KULIAHALISLAM.COM – Habib Umar bin Al-Hafiz alhamdulilah telah tiba di Indonesia.
Beliau bernama asli Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Al-Hafidz
merupakan Ulama besar yang lahir pada tanggal 27 Mei 1963 Masehi di Tarim,
Yaman. Pada tanggal 22 Februari sampai dengan 2 Maret 2003.
Beliau telah mampu
menghafal Al-Qur’an pada usia yang sangat muda dan juga menghafal berbagai
teks inti dalam fikih, hadits, Bahasa
Arab dan berbagai ilmu-ilmu
keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh
oleh begitu banyak ulama-ulama tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin
Shihab dan al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim.
Beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu
spiritual keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin
Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da’wah
dan bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah SWT. Ayahnya begitu
memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam
lingkaran ilmu dan zikir.
Akan tetapi secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani
ayahnya untuk sholat Jum‘at, ayahnya diculik oleh golongan komunis dan sang
‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik
ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan
‘Umar muda menganggap bahwa tanggung-jawab untuk meneruskan pekerjaan yang
dilakukan ayahnya dalam bidang dakwah sama seperti seakan-akan syal sang ayah
menjadi bendera yang diberikan padanya di masa kecil sebelum ia mati syahid.
Sejak saat itu, dengan sang bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai,
secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang,
membentuk Majelis-majelis dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi
melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka
bagi anak muda maupun orang tua di masjid-masjid setempat di mana ditawarkan
berbagai kesempatan untuk menghafal Al-Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu
tradisional.
Dia sesungguhnya telah
benar-benar memahami Kitab Suci sehingga dia telah diberikan sesuatu yang
khusus dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun demikian, hal ini mulai
mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan untuk
mengirimnya ke kota Al-Bayda’ yang terletak di tempat yang
disebut Yaman
Utara yang
menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
Di sana dimulai babak penting baru dalam perkembangannya. Masuk
sekolah Ribat di al-Bayda’ dia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional di bawah
bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah al-Haddar,
semoga Allah mengampuninya, dan juga di bawah bimbingan ulama mazhab Syafi‘i
al-Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya. Janjinya terpenuhi ketika
akhirnya dia ditunjuk sebagai seorang guru tak lama sesudahnya. Dia juga terus
melanjutkan perjuangannya yang melelahkan dalam bidang dakwah.
Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta
desa-desa di sekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk
mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya (shallahu ‘alaihi
wasallam) ke dalam hati-sanubari mereka semua. Kelas-kelas dan majelis
didirikan, pengajaran dimulai dan orang-orang dibimbing. Usahanya yang demikian
gigih menyebabkannya kekurangan tidur dan istirahat mulai menunjukkan hasil
yang besar bagi mereka yang tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda
yang sebelumnya telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namun
kini telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup
memiliki tujuan. Mereka bangga dengan indentitas baru mereka sebagai orang
muslim, mengenakan serban/selendang Islam dan mulai memusatkan perhatian mereka
untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang Rasul Pesuruh Allah SWT
Tak lama setelah itu, dia melakukan perjalanan melelahkan demi
melakukan ibadah Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasulullah s.a.w di
Madinah. Dalam perjalanannya ke Hijaz, dia diberkahi kesempatan untuk
mempelajari beberapa kitab dari para ulama terkenal di sana, terutama dari
al-Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf yang menyaksikan bahwa di dalam diri
‘Umar muda, terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya s.a.w dan sungguh-sungguh tenggelam dalam penyebaran ilmu dan
keadilan terhadap sesama umat manusia sehingga ia dicintai al-Habib Abdul Qadir
salah seorang guru besarnya. Begitu pula dia diberkahi untuk menerima ilmu dan
bimbingan dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yakni al-Habib Ahmed Mashur
al-Haddad dan al-Habib ‘Attas al-Habashi.
