sangat tua, beliau tetap ingin ikut berperang agar dapat menyaksikan penaklukan kota yang telah dijanjikan Rasulullah semasa hidupnya.
Akan tetapi Abu Ayyub meninggal dunia karena sakit diusia 80 tahun, sebelum meninggal dia berwasiat kepada Yazid bin Muawwiyah agar mengebumikan jasadnya di dekat tembok kota Konstantinopel agar ia dapat menyaksikan penaklukan kota Konstantinopel walaupun tidak melihatnya langsung saat didunia.
Meskipun pasukan Yazid gagal untuk menaklukkan kota Konstantinopel, akan tetapi pada tahun 1453 masehi akhirnya kaum muslimin dapat menaklukkan kota Konstantinopel dibawah kepemimpinan Muhammad Al Fatih dari kesultanan Turki Utsmani.
Memang Abu Ayyub tidak menyaksikan secara langsung penaklukan kota Konstantinopel yang dilakukan Muhammad Al Fatih, akan tetapi kuburan beliau menjadi saksi penaklukan atas kota tersebut dan membuktikan kebenaran kata-kata Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa Konstantinopel akan jatuh ketangan umat Islam.
Abu Ayyub memang bukan sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali yang begitu dikenal sebagai pejuang Islam yang hebat, akan tetapi beliau adalah orang yang dapat menyaksikan perjuangan dan perkembangan agama Islam dari masa Rasulullah yang umat Islam masih tertindas oleh kaum musyrikin hingga masa kejayaan umat Islam.
Kisah Abu Ayyub ini dapat menjadi teladan bagi kita agar selalu menjadi pribadi yang positif dan dapat meningkatkan rasa keimanan kita. Beliau begitu percaya dengan perkataan sang nabi hingga ingin menyaksikan sendiri janji Allah yang telah disampaikan kepada Rasulnya. Wallahu A’lam Bish-shawab.
Penulis: Muhammad Satrio Wibowo Zaki (Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya)
Editor: Adis Setiawan