Keislaman

Kebijakan Nabi Muhammad Terhadap Bani Quraizah (1)

3 Mins read

Kebijakan Nabi Muhammad terhadap Bani Quraizah. Setelah kekalahan Al Ahzab dalam perang Khandaq, kaum Quraisy dan Gatfan serta Bani Nadir mengundurkan diri dari pertempuran, Bani Quraizah sangat ketakutan. Karena menurut mereka, Nabi Muhammad pasti akan menuju ke wilayah Quraizah. Namun, belum ada perintah dari langit untuk menyerang mereka.

Akan tetapi, setelah kembali ke Madinah, Nabi Muhammad sedang mandi di rumah Aisyah, dalam riwayat lain di rumah Ummu Salamah. Lalu beliau melaksanakan salat Dzuhur. Jibril mendatangi beliau dan masih menggunakan atribut perang seraya berkata,

“Mengapa engkau letakkan senjata? Sesungguhnya para malaikat belum meletakkan senjata. Sesungguhnya Allah memerintahkanmu menuju ke Bani Quraizah. Akan kuguncang benteng mereka.”

Kemudian Nabi Muhammad bersama kaum muslimin mendatangi perkampungan Bani Quraizah dan mengepungnya. Pengepungan terjadi selama 25 malam. Sementara itu, terjadi pula beberapa kali bentrokan dengan saling melempar anak panah dan bebatuan. Setelah pengepungan dilakukan secara ketat, ada tiga hal yang ditawarkan pemimpin mereka, Ka’b ibn Asad kepada kaumnya.

Pertama, ia menyarankan kepada kaumnya agar mau menerima Islam dan membenarkan Nabi Muhammad, karena mereka telah mengetahui dari kitab Taurat bahwa ia adalah seorang nabi yang diutus. Dengan demikian, jiwa, harta, anak-anak dan istri-istri mereka selamat.

Kedua, ia menyarankan agar kaum wanita dan anak-anak semuanya dibunuh agar tidak meninggalkan beban belakang hari lalu dengan pedang terhunus melawan dan para sahabatnya. Kalau mereka hancur berarti tidak ada lagi turunan yang dikhawatirkan, dan kalau menang bisa nikah lagi dan melahirkan keturunan.

Ketiga, ia menyarankan agar mereka menyergap Nabi Muhammad dan sahabatnya dengan tiba-tiba pada saat yang tak diduga, karena ketika itu adalah malam sabtu hari suci Yahudi, yang karenanya bisa jadi mereka merasa aman dari gangguan pihak muslimin. Namun mereka menolak semua tawaran tersebut.

Baca...  Kehujjahan Hadis Dhaif

Rupanya, selama dalam kepungan itu Bani Quraizah sama sekali tidak berani keluar dari kubu-kubu mereka. Setelah merasa lelah dan yakin bahwa mereka tidak akan lolos dari bencana, dan mereka pasti akan jatuh ke tangan kaum Muslimin bila masa pengepungan berjalan lama.

Maka mereka mengutus orang kepada Nabi Muhammad dengan permintaan agar mengirimkan Abu Lubabah kepada mereka untuk dimintai pendapatnya sehubungan dengan masalah mereka ini. Abu Lubabah ini berasal dari golongan Aus yang termasuk sahabat baik mereka.

Ternyata, begitu mereka melihat kedatangan Abu Lubabah, mereka memberikan sambutan yang luar biasa. Kaum wanita dan anak-anaknya menyambutnya dengan ratap tangis. Ia merasa iba sekali melihat mereka.

“Abu Lubabah,” kata mereka kemudian. “Apa kita harus tunduk kepada keputusan Muhammad?.” “Ya,” jawabnya sambil memberi isyarat dengan tangan ke lehernya. Maksudnya adalah mereka akan dijatuhi hukuman mati. Meskipun telah diberi isyarat tentang nasib mereka oleh Abu Lubabah, Bani Quraizah menyerah tanpa bersyarat.

Kemudian mereka sepakat mengirim utusan lagi kepada Nabi Muhammad untuk berunding dengan beliau. Dalam perundingan itu, utusan mereka meminta beliau agar membolehkan mereka pergi ke Azri’at di negeri Syam dan meninggalkan harta benda mereka. Permintaan ini ditolak Nabi Muhammad.

Beliau menyatakan bahwa mereka harus tunduk kepada keputusannya. Karena ditolak, mereka lalu mengirimkan utusan kepada kaum Aus agar mau membantu mereka sebagai sahabat persekutuan. Kaum Aus menyetujuinya dan mengutus suatu delegasi Nabi Muhammad dan memintanya agar mereka, seperti yang dilakukan Khazraj terhadap sekutu Bani Nadir.

Nabi Muhammad mengabulkannya. Tapi beliau minta agar seorang dari mereka, kaum Aus, bertindak sebagai arbiter menyelesaikan persoalan itu.

