KULIAHALISLAM.COM – Ditengah teduh dan damainya bulan Ramadan penuh berkah, terdengar riuh keluhan rakyat yang menggema kian menggugah nalar. Lantas siapakah yang bertanggungjawab? Atas kemelaratan yang terjadi, rakyat pun dipaksa menjalani ibadah puasa dengan penuh kesulitan.
Akhir-akhir ini, kelangkaan Gas LPG menjadi sorotan utama yang diperbincangkan oleh pemerintahan maupun kalangan akar rumput itu sendiri. Mengingat Gas LPG telah menjadi program subsidi Pemerintah, hingga belakangan ini Gas LPG menjadi bahan primer sebagai bahan bakar masak dari yang sebelumya masyarakat hanya menggunakan minyak tanah, atas kebijakan itu alih-alih masyarakat bergantung pada Gas LPG.
Ditengah ketergantungan itu malah terjadi kelangkaan, hal ini menjadi kecemasan bagi seorang ibu rumah tangga atas keberlanjutan hidup keluargannya. Lebih-lebih di bulan Ramadhan ini, kebutuhan masyarakat akan bahan bakar masak semakin meningkat. Ditinjau pada aspek yuridis nya, bahwa pengunaan Gas LPG, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menerbitkan aturan dalam pembelian Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi atau LPG 3 Kg.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri (ESDM) Nomor 37.k/MG.01/MEM.M/2023 tentang petunjuk teknis pendistribusian isi ulang LPG tertentu tepat sasaran. Sebagaimana diatur pada konsideran huruf a. bahwa liquefied petroleum gas tabung 3 kilogram merupakan liquefied petroleum gas tertentu yang diperuntukkan bagi konsumen pengguna tertentu diantaranya yaitu kelompok rumah tangga, usaha mikro, nelayan sasaran, dan petani sasaran.
Meskipun pengaturan tentang penggunaan Gas LPG diatur untuk tepat sasaran bagi masyarakat, namun di lain sisi masih terdapat persoalan dalam pengaturan batas penggunaan Gas LPG oleh agen yang mendapatkan ijin pangkal Gas LPG. Tuntutan percepatan pemutaran ekonomi membuat agen pengecer cenderung tidak membatasi pembelian Gas LPG. Hal demikian menjadi sebab terjadinya kelangkaan.
Pada persoalan kelangkaan Gas LPG di Kota Bima dan Kabupaten Bima harusnya menjadi atensi serius pemerintah daerah diwilayah hukumnya masing-masing, baik penetapan harga HET hingga pada batasan penggunaan tertentu sehingga distribusi Gas LPG dapat merata dirasakan manfaatnya oleh sasaran yang ditunjukan.
Kelangkaan Gas LPG juga dapat berdampak buruk bagi masyarakat miskin, dimana ketika terjadi kelangkaan maka rentan terjadi spekulasi harga dan manipulasi pasar, harga yang tidak menetu mengingat kebutuhan masyarakat akan Gas LPG semakin meningkat bisa saja masyarakat membeli dengan harga yang sangat mahal.
Hingga pada akhirnya harga di tingkat konsumen cenderung ditentukan oleh pengecer. Di lapangan masih terdapat persekongkolan yang tidak benar yang dilakukan oleh agen pengecer dan konsumen, dimana elit konsumen bisa saja membeli Gas LPG melebihi batas maksimum penggunaan kebutuhannya dengan cara menimbun persediaan penggunaan Gas LPG.
Pada beberapa persoalan di atas, pemerintah daerah mestinya terlibat aktif melakukan evaluasi dan pengawasan secara berkala hingga penindakan terhadap beberapa persoalan penggunaan yang tidak tepat sasaran.