Namun kepopuleran dan ketenaran yang besar ini tidak sedikit pun
mengurangi usaha pengajarannya. Bahkan sebaliknya, ini menjadikannya
mendapatkan sumber tambahan di mana tujuan-tujuan mulia lainnya dapat
dipertahankan. Tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan
mengingat Allah dalam berbagai manifestasinya, dan dalam berbagai situasi dan
lokasi yang berbeda. Perhatiannya yang mendalam terhadap membangun keimanan
terutama pada mereka yang berada didekatnya, telah menjadi salah satu dari
perilakunya yang paling terlihat jelas sehingga membuat namanya tersebar luas
bahkan hingga sampai ke Dunia Baru.
Negara Oman akan menjadi fase berikutnya dalam pergerakan menuju
pembaharuan abad ke-15. Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok Muslim
yang memiliki hasrat dan keinginan menggebu untuk menerima manfaat dari
ajarannya, dia meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga beberapa
tahun kemudian. Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan di
kota Shihr di Yaman timur, kota pertama yang disinggahinya ketika
kembali ke Hadramaut, Yaman. Di sana ajaran-ajaran dia mulai tertanam dan
diabadikan dengan pembangunan Ribat al-Mustafa. Ini merupakan titik balik utama
dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan, dalam hal melengkapi aspek
teoretis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti konkret yang dapat mewakili
pengajaran-pengajaran pada masa depan.
Kepulangannya ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan
mendasar dari tahun-tahun yang dia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun
mental agamais orang-orang di sekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan
yang benar serta melarang yang salah. Pada tahun 1993 M atau sekitar 1414 H,
al-Habib Umar mengabadikan ajaran-ajarannya dengan membangun Dar-al
Musthafa atau
Pondok Pesantren Darul Musthafa. Pesantren ini didirikan dengan tiga
tujuan:
1. Mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman secara bertatap
muka(talaqqi) dan para pengajarnya adalah para ahli yang memiliki sanad
keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Menyucikan diri dan
memperbaiki akhlaq
3. Menyebarkan ilmu yang bermanfaat serta berdakwah menyeru
kepada jalan yang dirihai Allah swt dan sesuai dengan apa-apa yang diajarkan
oleh Rasulullah SAW serta para salafunassahlihin
Dalam waktu yang dapat dikatakan demikian
singkat, penduduk Tarim akan menyaksikan berkumpulnya pada murid dari berbagai
daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan ketika masih
dikuasai para pembangkang komunis.Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura, KepulauanComoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat dan Kanada, juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi
secara langsung oleh al-Habib Umar.
Mereka ini akan menjadi perwakilan dan penerus
dari apa yang kini telah menjadi perjuangan asli demi memperbaharui ajaran
Islam tradisional pada abad ke-15 setelah hari kebangkitan. Berdirinya berbagai institusi Islami serupa di Yaman dan di
negara-negara lain dibawah manajemen al-Habib Umar akan menjadi sebuah tonggak
utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia serta menyediakan kesempatan
bagi orang-orang awam yang kesempatan tersebut dahulunya telah dirampas dari
mereka.
Di Indonesia al-Habib Umar sudah beberapa kali membuat kerjasama dengan pihak bahkan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Ditjen
Kelembagaan Keagamaan Kementerian Agama Indonesia meminta pembuatan kerjasama dengan al-Habib Umar dan Dar-al Musthafa untuk pengiriman sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya
para kiai pimpinan pondok pesantren untuk mengikuti program pesantren kilat selama tiga bulan di bawah bimbingan langsung
al-Habib Umar. Sampai saat ini, banyak sudah santri–santri di Indonesia yang menuntut ilmu di pondok pesantren yang dia pimpin, Dar-al Musthafa di Hadhramaut, dan telah melahirkan banyak da’i
yang meneruskan perjuangan dakwahnya di berbagai daerah di Indonesia.
Pada tanggal 22 Februari sampai
dengan 2 Maret 2003 (26-29 Dzul Hijjah 1423 H) di Dar-al Musthafa, Tarim dia merintis upaya persatuan
dalam aktivitas dakwah, dengan mengadakan multaqa ulama atau
simposium yang dalam pertemuan itu dihadiri oleh berbagai ulama dari belahan
dunia, dan kemudian berlanjut pada pertemuan berikutnya di berbagai penjuru
dunia dalam skala lokal maupun internasional.
