KULIAHALISLAM.COM – Teologi, merupakan sebagaimana diketahui membahas ajaran- ajaran dasar dari sesuatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya.
Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak mudah diumbang-ambing peredaran zaman.
Semua aliran baik Asy’ariah, Maturidiah apalagi Mu’tazilah juga berpegang kepada wahyu. Dalam aliran tersebut juga terdapat perbedaan tetapi perbedan tersebut hanyalah dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Alqur’an dan Hadis.
Perbedaan interpretasilah yang melahirkan mazhab-mazhab seperti yang dikenal sekarang, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali.
Terdapat juga perbedaan dalam aliran tersebut adalah salah satunya Mu’tazilah berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, Asy’ariah sebaliknya berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah.
Para teolog ada yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat memberi interpretasi yang liberal tentang teks ayat-ayat Alqur’an dan Hadis. Dengan ini timbulah sebuah teologi liberal yang seperti terdapat dalam aliran Mu’tazilah.
Terdapat juga para teolog yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah memberi kan interpretasi harfi atau dekat dengan arti harfi dari teks Alqur’an dan Hadis. Sikap demikian menimbulkan teologi tradisional sebagai yang ada dalam aliran Asy’ariah.
Teologi liberal ini terdapat penganut yang hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan lebih jelas lagi dan tegas dalam ayat-ayat Alqur’an dan Hadis, yang berupa teks Qur’an dan Hadis yang tidak bisa lagi diinterpretasikan dan mempunyai arti selain arti letterlek yang terkandung dalamnya.
Hal tersebut mempunyai arti qat’i, dan juga tidak terlalu banyak terdapat dalam Alqur’an. Para penganut teologi liberal jarag sekali menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan hidup terhaap era perkembangan yang timbul dalam masyarakat modern, terutama dalam hal keilmuan pengetahuan dan teknologi.
Penganut teologi liberal dalam hal kemajuan dan pembangunan dapat berjalan lebih lancar. Sebaliknya, teologi tradisional penganutnya kurang mempunyai ruang gerak daripada penganut teologi liberal, dikarena penganut teologi tradisional terikat tidak hanya pada dogma-dogma, tetapi juga pada ayat-ayat yang mengandung arti zanni, yaitu ayat-ayat yang boleh mengandung arti lain dari arti letterlek yang terkandung dalamnya.
Pada akhirnya para penganut teologi ini sukar dapat mengikuti perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat modern.
Teologi liberal banyak berpegang pada logika lebih sesuai dengan jiwa dan pemikiran kaum terpelajar. Sebaliknya teologi tradisional, dengan teguhnya berpegang pada arti harfi dari teks ayat-ayat Alqur’an dan Hadis ditambah dengan kurangnya ia menggunakan logika, kurang sesuai dengan jiwa dan pemikiran golongan terpelajar.
Teologi liberal, selanjutnya, dengan pembahasannya yang sifat filosofis, sukar dapat ditangkap oleh golongan awam. Tetapi teologi tradisionil, dengan uraiannya yang sederhana, mudah dapat diterima oleh kaum awam. Pada umumnya dalam masyarakat Islam, golongan yang menganut teologi liberal, tegasnya kaum Mu’tazilah, mereka dianggap kafir dan ke luar dari Islam, karena mereka dianggap bahwa mereka hanya percaya pada akal dan tidak percaya kepada wahyu.
Sebagai telah dilihat dalam uraian di atas, kaum Mu’tazilah, sama halnya dengan kaum Asy’ariah, juga percaya dan berpegang pada wahyu. Ada juga hal yang membuat kaum Mu’tazilah dipandang kafir, ialah karena yang biasanya dibaca dan diajarkan di kalangan umat Islam pada umumnya adalah buku-buku yang dikarang oleh para teolog yang berasal dari aliran Asy’ariah dan Maturidiah.
Dalam buku-buku inilah, tuduhan kekafiran kaum Mu’tazilah biasa dijumpai. Sebaliknya jika dibaca dari karangan-karangan kaum Mu’ tazilah, terdapat pula disana tuduhan bahwa kaum Asy’ariah adalah kafir.
Dengan adanya hal ini, terjadilah kedua pihak saling kafir mengkafirkan. Pada hakekatnya semua aliran tersebut, tidaklah ke luar dari Islam, tetapi masih tetap dalam Islam.
Dengan demikian setiap orang Islam bebas memilih salah satu dari aliran- aliran teologi tersebut yaitu aliran mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya masing- masing. Hal ini tidak melarang pula dengan kebebasan tiap orang Islam alam memilih mazhab fikih
Penulis: Nisa Asada Fat Ilma Arof (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya)
Editor: Adis Setiawan