Nama saya Siti Aminah. Saya lahir di Ketapang, 21 Agustus 2002. Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Ayah saya bernama Yayan Aryanto dan Ibu saya bernama Siti Maryati. Orang tua saya merupakan asli suku sunda yang bertransmigrasi dari pulau Jawa ke Kalimantan pada tahun 1992 atas program pemerintah Presiden Soeharto.
Ayah dan Ibu saya ditempatkan di kampung yang sama. Hal tersebut menjadi titik awal pertemuan mereka. Atas perjodohan dua keluarga akhirnya mereka menikah hingga lahirlah ketiga buah hatinya.
Ibu saya berasal dari keluarga yang cukup religius. Sejak kecil, ia dididik ilmu agama dengan baik sehingga tumbuh menjadi wanita salehah, hangat, dan penuh kasih sayang. Berbeda dengan Ayah saya yang berasal dari keluarga kurang agamis. Ibunya adalah seorang mualaf dan telah wafat sejak ia kecil.
Oleh karena mendapatkan didikan yang keras dari Ayahnya, ia tumbuh menjadi sosok yang pekerja keras, tekun dan gigih. Masa kecilnya dihabiskan untuk bekerja mencari nafkah bersama kedua adiknya, merantau ke pulau Sumatera sebagai buruh dan supir truk.
Setelah menikah, Ayah saya belajar ilmu agama kepada mertuanya. Ia belajar dengan penuh semangat meski menuntut ilmu agama pada usianya yang sudah dewasa. Hal tersebut menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi keluarga, terkhusus bagi anak-anaknya yang menjadikannya sebagai sebuah motivasi dan tauladan.
Orang tua saya bukanlah orang yang berpendidikan. Keterbatasan ekonomi memaksa mereka putus sekolah sejak menduduki jenjang sekolah dasar. Namun hal tersebut menjadi ibrah bagi mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang yang lebih tinggi.
Saat kecil saya sangat suka membawa buku iqra’ kemanapun saya pergi. Ibu saya bercerita bahwa suatu ketika kami pergi berlibur ke kota, benda pertama yang saya kemas ke dalam tas Barbie kesayangan saya adalah buku iqra’ lengkap dengan petunjuk ngaji yang terbuat dari kayu berukiran bunga yang saya beli di pasar malam.
Saya menuntut ilmu agama khususnya belajar membaca Alqur’an pertama kali bersama kedua orang tua, dimulai dari belajar membaca iqra’. Metode pembelajaran yang digunakan adalah tahsin dan talaqqi. Tahsin adalah salah satu cara untuk tilawah Alqur’an yang menitikberatkan pada makhroj (tempat keluarnya huruf), sifat-sifat huruf dan ilmu tajwid (Rauf, 2014).
Adapun talaqqi maksudnya adalah berhadapan secara langsung antara guru dan murid. Kegiatan belajar mengaji ini dilakukan setiap hari ba’da maghrib. Setiap harinya saya diharuskan membaca iqra’ satu halaman dan mengulang kembali halaman sebelumnya yang telah dibaca. Sistem pembelajaran ini sangat sederhana dan mudah.
Setelah berusia 4 tahun saya belajar membaca Alqur’an dengan seorang guru yang merupakan salah satu murid kakek saya. Metode pembelajaran yang digunakan adalah tahsin, talaqqi, imla’ (menulis dengan didiktekan oleh guru), dan tahfidz yaitu menghafal juz ‘amma secara halaqoh (duduk membentuk lingkaran).
Selain belajar membaca, menulis, dan menghafalkan Alqur’an, guru mengajarkan doa-doa pendek, tata cara berwudhu dan sholat. Setiap harinya saya selalu bersemangat untuk berangkat mengaji, karena selain belajar, saya dapat bertemu dengan teman-teman dan bermain setelah selesai mengaji.
Menginjak usia 5 tahun, tepatnya pada tahun 2007 saya memulai karir pendidikan di jenjang taman kanak-kanak. Saya bersekolah di TK Al-Muhajirin yang merupakan salah satu lembaga pendidikan milik Yayasan Al-Muhajirin.
