Fenomena terorisme merupakan suatu perbuatan yang marak diperbincangkan dalam seluruh dunia, khususnya Indonesia. Bahkan dalam hal ini seringkali dijadikan sebagai bahan kajian dan perbincangan oleh beberapa akademisi.
Segala tindak kekerasan ataupun peperangan yang kian terjadi seringkali dikaitkan dengan aksi terorisme. Aksi-aksi yang dijuluki dengan sebutan terorisme biasanya mengatasnamakan agama, termasuk agama Islam.
Tindakan yang terjadi dalam perbuatan terorisme disebut dengan teror. Sedangkan pelaku yang melakukan aksi terorisme disebut sebagai teroris yang dapat diartikan sebagai orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut.
Terorisme yang mengatasnamakan Islam seringkali terjadi. Hal ini terjadi dikarenakan istilah terorisme dalam Islam sering disalah artikan hingga mengakibatkan stigma negatif terhadap Islam.
Padahal Islam mengajarkan kedamaian dan melarang kekerasan. Aksi terorisme yang identik dengan tindakan kekerasan hingga menciptakan rasa ketakutan atau kekejaman, seakan tidak sejalan dengan prinsip ajaran Islam. Para teroris yang mengatasnamakan Islam seringkali memahami ajaran secara ekstrim dan menyimpang.
Rekam jejak kekerasan yang terdapat di Indonesia atau negara lain, baik yang berupa bom, penembakan, ataupun penyerangan secara tiba-tiba merupakan bukti bahwa Indonesia atau negara lain masih belum dapat diklaim steril dari tindakan terorisme.
Pelaku-pelaku tindakan terorisme biasanya dilakukan oleh sekolompok fundamentalisme dalam Islam. Atau dalam artian lain, Islam seringkali dijadikan sebagai sumber nilai-nilai yang mengajarkan kekerasan oleh sebagaian pihak.
Sekelompok orang yang melakukan terorisme berargumen bahwa tindakan yang dilakukannya ini penting untuk dilakukan dan memiliki pahala yang istimewa di sisi Allah SWT ayat Al-Qur’an yang sering disalahpahami oleh kelompok-kelompok teroris dan digunakan sebagai pembenaran untuk mencapai tujuan mereka, salah satunya seperti surah Al-Baqarah ayat 191:
وَٱقۡتُلُوهُمۡ حَيۡثُ ثَقِفۡتُمُوهُمۡ وَأَخۡرِجُوهُم مِّنۡ حَيۡثُ أَخۡرَجُوكُمۡۚ وَٱلۡفِتۡنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلۡقَتۡلِۚ وَلَا تُقَٰتِلُوهُمۡ عِندَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِيهِۖ فَإِن قَٰتَلُوكُمۡ فَٱقۡتُلُوهُمۡۗ كَذَٰلِكَ جَزَآءُ ٱلۡكَٰفِرِينَ
Artinya: Bunuhlah mereka (yang memerangimu) di mana pun kamu jumpai dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusirmu. Padahal, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Lalu janganlah kamu perangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangimu di tempat itu. Jika mereka memerangimu, maka perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.
Penafsiran QS. Al-Baqarah ayat 191 dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Artinya, kita diperintahkan untuk berperang di jalan Allah Ta’ala, tetapi harus menghindari tindakan berlebihan. Sebagai contoh, larangan tersebut mencakup perilaku seperti yang disebutkan oleh Hasan Al-Bashri, yaitu menyiksa, menipu, dan melakukan tindakan tercela lainnya.
Dapat ditarik pemahaman tentang QS. Al-Baqarah ayat 191, perintah perang dalam Islam diperbolehkan sebagai bentuk pertahanan diri, tetapi secara tegas mengutuk segala bentuk terorisme. Perang yang disyariatkan harus dilakukan dengan prinsip keadilan dan kebenaran, serta menghindari segala bentuk penganiayaan, sambil mematuhi etika perang yang ditetapkan.
Tujuan dari perang ini bukan untuk menciptakan kehancuran, melainkan sebagai upaya terakhir dalam mencapai perdamaian setelah semua alternatif lain tidak berhasil. Prinsip etika perang dalam Islam menekankan keadilan, keseimbangan, dan toleransi, serta mengecam terorisme.
Selain itu, penting untuk melarang serangan terhadap warga sipil, perempuan, anak-anak, dan melarang perusakan lingkungan serta fasilitas umum, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari konsep ini.
Dengan demikian, pemahaman tentang perang dalam Islam, khususnya dalam ayat 191, menunjukkan relevansi dan kesesuaiannya dengan penolakan terhadap terorisme, demi menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis tanpa tindakan terorisme.
Salah satu ayat juga yang sering disalah pahami oleh para kelompok teroris adalah surah At-taubah ayat 73:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْۗ وَمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah (neraka) Jahanam. (Itulah) seburuk-buruk tempat kembali.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat ini bahwa Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan munafik serta bersikap tegas terhadap mereka. Di sisi lain, Allah memerintahkan Rasul untuk bersikap lembut kepada kaum mukmin yang setia kepadanya.
Allah juga menegaskan bahwa tempat kembalinya orang-orang kafir dan munafik di akhirat kelak adalah neraka. Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk berjihad melawan kaum kafir dengan pedang, sedangkan untuk kaum munafik menggunakan lisan, serta bersikap tanpa kelembutan terhadap mereka. Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, dan Mujahid berpendapat bahwa jihad terhadap kaum munafik dapat berupa penerapan hukuman (hudud).
Beberapa ulama mengatakan bahwa pendapat-pendapat tersebut tidak saling bertentangan karena dalam praktiknya, hukuman yang dijatuhkan bisa berbeda tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
Dari ayat-ayat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap Al-Qur’an harus dilakukan secara mendalam dan tidak hanya berpegang pada satu ayat saja.
Fenomena terjadinya aksi terorisme yang mengatasnamakan Islam sering kali disebabkan oleh kesalahpahaman dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Sudah jelas bahwa pandangan para pelaku terorisme terhadap istilah qital dan jihad sangat bertentangan dengan pemahaman umat Islam yang memahami makna sesungguhnya dari kedua istilah tersebut.
Para teroris cenderung melihat qital dan jihad semata-mata sebagai tindakan kekerasan tanpa memahami makna yang lebih mendalam dan penjelasan yang menyertainya dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Upaya deradikalisasi dan pemahaman agama yang lebih komprehensif sangatlah penting untuk mencegah radikalisme yang dapat berujung pada terorisme. Melalui pendidikan yang menanamkan nilai-nilai moderasi dan pemahaman yang benar akan ajaran agama, masyarakat dapat dibimbing menuju kehidupan yang lebih damai dan saling menghormati.
Dengan demikian, terorisme yang merusak citra Islam dapat ditolak, dan Islam tetap dikenal sebagai agama yang membawa pesan kasih sayang dan kedamaian bagi seluruh umat manusia.