Sebagai salah satu cendekia yang cukup membuat saya berdecak kagum, Kiyai Husnan Bey Fananie adalah cendekia yang memiliki kapasitas keilmuan yang luar biasa. Namun, yang lebih menarik adalah bahwa beliau juga memiliki darah seni yang kuat. Beliau merupakan salah satu ulama yang menelurkan karya berbentuk buku puisi, salah satunya adalah “Ranah Kasihku“.
Dalam salah satu puisinya, Kiyai Husnan Bey Fananie membahas tentang hubungan manusia dengan Allah sebagai Sang Maha Kasih. Dalam puisi yang berjudul “Cinta yang Tak Pernah Berakhir“, beliau menulis:
“Di dalam hatimu, aku menemukan cinta yang tak pernah berakhir
Sebuah cinta yang mengalir seperti sungai yang tak pernah kering
Cinta yang membuatku merasa hidup
Cinta yang membuatku merasa dicintai”
(Puisi “Cinta yang Tak Pernah Berakhir” dalam buku “Ranah Kasihku”)
Pemaknaan yang mendalam dari puisi tersebut, seolah menyiratkan kehalusan rasa dan kejernihan jiwa dari mantan Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan. Menurut Imam Al-Ghazali, “Cinta kepada Allah adalah puncak dari semua bentuk cinta” (Ihya Ulumuddin).
Dalam puisi lainnya, Kiyai Husnan Bey Fananie juga menjelaskan bagaimana memaknai dan menjiwai kehidupan secara utuh. Dalam puisi yang berjudul “Hidup Ini”, beliau menulis:
“Hidup ini adalah ujian
Ujian yang membuat kita menjadi kuat
Ujian yang membuat kita menjadi bijak
Ujian yang membuat kita menjadi lebih dekat dengan-Nya”
(Puisi “Hidup Ini” dalam buku “Ranah Kasihku”)
Ini memberikan gambaran pada kita, untuk lebih sadar bahwa setiap manusia mempunyai ujiannya masing-masing. Menurut Rumi, Ujian hidup adalah kesempatan untuk kita menjadi lebih dekat dengan Tuhan ( “Mathnawi”).
Dalam sudut pandang kontemporer pun, ulama sekelas Yusuf Qardhawi juga mendukung pandangan ini. Beliau mengatakan bahwa Dakwah harus dilakukan dengan cara yang bijak dan menyentuh hati manusia (Fiqh al-Dakwah).
Secara ilmiah, proses dakwah melalui pendekatan seni hidup berdampak pada proses pemaknaan dalam jiwa. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Muhammad Nurdin menunjukkan bahwa “Pendekatan seni dalam dakwah dapat meningkatkan kesadaran spiritual dan keimanan seseorang” (Pengaruh Seni dalam Dakwah terhadap Kesadaran Spiritual).
Ini selaras dengan pandangan ulama seperti Imam Al-Ghazali yang mengatakan bahwa “Seni dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan keimanan” (Ihya Ulumuddin).
Pada akhirnya, sebagai muslim modern kita harus memahami bahwa alam dunia dakwah tak semua Ulama cendekia melakukannya dengan cara konvensional melalui kajian dauroh turots/kitab ilmiyah, tapi ada yang melakukannya dengan menyentuh jiwa manusia. Layaknya Hassan Al-Banna yang menyentuh iman melalui dakwah seni dengan puisinya yang indah, seperti yang dikutip dari buku Majmu’ah Rasa’il karya al-Imam al-Syahid Hassan al-Banna”:
” Wahai jiwa yang rindukan Tuhan,
Janganlah engkau lupa akan cinta-Nya”
Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa seni dan keilmuan dapat berjalan beriringan dalam memahami dan menjiwai kehidupan secara utuh. Kiyai Husnan Bey Fananie telah menunjukkan kepada kita bahwa mereguk seni hidup, tidak hanya dengan dalil dan dogma melainkan juga estetika kepada Sang Pencipta. Wallahu alam bishawab.