Pendidikan Alqur’an yang diajarkan guru yaitu membaca dan menulis huruf hijaiyah, menghafal huruf hijaiyah dengan metode bernyanyi, dan mengurutkan huruf hijaiyah dengan menempelkannya pada sebuah buku atau mading.
Metode pembelajaran tersebut cukup menyenangkan sehingga membangun semangat dalam belajar Alqur’an. Selain itu, setiap hari Jumat seluruh anak diwajibkan untuk memakai pakaian muslim/muslimah dan membawa bekal makanan.
Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, guru mengajak anak-anak untuk makan bersama dengan duduk secara melingkar kemudian membaca doa sebelum dan sesudah makan yang dipimpin oleh guru. Pada tahun 2009 saya melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah dasar.
Saya bersekolah di SDN 10 Air Upas. Adapun pendidikan Al-Qur’an yang diajarkan oleh guru bersumber dari buku ajar yang pada saat itu masih menggunakan kurikulum 2006 (KTSP).
Materi pembelajaran yang diberikan berbeda dengan ketika di TK, menyesuaikan perkembangan kemampuan anak karena bertambahnya usia. Selain itu, Hadis sudah mulai diajarkan yang dimana saat di TK belum diterapkan.
Sistem pembelajaran yang digunakan antara lain, membaca, menulis, menghafal, dan menerjemahkan ayat atau surah tertentu sesuai dengan materi pembahasan. Pada tahun 2012 saya mengikuti perlombaan Tartil Qur’an tingkat Desa atas rekomendasi guru saya.
Saya meraih juara pertama dengan hadiah berupa piagam penghargaan dan sejumlah uang tunai. Sejak setelah itu saya mendapatkan dukungan penuh dari guru dan orang tua yang menunjang kebutuhan belajar sehingga saya lebih bersemangat untuk terus belajar mengaji.
Kemudian saat duduk di bangku kelas V SD yaitu saat usia11 tahun, saya mengikuti pendidikan mengaji di TPA Al-Muhajirin. Kegiatan belajar mengaji di TPA ini dilakukan setiap hari kecuali hari Jumat dan Minggu.
Sistem pembelajaran yang diterapkan masih sama dengan kegiatan mengaji pada umumnya yaitu tahsin, talaqqi, imla’, dan tahfidz. Selain menghafal juz ‘amma, saya diharuskan menghafal empat surah pilihan yaitu surah Yaasin, surah Ar-Rahman, surah Al-Waqi’ah dan Surah Al-Mulk yang wajib disetorkan kepada ustadz setiap seminggu sekali.
Selain itu, saya juga diajarkan ilmu dasar nahwu dan shorof menggunakan buku “Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Jurumiyah dan ‘Imrithy” karya K.H. Moch. Anwar dan kitab Majmu’at 24/kumpulan nadhom dan matan 24 kitab. Saat itu pelajaran ilmu nahwu dan shorof menjadi mata pelajaran favorit karena menurut saya nahwu shorof itu sangat menantang.
Semakin saya mencoba belajar, semakin sulit untuk dipahami, tetapi tetap menyenangkan. Pada tahun 2015 saya melanjutkan jenjang pendidikan di SMP Tunas Bangsa dan nyantri di Pondok Pesantren Hidayatul Muhajirin, yang letaknya tidak jauh dari rumah.
Alasan saya memilih sekolah dan pesantren tersebut karena merupakan pengalaman pertama bagi saya untuk bersekolah sekaligus nyantri. Selain itu, alasan lainnya adalah supaya mudah dijangkau oleh orang tua ketika saya sakit atau ingin dijenguk.
Demikian halnya dengan TK Al-Muhajirin dan TPA Al-Muhajirin, kedua lembaga tersebut masih berada di bawah naungan Yayasan Al- Muhajirin. Yayasan ini didirikan oleh K.H Nur Halim bersama beberapa tokoh agama setempat.
Adapun pendidikan Al-Qur’an Hadis yang diajarkan di sekolah merujuk pada buku ajar seperti sekolah umum lainnya. Adapun pendidikan Al-Qur’an yang diajarkan di pesantren menggunakan metode tahsin dan tahfidz serta adanya pengelompokkan kelas, yaitu kelas 1,2 dan 3. Kelas 1 merupakan para santri yang belajar mengaji paling dasar.
