Di tengah situasi sosial-politik yang semakin rumit, organisasi mahasiswa dituntut untuk tidak hanya bersuara keras di ruang publik, tetapi juga mampu berdiri tegak secara mandiri.
Dalam konteks inilah, gagasan Abdur Rozak calon Ketua Umum PKC PMII Jawa Timur tentang “ekonomi alternatif” layak mendapat perhatian serius. Rozak tidak sedang membangun utopia (bayang-bayang khayalan), melainkan ia sedang mengingatkan bahwa kemandirian organisasi tidak akan pernah lahir dari ketergantungan.
Syahdan. PMII, sebagai organisasi kader yang telah lama menjadi bagian penting dari sejarah gerakan mahasiswa Islam di Indonesia, kini berada pada persimpangan antara idealisme dan pragmatisme. Nah, dalam kondisi seperti ini, membangun fondasi “ekonomi alternatif” adalah bentuk ikhtiar strategis untuk menjaga arah perjuangan tetap pada relnya.
Pertanyaannya adalah ekonomi alternatif dalam konteks ini seperti apa? Yang jelas ia bukan semata-mata bisnis, bukan pula sekadar mencari sumber pendanaan baru. Lebih dari itu, ekonomi alternatif adalah upaya menyusun kekuatan ekonomi berbasis nilai: gotong royong, transparansi, dan kedaulatan kader.
Gagasan-gagasan koperasi kader, pelatihan kewirausahaan berbasis komunitas, pemanfaatan teknologi digital, serta pemetaan potensi lokal di setiap cabang PMII adalah langkah nyata menuju ekosistem ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.
Dengan kata lain, PMII tidak boleh terus bergantung pada donatur atau kekuatan eksternal yang kerap membawa agenda tersembunyi. Ketika organisasi menggantungkan hidupnya pada kekuatan di luar dirinya, maka suara kritisnya bisa dibungkam. Bahkan arah geraknya bisa dibelokkan.
Hal inilah yang menjadi kekhawatiran banyak kader PMII Jawa Timur khususnya yang kini coba dijawab oleh Rozak dengan membangun sistem yang lebih mandiri, berkeadilan, dan berorientasi jangka panjang.
Tak kalah menariknya, ekonomi alternatif yang digagas pria kelahiran kepulauan ini bukanlah upaya elitis yang hanya bisa dijangkau oleh segelintir orang. Ia justru mendorong keterlibatan seluruh kader, dari cabang, komisariat hingga rayon-rayon.
Setidaknya, Sahabat Rozak, dengan keberanian intelektualnya, telah menyalakan api gagasan. Hari ini, tugas kita bersama adalah menjaga agar nyala api gagasan itu tidak padam di tengah jalan.
Benar sekali. Ini bukan hanya soal membangun ekonomi organisasi, tetapi juga memberdayakan individu kader agar mereka tumbuh sebagai pribadi yang tangguh secara ideologis dan berdaya secara ekonomi.
Anda tahu! Kita hidup di zaman di mana ketergantungan adalah pintu masuk “pelemahan”. Karena itu, PMII tidak boleh masuk ke ruang itu. Rozak, melalui gagasannya, menawarkan jalan keluar yang tidak hanya rasional, akan tetapi juga sesuai dengan ruh gerakan mahasiswa Islam: berdiri di atas kaki sendiri, bersuara lantang tanpa takut kehilangan sokongan.
Tentu saja, mewujudkan ekonomi alternatif tidaklah mudah. Ia membutuhkan visi jangka panjang, kepemimpinan yang bersih dan kuat, serta manajemen yang profesional. Namun, sejarah selalu berpihak pada mereka yang mau memulai.
Akhirnya, jika PMII Jawa Timur sungguh ingin menjadi poros gerakan yang mandiri, berdaulat, dan berpihak pada rakyat, maka membangun ekonomi alternatif bukan pilihan, melainkan sebuah keharusan dan kewajiban. Wallahu a’lam bisshawab.