Habib Umar termasuk sebagai salah
seorang penandatangan dari dua dokumen internasional yang berpengaruh,
yaitu Risalah Amman pada tahun 2005, pada urutan tandatangan nomor 549, dan A Common Word (bahasa Inggris: A Common Word Between Us and You) pada tahun 2007 dalam urutan
tandatangan nomor 42, yang keduanya ditandatangani oleh tokoh-tokoh muslim
dunia, termasuk di antaranya beberapa pemimpin muslim Indonesia,
Di Indonesia, Habib Umar mendeklarasi
berdirinya Majelis Al-muwasholah Bayna Ulama Al Muslimin atau Forum Silaturrahmi Antar
Ulama pada tahun 1327 H / 2007 M.Tahun 2009, New
York Times menampilkan al-Habib Umar dan Darul Musthafa dalam salah
satu pemberitaannya.
Al-Habib Umar bin Hafizh termasuk
salah satu dari 50 Urutan teratas dari The Muslim 500: The Wordl’s 500
Most Influential Muslims (bahasa Inggris: The 500 Most Influental Muslims), yang diterbitkan oleh Center for
Muslim-Christian Understanding, Georgetown University (bahasa Inggris: Georgetown University), Amerika Serikat, yang dipimpin oleh sarjana studi Islam ternama John Esposito[8][11](bahasa Inggris: John Esposito).Al-Habib Umar juga merupakan ulama yang produktif dalam
menulis, di antara kitab karangan Ia adalah:
1. Is’af at Thalibi
2. Ridha al-Khalaq bi bayan Makarimal
Akhlaq
3. Taujihat at-Thullab
4. Syarah Mandzumah Sanad al-‘Ulwi.
5. adz-Dzakirah al-Musyarrafah(Fiqih)
6. Dhiyaullami’bidzikri Maulid an-Nabi
asy-Syafi'(Maulid Nabi Muhammad SAW)
7. Khuluquna
8. Khulasoh madad an-nabawiy(Dzikir)
9. Syarobu althohurfi dhikri siratu badril budur
10. Taujihat nabawiyah
11. Nur aliman(Aqidah)
12. Almukhtar syifa alsaqim
13. Al washatiah
14. Mamlakatul qa’ab wa al ‘adha’
15. Muhtar Ahadits (Hadits)
16. Durul Asas (Nahu)
17. Tsaqafatul Khatib (Panduan Khutbah).
Jadwal Kunjungan Habib Umar bin
Al-Hafidz
1.
19 Agustus Hari Sabtu :
⁃ 18.20 Rouhah di Cidodol, Jakarta
2.
20 Agustus Hari Ahad/Minggu :
⁃ 05.00 Dars Fajr di Istiqlal
⁃ 07.00 Haul Sayyidina Syeikh
Abubakar Bin Salim di Cidodol Jakarta
3.
21 Agustus Hari Senin :
-05.00 Dars Fajr di Istiqlal
⁃ 20.00 Tablik Akbar Majelis
Rasulullah Saw di Istiqlal
4.
22 Agustus Hari Selasa :
⁃ 05.00 Dars Fajr Istiqlal
12.00 Istirahat di Tebu Ireng
⁃ 15.00 Jalsah Ulama’ sesi 1 di
Tebuireng
⁃ 18.00 Jalsah Ulama’ sesi 2 di
Tebuireng
⁃ 21.00 Tabligh Akbar di Gor
Jokosamudro Gresik Jawatimur
5.
23 Agustus Hari Rabu :
⁃ 05.00 Dars Fajr Masjid Al-Akbar
Surabaya
6.
Palangkaraya Kalimantan Tengah : peresmian PonPes
⁃Malam Tabligh Akbar
-Kembali ke Hadramaut
Sumber : Wikipedia dan berbagai sumber.