Pada kelas 2 santri mulai diwajibkan menghafal surah An-Nas sampai surah An-Naba. Kelas 3 merupakan kelas dengan kemampuan mengaji terbaik dilihat dari ketepatan mahroj dan tajwid. Selain juz ‘amma, pada kelas ini diwajibkan menghafalkan empat surah pilihan yaitu surah surah Yaasin, surah Ar-Rahman, surah Al-Waqi’ah dan Surah Al-Mulk.
Kegiatan mengaji Alqur’an ini dilaksanakan setiap ba’da subuh dan ba’da maghrib. Hafalan tersebut menjadi syarat wajib bagi santri saat haflah akhirussanah (wisuda) yang nantinya akan diberikan syahadah (ijazah) dan sertifikat penghargaan. Adapun kajian kitab yang diajarkan di pesantren ini menggunakan sistem pembagian kelas.
Mata pelajarannya yaitu ilmu tajwid menggunakan kitab Hidayatul Mustafid dan kitab Mustholah Tajwid, tasawuf menggunakan kitab Bidayatul Hidayah, Akhlak menggunakan kitab Ta’limul Muta’alim dan kitab Bidayatul Hidayah, Aqidah menggunakan kitab Aqidatul Awam, fikih menggunakan kitab Syarah Safinatun Najah dan kitab Fathul Qarib, kemudian nahwu menggunakan kitab Matan Jurumiyah, shorof menggunakan kitab Qowaidul I’lal dan kitab Syarah Imrithy.
Kegiatan pembelajaran ini dilakukan setiap ba’da ashar dan ba’da isya. Selain itu, santri diwajibkan untuk qiyamul lail melaksanakan sholat tahajud dan witir. Apabila tidak melaksanakan, santri akan diberikan sanksi seperti membaca dzikir setiap pagi dengan berdiri menghadap matahari selama 15-30 menit.
Pada penghujung tahun 2017, saya bersama tim mengikuti lomba MFQ (Musabaqah Fahmil Qur’an) tingkat Kabupaten yang diselenggarakan di Masjid Al-Ikhlas Ketapang, Kalimantan Barat dengan memenangkan juara ke-2, hadiah berupa piala, piagam penghargaan dan sejumlah uang tunai serta pengalaman yang sangat berharga tentunya.
Bertemu dengan guru besar/ulama dan pejabat agama lainnya, bertemu dengan orang-orang penting, berkenalan dengan kawan- kawan, tersedia berbagai stand aksesoris, makanan, dan minuman yang sangat memanjakan mata, semua itu memberikan perasaan senang, mendebarkan, haru, dan bangga. Waktu yang dihabiskan selama tujuh hari terasa sangat singkat.
Pengalaman ini menjadi salah satu momen berharga yang akan terus saya kenang. Pada tahun 2018 saya merantau ke Jawa Barat untuk melanjutkan jenjang pendidikan menengah atas. Bandung merupakan sebuah kota impian saya kala itu.
Saya penasaran tentang bagaimana budaya dan bahasanya? Adakah perbedaan kultur sekolah antara di Bandung dengan di Kalimantan? adakah perbedaan aksen dalam membaca Alqur’an? bagaimana karakteristik orang-orang suku sunda? bagaimana iklim cuacanya? apa saja makanan dan minuman khasnya?
Ada banyak hal yang ingin saya eksplor di Bandung. Kebetulan, saya memiliki seorang kerabat yang sedang menempuh pendidikan S1 di Bandung. Setelah mengutarakan keinginan saya, ia merekomendasikan Pondok Pesantren Alqur’an Al-Falah sebagai pesantren yang cukup terkenal dengan para alumninya yang merupakan seorang qori’ dan hafidz.
Selain itu, pesantren ini cukup modern meskipun tidak memvalidasi secara jelas apakah pesantren ini merupakan pesantren salaf atau modern. Atas rekomendasi tersebut akhirnya saya tertarik untuk bersekolah sekaligus nyantri disana. Pesantren ini didirikan oleh KH. Q Ahmad Syahid, sosok ulama besar NU Jawa Barat dan merupakan Qori pertama di Indonesia.