Kaum Auspun setuju “Kalau begitu,” kata Nabi Muhammad, “Katakan kepada Bani Quraizah memilih siapa orang yang mereka sukai di antara kalian.” Mereka cenderung memilih Sa’d ibn Mu’az sebagai atbitrer mereka. Lalu Sa’d berunding dengan mereka dan mereka menyatakan akan mematuhi apa yang akan diputuskannya.

Baca...  Cara Malaikat Menyampaikan Wahyu Kepada Rasul

Akhirnya, setelah dicapai persetujuan, Sa’d meminta warga Bani Quraizah seluruhnya agar turun dan meletakkan senjata. Perintah ini mereka laksanakan. Lalu Sa’d memutuskan bahwa seluruh lelaki yang terjun melakukan kejahatan dan pengkhianatan dalam perang itu dieksekusi mati.

Harta benda mereka dibagi. Kaum wanita dan anak-anak ditawan. Keputusan Sa’d ini dipuji dan disambut baik oleh Nabi Muhammad seraya mengatakan, “Engkau telah mengambil keputusan sesuai dengan hukum Allah dari atas langit yang tujuh.”

Menurut Al-Mubarakfuri, keputusan Sa’d ini sudah pas dan adil. Karena di samping Bani Quraizah sudah melakukan pengkhianatan yang keji, mereka juga sudah menyiapkan 1500 bilah pedang, 2000 tombak, 300 baju besi dan 500 perisai untuk membinasakan kaum muslimin. Semua ini baru diketahui setelah orang-orang muslim dapat menaklukkan benteng dan perkampungan Bani Quraizah.

Ini keputusan yang sangat bijaksana, karena menurut Haikal, jika pihak Al Ahzab menang perkampungan dalam perang Khandaq, kaum muslimin pasti akan dikikis habis oleh Bani Quraizah; dibunuh dan dianiaya.

Keesokan harinya Nabi Muhammad keluar ke sebuah pasar di Madinah. Beliau memerintahkan agar sejumlah parit digali di tempat itu. Seluruh laki-laki Bani Quraizah yang berjumlah antara 700-800 orang 175 dibawa dan di sana leher mereka penggal, dan di dalam parit-parit itu mereka dikuburkan. Sedangkan kaum wanita dan anak-anak mereka dijadikan budak.

Sebenarnya, Bani Quraizah tidak menduga akan menerima hukuman seperti itu dari Sa’d ibn Mu’az teman sepersekutuan mereka. Bahkan, tadinya, mereka mengira ia akan bertindak seperti Abdullah ibn Ubay terhadap Bani Qainuqa’. Hanya ada satu perempuan yang dibunuh.

Pada dasarnya dalam situasi perang pihak muslimin tidak boleh membunuh wanita atau anak-anak. Tetapi, pada waktu itu, pihak muslimin sampai membunuh seorang wanita Quraizah juga yang telah lebih dulu membunuh seorang Muslim dengan menimpukkan batu penggiling selama pengepungan.

Baca...  Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Hudaibiyah

Al-Tabari mencatat bahwa, wanita tersebut bernama Bananah yang pernah membunuh Khallad ibn Suwaid dengan batu penggiling. Maka dia dieksekusi mati karena perbuatannya tersebut.

Aisyah menceritakan dengan jelas, sebenarnya dia berada bersamaku dan berbicara denganku dan tertawa-tawa keras ketika Nabi Muhammad membunuh para lelaki kaumnya di pasar, ketika tiba-tiba sebuah suara memanggil namanya.

“Aku. Demi Tuhan.” Aku berseru, “Ada apa?” “Aku akan dibunuh,” jawabnya. “Untuk apa?” aku bertanya. “Karena sesuatu yang kulakukan,” jawabnya. Dia dibawa pergi dan dipenggal kepalanya. Bersambung…

63 posts

About author
Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.
Articles
Related posts
KeislamanTafsir

Penegakan Hukum dan Keadilan dalam Lensa Tafsir Al-Qurthubi

4 Mins read
Hukum dan keadilan adalah dua prinsip mendasar yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Alqur’an sebagai sumber utama hukum Islam memberikan pedoman yang…
KeislamanNgaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad

Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Sesat Pikir Karena Asosiasi

3 Mins read
Kita ketahui bersama bahwa pandangan akidah Asy’ariyah mengenai soal af’alullah (tindakan Tuhan) adalah bahwa semua tindakan Tuhan sifatnya jaiz (boleh). Dalam hal…
Keislaman

Diskursus Penafsiran Ayat Pernikahan Beda Agama dalam Alqur'an

3 Mins read
Pernikahan beda agama selalu menjadi topik yang hangat di masyarakat. Ada yang menentangnya keras, ada yang membolehkan dengan syarat tertentu. Tapi bagaimana…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights