Oleh: Muhammad Muslich Aljabbar*
Kajian-kajian Alqur’an yang dilakukan oleh orientalis sering kali menimbulkan perspektif keraguan terhadap otentisitas dan integritas mushaf Utsmani. Sarjana barat yang pertama kali secara ilmiah mengemukakan dugaan kepalsuan terhadap bagian tertentu dalam Alqur’an adalah Silvestre de Sacy, orientalis asal Prancis.
Ia meragukan keaslian surah Al-Imran ayat 144 yang berbicara tentang kemungkinan wafatnya nabi Muhammad SAW. Dalam riwayat tekenal dikatakan bahwa ayat ini dikutip oleh Abu Bakar untuk meredam amarah ‘Umar bin Khattab yang menolak berita wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Silvestre menuduh bahwa Abu Bakar melakukan penyisipan ayat ini demi kepentingannya dalam pengumpulan Alqur’an pertama. Sebagai bukti argumennya, Ia mengemukakan riwayat di atas berita wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Namun secara historis, Abu Bakar tidak melakukan hal tersebut. Jika dilihat dari sisi asbabun nuzul, maka ayat di atas merujuk pada peristiwa perang Uhud dimana ayat ini turun untuk membantah kabar bohong yang menyebar luas selama pertempuran bahwa Nabi Muhammad SAW telah wafat. Dengan demikian tuduhan Silvestre tidak memiliki argumen yang kuat.
Selain Silvestre, terdapat Theodor Noeldeke. Ia adalah orientalis berkebangsaan Jerman pertama yang mengajukan spekulatif atas huruf-huruf misterius di dalam Alqur’an. Menurutnya, huruf-huruf tersebut bukan berasal dari Nabi Muhammad SAW melainkan inisial dari pemilik naskah Alqur’an yang digunakan Zayd binThabit ketika pertama kali mengumpulkan Alqur’an pada masa khalifah Abu Bakar.
Berikut inisial nama yang dimaksud pemilik mushaf terkait huruf-huruf misterius dalam Alqur’an:
1. ال (al): kata sandang tertentu
2. م (m): inisial untuk Mughirah
3. ص (s): inisial untuk Hafsah
4. ر (r): inisial untuk Zubayr
5. ك (k): inisial untuk Abu Bakar
6. ه (h): inisial untuk Abu Hurayrah
7. ن (n): inisial untuk ‘Uthman
8. ط (t): inisial untuk Talhah
9. س (s): inisial untuk Sa‘id bin Abi Waqas}
10. ح (h): inisial untuk Huzayfah
11. ع (‘): inisial untuk ‘Umar atau ‘Ali atau Ibnu Abbas atau ‘Aisyah
12. ق (q): inisian untuk Qasim bin Rabiah.
Tetapi, pengajuan inisial nama-nama sebagai alternatif dari huruf-huruf itu membuat gagasan Noeldeke menjadi absurd dimana sulit membayangkan bahwa Zayd hanya bergantung pada satu sumber untuk kasus surah-surah yang diawali fawatih al-suwar.
Sementara untuk surah-surah yang tidak diawali fawatih al-suwar jauh lebih banyak dari segi kuantitas. Dengan demikian, tuduhan Noeldeke tidak dapat dibenarkan.
Serangan yang paling serius terhadap otentisitas dan integritas mushaf Utsmani dewasa ini datang dari John Wansbrough dalam kajiannya Qur’anic Studies: Sources and Method of Scriptural Interpretation pada tahun 1997. Dalam kajian tersebut, Ia menemukan adanya indikasi bahwa Alqur’an merupakan kreasi pasca-kenabian.
Bagian awal surah Al-Isra’ misalnya. Bagian tersebut sama sekali tidak membahas isra Nabi Muhammad SAW, melainkan perpindahan nabi Musa dan kaumnya dari Mesir ke Israel. Lafaz min al-masjidi al-harami ila al-masjidi al-aqsa, yang mengindikasikan Nabi Muhammad SAW sebagai pelaku isra’, menurut Wansbrough merupakan tambahan dari masa belakang untuk mengakomodasi teks Alqur’an.
Selain itu, Wansbrough juga mengemukakan adanya sejumlah ayat “duplikat” dalam Alqur’an. Ilustrasi ayat-ayat “duplikat” merupakan analisis Wansbrough terhadap surah Al-Rahman ayat 46-76.
Menurutnya surah ini mengandung dua versi jannatani yang identik. Versi yang pertama terdiri dari ayat 46-61. Sedangkan versi kedua terdiri dari ayat 62-76. Dalam Kedua versi ini, setiap ayat diselingi dengan semacam korus (pengulangan), yakni ayat fabiayyi alai rabbikuma tukazziban, “Maka nikmat Tuhanmu manakah yang Kamu dustakan?”. Berikut perbandingan jannatani yang dimaksud:
Versi 1 (46-61) Versi 2 (62-76)
46. Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya. Ada dua surga tersedia 62. Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi.
48. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan. 64. Kedua surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya.
50. Di dalam kedua surga itu terdapat dua buah mata air yang mengalir. 66. Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang memancar.
52. Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan 68. Di dalam keduanya (ada macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima.
54. Mereka berbaring di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera. Dan buah-buahan di kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. 70. Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.
56. Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin. 72. (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.
58. Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan. 74. Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum Mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.
60. Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). 76. Mereka bersandar pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah.
Wansbrough menyimpulkan bahwa kedua versi tersebut merupakan dua “tradisi” berbeda yang dimasukkan ke dalam Alqur’an: “Namun yang lebih kuat tampaknya adalah penjejeran dua tradisi berbeda yang bertalian erat di dalam mushaf, dikontaminasi oleh bacaan dalam konteks-konteks yang identik atau dihasilkan dari tradisi-tradisi lewat transmisi lisan.”
Dari dua ilustrasi yang telah dijelaskan, Wansbrough memandang kaum Muslimin dari beberapa generasi awal selalu berupaya “menyempurnakan” Alqur’an dengan berbagai cara.
Menurutnya, penyempurnaan ini berada di bawah pengaruh tradisi Yahudi. Dengan demikian, dalam kacamata ini dapat dikatakan bahwa Alqur’an merupakan karya bersama antara nabi Muhammad dan genrasi-generasi awal Islam.
Itulah beberapa pandangan orientalis terhadap otensitas dan integritas mushaf Utsmani. Dimulai dari Silvestre de Sacy, orientalis Prancis sekaligus orang pertama yang secara ilmiah mengemukakan dugaan kepalsuan terhadap Alqur’an.
Kemudian ada Theodor Noeldeke, orientalis Jerman sekaligus merupakan icon orientalis. Dan terakhir ada John Wansbrough, orientalis yang gagasannya hingga saat ini masih hangat diperbincangkan dalam kajian ilmiah orientalis dan Alqur’an.
Sumber:
Amal, Taufiq Adnan. Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an. (Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011).
*) Mahasiswa Ilmu Alqur’an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Adis Setiawan