Pondok pesantren ini memiliki dua cabang. Cabang pertama terletak di Cicalengka, Bandung yang menyediakan empat lembaga pendidikan, yaitu TK Al-Falah, SD Al-Falah Boarding School, MTs Al-Falah, dan STAI Al-Falah. Sedangkan cabang kedua terletak di Nagreg, Bandung
dengan lembaga pendidikan yang tersedia yaitu SMK Al-Falah, MA Al-Falah, dan terdapat dua program lainnya seperti program tahfidz dan takhosus. MA Al-Falah menyediakan tiga kejuruan, yaitu MIPA (Matematika dan IPA), IIS (ilmu-ilmu sosial) dan IIK (ilmu-ilmu keagamaan). Saya memilih kejuruan IIK.
Pada jurusan ini, selain mata pelajaran spesifikasi keagamaan seperti Al-Qur’an dan Hadis, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Ilmu Kalam, Fikih, Ushul Fikih, Bahasa Arab, dan Sejarah Kebudayaan Islam, terdapat mata pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, dan TIK. Pendidikan Alqur’an Hadis di sekolah menggunakan buku paket sebagai sumber materi.
Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Guru meminta siswa untuk membaca dan menghafalkan ayat maupun Hadis. Hafalan tersebut akan diujikan ketika UTS ataupun ulangan harian.
Pada mata pelajaran Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Ilmu Kalam, Ushul Fikih, dan Bahasa Arab materi pembelajaran diambil dari kitab dan terjemahan serta diajarkan langsung oleh kyai atau asisten kyai, dan kegiatan pembelajaran dilakuakan di luar kelas seperti di rumah kyai, di mushola dan di teras masjid.
Tujuannya selain untuk takzim kepada kyai, juga untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan agar siswa tidak merasa bosan di dalam kelas. Sedangkan mata pelajaran lainnya menggunakan buku paket sebagi sumber materi. Adapun pendidikan Alqur’an di pesantren menggunakan sistem pembagian kelas dengan ustadz/gurunya masing-masing. Pada pembelajaran Alqur’an ini terdapat tiga jenis program yaitu tilawah, tahfidz, dan reguler.
Pada program tilawah tidak semua santri dapat mengikuti kelas tersebut, melainkan dilakukan pengetesan skill suara, makhroj, tajwid dan teknik pernafasan. Sedangkan program tahfidz merupakan program pilihan. Santri boleh memilih dan tidak memilih program tersebut.
Bagi santri yang tidak memilih maka akan dimasukkan kepada kelas regular, yaitu kegiatan mengaji yang dilakukan seperti pada umumnya. Bagi yang memilih program tersebut tetap ada pengelompokkan kelas berdasarkan tingkat kemampuan membaca Alqur’an dengan tartil beserta makhroj dan tajwidnya. Para santri boleh mulai menghafal dan menyetorkan hafalannya kepada kyai apabila guru kelasnya sudah mengizinkan.
Setiap tiga hari sekali santri harus menyetorkan kepada gurunya terlebih dahulu hafalan yang akan disetorkan kepada kyai untuk memastikan hafalannya sudah matang. Setoran hafalan ini menggunakan metode sorogan, yaitu setiap santri secara individu berhadapan langsung dengan kyai dan menyetorkan hafalannya secara bergiliran dengan santri yang lain.
Setiap santri memiliki buku setoran hafalan yang akan ditandatangani oleh kyai sebagai bukti bahwa santri tersebut telah menyetorkan hafalannya, dan sebagai tanda bahwa santri harus melanjutkan hafalannya untuk mencapai target yang diinginkan. Pesantren ini memang tidak menentukan target hafalan dan memberikan kebebasan bagi santri untuk menentukan targetnya masing-masing.
Adapun pembelajaran kitab di pesantren ini menggunakan sistem pembagian kelas yang disesuaikan dengan angkatan sekolah, seperti kelas 1, 2 dan 3. Pada kelas 1 dan 2 akan dibagi kepada tiga kelompok, yaitu kelompok A, B dan C disesuaikan dengan tingkat kemampuan membaca kitab kuning. Mata pelajarannya yaitu Tauhid menggunakan kitab Syarah Sanusiyah dan kitab Tijan Darori, Tajwid menggunakan kitab Tuhfatul Athfal dan kitab Hidayatul Mustafid, fikih menggunakan kitab Syarah Safinatun Najah, Nahwu menggunakan kitab Matan Jurumiyah, Akhlak menggunakan kitab Ta’limul Muta’alim dan kitab Bidayatul Hidayah.
Sedangkan pada kelas 3 pembagian kelompok tidak berlaku, dan pembelajaran Hadis hanya diberikan kepada kelas 3 saja karena Hadis menjadi salah satu mata pelajaran yang diujikan ketika ujian Munaqosyah. Ujian Munaqosyah adalah ujian penentuan kelulusan pesantren. Materi yang diujikan selain Hadis adalah Tajwid, Tahfidz, dan Tafsir. Mata pelajaran Hadis menggunakan kitab Arba’in Nawawi, Tajwid menggunakan kitab Matan Jazariyah,dan Tafsir menggunakan kitab Tafsir Jalalain.
Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab. Sebelum kyai menjelaskan materi, kyai akan mendiktekan santri untuk ngalogat. Ngalogat adalah istilah dari kegiatan memaknai kitab ke dalam bahasa sunda menggunakan arab pegon. Setiap akhir tahun diadakan acara wisuda untuk seluruh siswa maupun santri. Pada acara wisuda ini, segala prestasi siswa maupun santri termasuk santri yang telah menyelesaikan hafalannya 10 juz, 20 juz maupun 30 juz akan diberikan sertifikat dan penghargaan. Setelah tiga tahun menyelesaikan pendidikan di sekolah dan pesantren serta merasakan sejuknya udara Bandung, lezatnya seblak, cibay, dan cireng, saya mulai memikirkan rencana untuk mencari pengalam baru di kota lain.
Pada tahun 2020 saya berangkat ke Banten untuk nyantri di Pondok Pesantren Ibnu Syam Cilegon, Banten. Keinginan untuk menunda kuliah dan memilih melanjutkan menghafal Al-Qur’an di samping keinginan pribadi juga merupakan hasil kesepakatan bersama teman. Sebelum kelulusan kami saling berbincang mengutarakan cita-cita yang ternyata kami memiliki keinginan yang sama dan pada akhirnya sepakat untuk melanjutkan ke Pesantren Ibnu Syam.
Pesantren Ibnu Syam merupakan salah satu pesantren tahfidz di Indonesia. Pendiri pondok pesantren ini adalah KH. Ahmad Slamet Ibnu Syam, Lc., MA bersama istrinya yaitu Ustadzah Nabila Abdul Rahim Bayan. Lc., M.Ag juri Hafidz Indonesia RCTI. Terdapat berbagai program tahfidz yang disediakan, salah satunya yaitu program yang saya ikuti adalah program shorul qurro’. Program ini merupakan program hafal Alquran dengan target kurun waktu 1 tahun.
Kedisiplinan adalah hal utama yang ditanamkan di pesantren ini. Untuk dapat mencapai target, diperlukan kefokusan dan kedisiplinan yang tinggi. Metode yang digunakan adalah tahsin dan tahfidz dengan sistem sorogan.
Santri akan memiliki satu guru mentor untuk kegiatan konsultasi dan lainnya. Tahsin dilakukan setiap ba’da subuh, ba’da dzuhur dan ba’da maghrib. Sedangkan setoran hafalan dilakukan setiap pagi/waktu Dhuha, kemudian ba’da ashar dan ba’da isya. Setiap santri juga diberikan buku setoran hafalan seperti di pesantren tahfidz pada umumnya.
Namun sangat disayangkan, hanya selama tiga minggu nyantri disana saya harus pulang ke rumah karena Ayah saya wafat. Bahkan saat itu saya tidak sempat bertemu untuk yang terakhir kalinya, apalagi menyaksikannya dimakamkan. Selesai masa berkabung saya tidak diizinkan untuk kembali ke pondok oleh Ibu saya.
Saya paham betul bahwa Ibu saya ingin ditemani oleh anaknya terlebih pasca kehilangan kepala keluarga tentu membuat jiwa kami sangat terguncang dan terpukul. Setidaknya dalam beberapa waktu kami selalu bersama dan menguatkan satu sama lain. Terdapat sebuah kisah haru sebelum Ayah saya wafat.
Kala itu Ayah sedang terbaring di rumah sakit dan menelpon saya. Ia berkata bahwa ia bangga kepada anaknya yang menghafal Al-Qur’an. Namun saat itu saya hanya menangis sambil merajuk ingin pulang karena selain ingin bertemu, saya juga tidak betah dan merasa berat dengan sistem hafalan yang diterapkan di pesantren.
Penyesalan datang setelah itu. Saya berfikir tidak masalah jika saya tidak dapat bertemu untuk yang terakhir kalinya, namun seharusnya saat itu saya patuh dan mendengarkan nasihat terakhir darinya.
Pada tahun 2022 saya mulai bangkit kembali melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Saya berkuliah di IAIN Pontianak, Kalimantan Barat. IAIN Pontianak menyediakan empat fakultas. Setiap fakultas memiliki beberapa program studi, salah satunya Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan memiliki enam program studi salah satunya adalah program studi yang saya ambil yaitu Program Studi Pendidikan Agama Islam. Telaah materi Al-Qur’an dan Hadis menjadi salah satu mata kuliah wajib pada semester empat dengan jumlah 3 sks di setiap pertemuannya. Pendidikan Al-Qur’an Hadis yang diajarkan dosen merujuk pada silabus atau RPP yang telah dirancang.
Metode pembelajaran yang digunakan adalah diskusi dan tanya jawab dengan bentuk perkuliahan secara daring dan presentasi dilengkapi dengan penugasan individu maupun kelompok berupa resume, makalah dan esai. Mata kuliah telaah materi Alqur’an dan Hadis ini bertujuan mengajak mahasiswa untuk menelaah lebih dalam dan menganalisis Alqur’an dan Hadis dalam konteks Pendidikan Agama Islam mulai dari sejarah, perkembangan, implementasi dalam kehidupan sehari-hari, konsep, metode dan pendekatan pembelajaran yang bersumber dari Alqur’an dan Hadis.
Sebagai bekal materi yang akan disampaikan ketika menjadi seorang guru atau tenaga pendidik. Selain itu, pada mata kuliah ini dosen memberikan arahan dan bimbingan terkait tata cara penulisan makalah dan esai yang baik dan benar.
Mahasiswa dituntut untuk berpikir kritis dan mampu mengembangkan pikiran, serta bersikap disiplin dan tepat waktu. Berdasarkan pengalaman diatas, dapat saya simpulkan bahwa pendidikan Alqur’an dan Hadis merupakan hal yang sangat penting.
Agama merupakan pondasi, panduan, pedoman, arah, dan tujuan dalam menjalani kehidupan dunia sebagai bekal menuju akhirat adalah hal paling utama sebelum memberikan edukasi yang lainnya kepada anak.
Anak sebagai investasi masa depan yang harus kita rawat dengan baik. Anak sebagai harapan satu-satunya saat orang tua sudah lanjut usia. Salah satu dari tiga amal jariyah yang pahalnya akan terus mengalir meskipun sudah meninggal dunia adalah anak saleh dan salehah yang mendoakan kedua orang tuanya.
Jauh sebelum ditanamkan pada anak, terlebih dahulu kita harus membekali diri dengan ilmu agama yang baik. Sebagaimana Hadis Rasulullah SAW:
طَلَبُ
الْعِلْمِ
فَرِيْضَةٌ
عَلَى
كُلِّ
مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR. Muslim).
Tidak hanya kaum perempuan sebagai madrasah pertama bagi anak, peran Ayah turut menentukan proses tumbuh kembang anak. Dengan iman, ilmu dan akhlak baik yang dimiliki, orang tua dapat bekerja sama menentukan dan merancang strategi yang tepat, efektif dan sistematis dalam mendidik anak supaya tumbuh menjadi insan yang taat beragama dan kelak akan diwariskan kembali kepada keturunannya.
Referensi
Fitriani, D. (2020). Penerapan Metode Tahsin untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, 18.
Rustina, N. (2019). Hadis Kewajiban Menuntut Ilmu & Menyampaikannya dalam Buku Siswa Al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah di Kota Ambon. Ambon: LP2M IAIN Ambon.